Senin, 01 Juni 2015

Laporan Praktikum ITT

LAPORANPRAKTIKUM
ILMU TILIK TERNAK









oleh :
Kelompok VIII






FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTAIAN
UNIVERSITASDIPONEGORO
SEMARANG
2014


PENGAMATAN SAPI
1.        Pengamatan Jarak Jauh
Berdasarkan praktikumyang telah dilakukan diketahui bahwa :
           
Sapi 1
Sapi 2
Gambar 1.
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa pada pengamatan jarak jauh, terlihat sapi 1 adalah sapi Simental dengan ukuran tubuh yang sedang dan memiliki berat 300 kg, sapi milik Bapak Eko Cahyono ini berasal dari Pati dan ditawarkan dengan harga Rp 17.500.000. Cara transaksi pembayarannya adalah lunas ditempat. Menurut pemiliknya sapi ini berumur 2 tahun dan pakan yang diberikan yaitu jerami basah. Sapi tersebut adalah sapi Simental dengan ukuran tubuh besar dan memiliki berat 400 kg. Sapi milik Bapak Suwarso ini berasal dari Boyolali ditawarkan dengan harga Rp 37.000.000. Cara transaksi pembayarannya adalah lunas ditempat. Menurut pemiliknya sapi ini berumur 6 tahun dan pakan yang diberikan yaitu jerami. Sapi simental memiliki warna cokelat muda atau kekuningan dan memiliki warna putih pada bagian muka. Hal ini sesuai dengan pendapat Djarijah (1996) bahwa sapi simental memiliki warna cokelat muda atau kekuningan dan memiliki warna putih pada muka, lutut dan garis gelambir. Sapi simental merupakan bangsa sapi potong yang harga dagingnya sekitar Rp 23.000/kg sampai Rp. 25.000/kg. Hal ini sesuai dengan pendapat Fikar dan Rusyandi (2010) yang menyatakan bahwa bobot hidup daging sapi Rp 23.000/kg sampai Rp. 25.000/kg.

2.        Pengamatan Jarak Dekat
2.1.  Sapi Tampak Samping
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
Sapi 1
Sapi 2
Gambar 2.
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa pada pengamatan sapi jarak dekat tampak samping terlihat pada sapi 1 memiliki bentuk tubuh silindris dan badannya panjang. Hal ini sesuai dengan  pendapat  Djarijah (1996) yang menyatakan bahwa postur tubuh sapi bakalan yang baik memiliki ciri-ciri badannya panjang, bulat silindris dan bila dilihat dari samping tampak membentuk segi empat serta tinggi badan panjang dan proporsi bagian-bagian tubuh lain seimbang. Pada sapi 1 terlihat tulang rusuk tidak terlihat nyata, memiliki perototan penuh dan hooks dan pins tampak agak nyata, hal ini menunjukkan bahwa sapi 1 memiliki BCS 5. Sedangkan pada sapi 2 terlihat tulang rusuk tampak nyata, hooks dan pins tampak nyata, hal ini menunjukkan bahwa sapi 2 memiliki BCS 3. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Neel (2014) bahwa BCS dapat digunakan untuk mengukur “lemak” yang dibawa ternak tersebut, dimana BCS rendah menandakan lemak tubuh ternak sedikit sedangkan BCS tinggi menandakan lemak tubuh ternak banyak.

2.2.      Sapi Tampak Depan
     Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
Sapi 1
Sapi 2
Gambar 3.
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.


Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa pada pengamatan sapi jarak dekat tampak depan, pada sapi 1 dan 2 terlihat sehat karena mulut dan hidungnya tidak berliur/berbusa dan matanya tampak cerah. Hal ini sesuai dengan  pendapat Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa  kualitas sapi yang baik dapat dilihat dari kondisi eksterior meliputi kulit sehat dan terawat, mata cerah, kaki besar, tegak dan kokoh karena berkaitan dengan keharmonisan perkembangan tubuh. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa sapi yang baik memiliki penglihatan yang baik dengan cakupan pandangan yang luas dan indra penciuman yang kuat.

2.3.      Sapi Tampak Belakang
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
Sapi 1
Sapi 2
Gambar 4.
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasih bahwa pada pengamatan sapi jarak dekat tampak belakang terlihat bentuk kaki yang kuat dan kokoh serta memiliki keseimbangan dari 4 kakinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa memilih bibit yang baik kaki besar dan kokoh serta keempat kaki memiliki titik berat yang sama dan paha sampai pergelangan penuh berisi daging. Hal  ini juga diperkuat dengan pendapat Sugeng (1996) yang menyatakan bahwa pengamatan eksterior sapi bagian belakang dilakukan pada bagian pinggang, kaki dan ekor.

2.4.      Sapi Tampak Atas
     Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
Sapi1
Sapi 2
Gambar 5. Sapi Tampak Atas
Sumber : Data Primer Pratikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan ternak sapi diperoleh hasil bahwa sapi 1 dan 2 memiliki jenis simental yang memiliki garis punggung yang berbeda. Pada sapi 1 memiliki garis punggung yang lebih melengkung dan memiliki pundak yang berotot dibandingkan dengan sapi 2 yang memiliki garis punggung lebih datar dan pundak kurang berotot. Garis punggung terdiri dari garis punggung melengkung dan garis punggung datar yang berkaitan dengan bentuk karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumatri (2011) menyatakan bahwa garis punggung ada kaitannya dengan bentuk karkas, punggung yang mempunyai garis punggung datar mempunyai karkas yang lebih baik daripada yang bergaris punggung melengkung ke dalam. Perbedaan punggung sapi 1 dan 2 disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik. Hal ini sesuai dengan pendapat Yosita (2010) menyatakan bahwa seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor genetik dan faktor lingkungan, seekor sapi yang memiliki genetik tinggi tidak akan menunjukkan performa produksi yang baik apabila tidak didukung oleh lingkungan yang baik, begitu juga sebaliknya.

2.5.      Pendugaan Umur
     Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
Sapi 1
Sapi 2
Gambar 5.
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa pada pengamatan pendugaan umur sapi, sapi 1 terlihat belum berganti gigi (belum poel) maka dapat diperkirakan bahwa umur dari sapi ini kurang dari 1,5 tahun. Sedangkan pada sapi 2 terlihat sudah berganti sepasang gigi depan (poel 1) maka dapat diperkirakan bahwa umur dari sapi ini adalah 2 - 2,5 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Parish dan Rhinehart (2013) bahwa sepasang gigi permanen depan ternak (poel 1) muncul pada umur 18 - 24 bulan dan sudah tumbuh sempurna pada sapi yang berumur 2 tahun. Hal ini juga sesuai pendapat Frandson et al. (1992) bahwa pergantian gigi ternak (poel) cukup konsisten sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan umur ternak berdasarkan susunan giginya secara akurat.



KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan ternak sapi di Pasar Hewan Ambarawa dapat disimpulkan bahwa, sapi tersebut adalah jenis sapi simental dengan ciri-ciri memiliki warna cokelat muda atau kekuningan dan memiliki warna putih pada muka dan kaki. Sapi yang baik memiliki kaki yang kuat dan kokoh.Sapi yang sehat, mulut dan hidungnya tidak berliur atau berbusa dan matanya tampak cerah. sapi kesatu memiliki garis punggung yang lebih melengkung dan memiliki pundak yang berotot dibandingkan dengan sapi kedua yang memiliki garis pungung lebih datar dan pundak kurang berotot. Garis punggung terdiri dari garis punggung melengkung dan garuis punggung datar yang berkaitan dengan bentuk karkas. Pengamatan pendugaan umur sapi, sapi kesatu terlihat belum berganti gigi (belum poel) maka dapat diperkirakan bahwa sapi ini berumur kurang dari satu setengah tahun. Sedangkan pada sapi kedua terlihat sudah berganti sepasang gigi depan (poel 1) maka dapat diperkirakan bahwa sapi ini berumur dua sampai dua setengah tahun.






DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. 2006. Pengaruh Pengunaan Onggok dan Isi Rumen Sapi Dalam Pakan Komplit Terhadap Penampilan Kambing Peranakan Etawah. Majalah Ilmu Peternakan. 9 (3):1-10. ISSN: 0853-8999.
Djarijah, A.S. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kasinus,Yogyakarta.
Fikar,S dan Rusyandi. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Frandson, R.D., W.L. Wilke, dan A.D. Fail. 1992. Anatomy and Physiology of Farm Animal. Wiley-Blackwell, USA.

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali.Kasinius, Yogyakarta.

Neel, B.J.. 2014. Animal Science Update. University of Tennessee Extenxion, Tennessee.

Pamungkas, D.G. 2012. Usaha Penggemukkan Sapi Potong dan Domba. Araska.Yogyakarta.
Parish, J.A. dan J.D. Rhinehart. 2013. Body Condition Scoring Beef Cattle. Extension Service of Mississippi State University, Mississippi

Parish, J.A.dan J.D.Rhinehart. 2013. Estimating Cattle Age Using Dentition. Extension Service of Mississippi State University, Mississippi.

Sugeng,Y.B. 1996. Sapi Potong Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumantri, C. 2011. Keragaan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Kerbau Lokal di
            Propinsi Banten. Fakultas Peternakan Insititut Pertanian Bogor, Bogor.

Yosita, M. 2010. Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung dan Indeks
            Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole dan Australian Comemercial
            Cross
. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.





PENGAMATAN KAMBING
1.        Pengamatan Jarak Jauh
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :

Kambing 1
Kambing 2
Gambar 1
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan ternak kambing di Pasar Hewan Ambarawa, diperoleh data bahwa dalam pengamatan kambing jarak jauh baik kambing 1 maupun kambing 2 adalah seekor kambing jenis bligon. Umumnya dikenal dengan sebutan kambing Jawa Randu yang berumur 2 tahun dengan bobot badan 30 kg dan 35 kg dari pemilik bernama Bapak Mochairi. Kambing tersebut dijual dengan harga Rp. 2.500.000,00 dan Rp. 2.800.000,00 dengan sistem pembayaran tunai dibayar di tempat. Pakan yang diberikan berupa rumput-rumputan, kambing tersebut berasal dari Magelang. Hal ini didukung oleh pendapat Mulyono (2011) yang menyatakan bahwa kambing bligon merupakan salah satu kambing lokal Indonesia selain kambing kacang. Di beberapa daerah di Jawa Timur merupakan daerah pemelihara kambing ini, antara lain di kabupaten Malang, Kota Batu dan Kabupaten Lumajang. Di Malang terdapat beberapa kecamatan yang merupakan daerah padat populasi kambing tersebut yaitu Ampel Gading dan Lawang.  Kambing ini memiliki ciri-ciri telinga yang panjang, bulu yang lebat dengan warna hitam, putih dan kecokelatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasminati (2013) yang menyatakan bahwa kambing  bligon merupakan hasil perkawinan silang antara kambing ettawah dengan kambing kacang yang memiliki ciri-ciri yaitu daun telinga panjang yakni sekitar 18 - 30 cm, warna bulu yang bervariasi (coklat, hitam, putih dan perpaduan dari ketiga warna tersebut), tinggi badan mencapai 76 - 100 cm, ukuran bobot badan sekitar 40 kg untuk jantan dewasa dan 35 kg untuk betina dewasa, kambing jantan memiliki bulu agak panjang dan lebih tebal yang terdapat pada bagian atas dan bawah leher serta pada bagian pundaknya sedangkan pada betina hanya di bagian garis belakang paha.










2.            Pengamatan Jarak Dekat
2.1        Kambing Tampak Samping
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Kambing 1
Kambing 2
Gambar 2
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kambing nomor 1 dan 2 memiliki perototan dan perlemakan yang terlihat nyata. Namun kambing 2 memiliki tubuh yang lebih rendah daripada kambing nomor 1. Selain umur, dan manajemen pakan tinggi rendah tubuh kambing tersebut juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Penampilan kambing pejantan unggul dapat dilihat dari ukuran dan bentuk tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat  Mulyono (2011) menyatakan bahwa pemilihan penampilan bibit unggul kambing pejantan melalui kriteria tinggi gumba, panjang badan, panjang dan bentuk telinga, profil atau bentuk muka, bentuk mandibula (rahang bawah), tanduk dan panjang bulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosahastuti (2008) menyatakan bahwa pemilihan penampilan bibit unggul kambing pejantan melalui kriteria tinggi gumba, panjang badan, panjang dan bentuk telinga, profil muka, bentuk mandibula (rahang bawah), tanduk dan panjang bulu.

2.2        Kambing Tampak Depan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Kambing 1
Kambing 2
Gambar 3
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kambing bligon tampak depan diperoleh hasil bahwa, baik kambing 1 maupun kambing 2 memiliki bentuk muka cembung melengkung dengan dagu sedikit berjanggut, dan terdapat bulu gelambir pada leher. Hal ini sesuai dengan pendapat diperkuat oleh Sutama (2011) yang menyatakan bahwa kambing peranakan ettawah mempunyai bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18 - 30 cm) dan terkulai. Kemudian diperkuat oleh pendapat Mulyono (2011) yang menyatakan bahwa ciri-ciri kambing bligon adalah kepala melengkung atau cembung, dan tidak berjambul, bibir bawah lebih kedepan, telinga menempel muka dengan lipatan kedepan sekitar 30 cm, bergelambir, dan tanduk ke belakang melingkari telinga.

2.3.                 Kambing Tampak Belakang
Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
Kambing 1
Kambing 2
Gambar 3
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
            Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kambing 1 dan 2 merupakan kambing jenis persilangan antara kambing etawa dan kambing kacang atau jawa randu, sehingga beberapa sifat dari kedua kambing itu menurun. Kambing ini memiliki bulu yang lebat dan panjang di bagian kaki belakang. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasminati (2013) yang menyatakan bahwa Kambing ini berbulu di bagian atas dan bawah leher, rambut pundak dan paha belakang lebih lebat dan panjang. Hal ini diperkuat oleh pendapat Suparman (2007) yang menyatakan bahwa keempat kaki lurus dan terlihat kokoh serta tumit tinggi. Kambing ini juga mempunyai ekor atau tailhead yang pendek. Hal ini sesuai dengan pendapat SNI 7352 (2008) yang menyatakan bahwa kambing peranakan etawa mempunyai karakteristik khusus yaitu mempunyai ekor yang pendek.

2.4.            Kambing Tampak Atas
Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
Kambing 1
Kambing 2
Gambar 4
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
            Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak mengamati kambing dari bagian atas diperoleh hasil bahwa kambing 1 terlihat lebih kurus dibandingkan kambing, karena tidak terdapat banyak lemak dibagian loin atau punggung, punggungnya juga tidak rata atau lurus dan terlihat tulang rusuknya kecil. Sedangkan kambing 2 lebih terlihat berisi, punggung lurus, tulang rusuk tidak terlihat, bulu bersih serta tubuhnya terlihat lebih padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Jaelani et al. (2013) yang menyatakan bahwa ternak dinilai sangat kurus apabila tulang rusuk secara visual terlihat jelas dan kurus tulang rusuknya tidak jelas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Suparman (2007) yang menyatakan bahwa calon indukan kambing yang baik adalah bentuk tubuh padat, dada dalam dan lebar, garis punggung dan pinggang lurus, bulunya bersih dan mengkilap.

2.5.                 Umur
Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
Kambing 1
Kambing 2
Gambar 5
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
            Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak diperoleh hasil bahwa kambing 1 dan kambing 2 memiliki gigi poel/gigi seri tetap. Letak gigi seri lebih renggang dan lebih besar. Kedua kambing tersebut diperkirakan berumur 2 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Poespo (1965) yang menyatakan bahwa  gigi seri pada kambing berjumlah 4 pasang (2Dli, 2Dl2, 2Dl3, 2Dl4). Pada umur 1,5 – 2,5 tahun 2Dl2 digantikan oleh sepasang gigi seri permanen lateral (2l2). Semakin tua umur, bentuk keterasahan gigi menjadi lebar. Semakin tua umur, jarak antar gigi seri permanen semakin longgar atau renggang. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari Taylor (1995) yang menyatakan bahwa gigi seri berganti 2 buah (Pl2) hal itu berarti diperkirakan berumur 1,5 – 2 tahun.

















KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan tampak jauh dan tampak dekat pada kambing di pasar hewan Ambarawa dapat disimpulkan bahwa kambing tersebut adalah jenis kambing bligon yang merupakan salah satu kambing lokal Indonesia, merupakan  kambing hasil persilangan antara kambing etawah dengan kambing kacang memiliki ciri - ciri daun telinga panjang warna bulu yang bervariasi yakni (coklat, hitam, putih dan perpaduan dari ketiga warna tersebut), lebat dan panjang di bagian kaki belakang, muka cembung melengkung dengan dagu sedikit berjanggut, dan terdapat bulu gelambir pada leher. Kambing ini memiliki gigi poel/gigi seri tetap. Letak gigi seri lebih renggang dan lebih besar. Kambing tersebut diperkirakan berumur 2 tahun.








DAFTAR PUSTAKA

Jaelani A., M. S. Djaya dan M. Yanti. 2013. Komparasi Pendugaan Berat Badan Sapi Bali Jantan Dengan Metode Winter, Schoorl, Dan Penggunaan Pita Ukur Dalton. Media Sains. 5 (1) : 56 - 64.

Mulyono, S. 2011. Tekhnik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.
Poespo, S.1965. Pengetahuan tentang Umur Hewan/Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan, UGM. Yogyakarta.
Rasminati, N. 2013. Grade Kambing Peranakan Ettawa pada Kondisi Wilayah yang Berbeda. Sains Peternakan. 11 (1) : 43 - 48.

Rosahastuti, B. 2008. Korelasi Genetik Performans Produksi dan Statistik Vital
            Pada Kambing Hasil Persilanga Pejantan Boer Murni Dengan Kambing
            Lokal, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Puwokerto.
Standar Nasional Indonesia 7352. 2008. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Suparman. 2007. Beternak Kambing. Azka Pers. Jakarta.

Sutama, I. 2011. Kambing Peranakan ettawah Sumber Daya Ternak Penuh Berkah. Sinar Tani. Badan Litbang Pertanian. N0. 3427.
Taylor,  R.  E.  1995.  Scientific  Farm  Animal  Production  ;  An  Introduction  to
Animal Science, Fifth Edition. Prentice-Hall Inc., New Jersey.
















PENGAMATAN DOMBA
1.                  Pengamatan Jarak jauh
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
2.                 
Domba 1
Domba 2
Gambar 1
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa domba pertama dan kedua merupakan domba jenis ekor gemuk. Kedua domba tersebut berasal dari Sumowono yang dimiliki oleh bapak Budi, domba tersebut setiap harinya diberi pakan daun nangka dan rumput. Bobot badan domba pertama sebesar 50 kg dengan harga yaitu Rp. 2.500.000,00 sedangkan berat badan domba kedua sebesar 40 kg dengan harga Rp. 2.000.000,00. Cara transaksi dilakukan secara langsung atau tunai dengan cara membayarkan langsung kepada pemilik. Ukuran kaki domba menyesuaiakan bentuk atau postur tubuhnya. Jika postur tubuh kecil maka kaki domba kecil, sedangkan jika postur tubuh domba besar maka kaki domba juga besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan pendek. Domba ekor gemuk merupakan jenis domba pedaging atau domba potong. Domba jantan memilki berat badan 40 – 60 kg. Kemudian didukung oleh pendapat Aji (2010) yang menyatakan bahwa ukuran kaki domba menyesuaikan bobot badannya (proporsional). Hal ini diperkuat oleh pendapat Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa parameter utama harga hidup domba yang dilihat oleh jagal adalah kesesuaian antara harga hidup domba dengan persentase karkas yang dihasilkan jika domba tersebut dipotong.

2. Pengamatan Jarak Dekat
2.1.      Pengamatan Tampak Samping
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Domba 1
Domba 2
Gambar 2.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan data tersebut diperoleh hasil bahwa domba ekor gemuk memiliki bulu coklat, tidak bertanduk, bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba yang tahan terhadap panas. Bentuk kaki domba pertama lebih baik dibandingkan domba kedua. Domba pertama memiliki kaki yang normal, sedangkan domba kedua memiliki ukuran kaki yang tidak seimbang dengan tubuhnya. Tulang rusuk (ribs) pada domba pertama tidak teraba, sedangkan tulung rusuk (ribs) pada domba kedua teraba dan tidak berlemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa domba ekor gemuk memilki karakteristik yaitu bulunya berwarna coklat, tidak mempunyai tanduk, dan bulu wolnya kasar. Dengan tekstur bulu yang kasar, domba ini mampu bertahan dalam keadaan panas. Warna bulu pada domba tidak hanya dipengaruhi oleh gen pembawa tetapi dipengaruhi juga oleh kualitas tekstur dari lapisan bulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartika (2008) yang menyatakan bahwa ekspresi dari warna bulu pada domba dipengaruhi tidak hanya oleh gen - gen yang secara langsung mengontrol distribusi dan aktivitas melanosit, tetapi juga dipengaruhi oleh kualitas tekstur dari lapisan bulu. Hal ini kemudian diperkuat oleh pendapat Sudarmono dan Sugeng (2008) yang menyatakan bahwa domba yang memilki struktur kaki yang baik akan mampu mendukung badan dan sanggup berjalan menempuh jarak jauh dan tidak mudah lelah. Untuk memeriksa tulang rusuk dapat menggunakan ujung jari dengan cara meraba dari leher sampai punggung.






2.2.            Domba Tampak Depan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
Domba 1
Domba 2
Gambar 4
Sumber:Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.  
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa domba ekor gemuk memiliki ciri - ciri kepala tidak bertanduk, telinga kecil dan panjang berada di samping kepala, muka berwarna putih tidak ada sedikitpun warna hitam, serta muka berbentuk cembung. Domba pertama lebih baik dibandingkan dengan domba kedua karena bentuk muka domba kedua lebih cembung, sedangkan domba pertama cenderung cekung, sehingga terlihat agak kurus. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutama dan Budiarsa (2009) yang menyatakan bahwa Domba ekor gemuk jantan dan betina tidak bertanduk. Daun telinga domba ekor gemuk umumnya berukuran medium atau normal dengan posisi agak menggantung. Hal ini diperkuat dengan pendapat Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa ciri - ciri domba ekor gemuk antara lain kepala terlihat besar ringan dan berbentung cembung. Bagian di sekitar mata berwarna putih dan tidak ada noda hitam pada bibir mulut. Selain itu, telinga panjang dan kecil, daun telinga tumbuh kearah samping dan mendatar, leher panjang dan kecil, dan bergelambir. 

2.3.            Domba Tampak Belakang
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Domba 1
Domba 2
Gambar 4
Sumber:Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.  
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa domba ekor gemuk memiliki ciri - ciri ekor yang pendek namun pada pangkal ekor memiliki ukuran yang besar karena terdapat timbunan lemak. Domba satu lebih baik dibandingkan dengan domba dua karena tailhead (pangkal ekor) domba satu lebih mengandung banyak lemak dibandingkan dengan domba kedua, serta domba pertama juga memiliki round yang lebih besar dibandingkan dengan domba kedua. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung kecil tidak berlemak. Hal ini kemudian diperkuat dengan pendapat Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa domba ekor gemuk tampak lebih baik di wilayah yang lebih kering. Penimbunan lemak dibagian ekor pada domba ekor gemuk diperkirakan untuk penyimpanan energi pada saat musim kering ketika pakan biasanya rendah.

2.4.               Domba Tampak Atas
              Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Domba 1
Domba 2
Gambar 2.
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
              Berdasarkan data tersebut diperoleh hasil bahwa domba memiliki punggung yang lurus, dengan posisi bagian depan lebih tinggi dibandingkan posisi belakang, bentuk tubuhnya panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar, dan kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mansjoer et al. (2007) yang menyatakan bahwa domba memiliki tubuh yang panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar, dan kuat, punggung domba lurus dan bagian depan lebih tinggi dibandingkan posisi belakang. Hal ini didukung oleh pendapat Rismayanti (2010) bahwa domba memiliki garis punggung dan pinggang lurus, bulu lunak dan mengkilat. Domba pertama telihat lebih kekar dan gemuk karena bentuk punggung lurus, rata, padat dan punggungnya nampak lebih panjang sedangkan domba pengamatan kedua memiliki bentuk punggung yang lurus, rata tetapi tidak padat dan punggungnya nampak pendek. Sehingga domba kesatu telihat lebih gemuk dibanding domba kedua.

2.5.      Pendugaan Umur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
Domba 1
                          Domba 2       
Gambar 4
Sumber:Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.  
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa cara memprediksi umur domba dapat dilihat dari jumlah gigi seri atau gigi tetap yang sudah tumbuh. Domba pertama lebih tua dibandingkan dengan domba kedua. Domba satu diperkirakan memiliki umur 2 tahun, karena memilik poel 2, sedangkan umur domba kedua diperkirakan memiliki umur 18 bulan karena memiliki poel 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarmono dan Sugeng (2008) yang menyatakan bahwa apabila peternak tidak mempunyai cacatan tanggal lahir, umur domba dapat diketahui dengan melihat gigi susunya. Gigi susu adalah gigi yang tumbuh terdahulu dan akan mengalami pergantian dengan gigi tetap. Hal ini diperkuat oleh pendapat Trisnawanto et al. (2012) yang menyatakan bahwa domba poel 1 berumur sekitar 12 - 24 bulan, sedangkan domba poel 2 berumur sekitar 24 - 36 bulan.













KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan tampak jauh dan tampak dekat pada domba di Pasar Hewan Ambarawa dapat disimpulkan bahwa domba ekor gemuk mempunyai karakteristik yang khas yaitu ekor yang besar, lebar dan panjang, bulu coklat, tidak bertanduk, bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba yang tahan terhadap panas.  Domba ini memiliki punggung yang lurus, dengan posisi bagian depan lebih tinggi dibandingkan posisi belakang, bentuk tubuhnya panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar, dan kuat. Domba ekor gemuk memiliki ciri - ciri ekor yang pendek namun pada pangkal ekor memiliki ukuran yang besar karena terdapat timbunan lemak. Cara memprediksi umur domba dapat dilihat dari jumlah gigi seri yang sudah tanggal atau dikenal dengan istilah poel.



DAFTAR PUSTAKA
Aji, I.B. 2010. Ukuran Morfometrik Domba Lokal Jantan Pasa Tingkat Kecepatan Pertumbuhan yang Berbeda (Skripsi). IPB, Bogor.
Kartika, L. 2008. Keragaman dan Karakteristik Warna Bulu Domba - Domba Lokal (Ekor Gemuk, Ekor Tipis, Kisar dan Garut). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mansjoer, S.S., T. Kertanugraha dan C. Sumantri. 2007. Estimasi jarak genetik antar domba garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Media Peternakan. 30(2): 129-138.
Pamungkas, G. 2012. Usaha Penggemukkan Sapi Potong dan Domba. Araska. Yogyakarta.
Purbowati, E. 2009. Usaha Penggemukan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rismayanti, Y. 2010. Pengelolaan Ternak Domba. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Barat.
Sudarmono, A.S., dan Sugeng. 2008. Beternak Domba Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutama, K. dan IGM. Budiarsa. 2009. Panduan Lengkap Kambing dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Trisnawanto, R. Adiwinarti dan W. S. Dilaga. 2012. Hubungan Antara Ukuran-ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Dombos Jantan.  (1) : 160.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar