ILMU TILIK TERNAK
oleh :
Kelompok VIII
FAKULTAS
PETERNAKAN DAN PERTAIAN
UNIVERSITASDIPONEGORO
SEMARANG
2014
PENGAMATAN
SAPI
1.
Pengamatan
Jarak Jauh
Berdasarkan praktikumyang telah dilakukan diketahui
bahwa :
|
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Gambar 1.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa pada pengamatan jarak jauh, terlihat sapi 1 adalah sapi Simental dengan ukuran tubuh yang sedang dan memiliki berat
300 kg, sapi milik Bapak Eko Cahyono ini berasal dari Pati dan ditawarkan
dengan harga Rp 17.500.000. Cara transaksi
pembayarannya adalah lunas ditempat.
Menurut pemiliknya sapi ini berumur 2 tahun dan pakan yang
diberikan yaitu jerami basah. Sapi tersebut adalah sapi Simental dengan ukuran tubuh besar dan memiliki berat 400 kg.
Sapi milik Bapak Suwarso ini berasal dari Boyolali ditawarkan dengan harga Rp
37.000.000. Cara transaksi pembayarannya adalah
lunas ditempat.
Menurut pemiliknya sapi ini berumur 6 tahun dan pakan yang
diberikan yaitu jerami. Sapi simental memiliki
warna cokelat muda atau kekuningan dan memiliki warna putih pada bagian muka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Djarijah (1996) bahwa sapi simental memiliki warna cokelat muda atau kekuningan
dan memiliki warna putih pada muka, lutut dan garis gelambir. Sapi simental
merupakan bangsa sapi potong yang harga dagingnya sekitar Rp 23.000/kg sampai
Rp. 25.000/kg. Hal ini sesuai dengan pendapat Fikar dan Rusyandi (2010) yang menyatakan bahwa
bobot hidup daging sapi Rp 23.000/kg sampai Rp. 25.000/kg.
2.
Pengamatan
Jarak Dekat
2.1. Sapi Tampak Samping
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
|
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Gambar 2.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa pada
pengamatan sapi jarak dekat tampak samping
terlihat pada sapi 1 memiliki bentuk tubuh silindris dan badannya panjang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Djarijah (1996) yang menyatakan bahwa postur
tubuh sapi bakalan yang baik memiliki ciri-ciri badannya panjang, bulat
silindris dan bila dilihat dari samping tampak membentuk segi empat serta
tinggi badan panjang dan proporsi
bagian-bagian tubuh lain seimbang. Pada
sapi 1 terlihat tulang rusuk tidak terlihat
nyata, memiliki perototan penuh dan hooks dan pins tampak
agak nyata, hal ini menunjukkan bahwa sapi 1 memiliki BCS 5. Sedangkan pada sapi 2 terlihat tulang rusuk tampak
nyata, hooks dan
pins tampak nyata, hal ini
menunjukkan bahwa sapi 2 memiliki BCS 3. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Neel (2014) bahwa BCS dapat digunakan untuk mengukur “lemak” yang dibawa ternak
tersebut, dimana BCS rendah menandakan lemak tubuh ternak sedikit sedangkan BCS
tinggi menandakan lemak tubuh ternak banyak.
2.2. Sapi
Tampak Depan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diketahui bahwa :
|
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Gambar 3.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa pada
pengamatan sapi jarak dekat tampak depan, pada sapi 1 dan 2 terlihat sehat
karena mulut dan hidungnya tidak berliur/berbusa dan matanya tampak cerah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Guntoro
(2002) yang menyatakan bahwa kualitas
sapi yang baik dapat dilihat dari kondisi eksterior meliputi kulit sehat dan
terawat, mata cerah, kaki besar, tegak dan kokoh karena berkaitan dengan
keharmonisan perkembangan tubuh. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Pamungkas
(2012) yang menyatakan bahwa sapi
yang baik memiliki penglihatan yang baik dengan cakupan pandangan yang luas dan
indra penciuman yang kuat.
2.3. Sapi
Tampak Belakang
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa :
|
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Gambar 4.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasih bahwa pada pengamatan
sapi jarak dekat tampak belakang terlihat bentuk kaki yang kuat
dan kokoh serta memiliki keseimbangan dari 4 kakinya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012) yang
menyatakan bahwa memilih bibit yang baik kaki besar dan kokoh serta keempat
kaki memiliki titik berat yang sama dan paha sampai pergelangan penuh berisi
daging. Hal ini
juga diperkuat dengan pendapat
Sugeng (1996) yang menyatakan bahwa pengamatan eksterior sapi bagian belakang
dilakukan pada bagian pinggang, kaki dan ekor.
2.4. Sapi Tampak Atas
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diketahui bahwa :
|
|
Sapi1
|
Sapi 2
|
Gambar 5. Sapi
Tampak Atas
|
Sumber : Data Primer Pratikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan
hasil pengamatan ternak sapi diperoleh hasil bahwa sapi 1 dan 2 memiliki jenis
simental yang memiliki garis punggung yang berbeda. Pada sapi 1 memiliki garis
punggung yang lebih melengkung dan memiliki pundak yang berotot dibandingkan
dengan sapi 2 yang memiliki garis punggung lebih datar dan pundak kurang berotot.
Garis punggung terdiri dari garis punggung melengkung dan garis punggung datar
yang berkaitan dengan bentuk karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumatri
(2011) menyatakan bahwa garis punggung ada kaitannya dengan bentuk karkas,
punggung yang mempunyai garis punggung datar mempunyai karkas yang lebih baik
daripada yang bergaris punggung melengkung ke dalam. Perbedaan punggung sapi 1
dan 2 disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yosita (2010) menyatakan bahwa seekor ternak merupakan hasil dari
pengaruh faktor genetik dan faktor lingkungan, seekor sapi yang memiliki
genetik tinggi tidak akan menunjukkan performa produksi yang baik apabila tidak
didukung oleh lingkungan yang baik, begitu juga sebaliknya.
2.5. Pendugaan Umur
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diketahui bahwa :
|
|
Sapi 1
|
Sapi 2
|
Gambar 5.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa pada
pengamatan pendugaan umur sapi, sapi 1 terlihat belum berganti gigi (belum
poel) maka dapat diperkirakan bahwa umur dari sapi ini kurang dari 1,5 tahun. Sedangkan pada sapi 2 terlihat
sudah berganti sepasang gigi depan (poel 1) maka dapat
diperkirakan bahwa umur dari sapi ini adalah 2
- 2,5
tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Parish dan Rhinehart (2013) bahwa
sepasang gigi permanen depan ternak (poel 1) muncul pada umur 18
- 24
bulan dan sudah tumbuh sempurna pada sapi yang berumur 2 tahun. Hal ini juga
sesuai pendapat Frandson et al. (1992) bahwa pergantian gigi ternak (poel) cukup konsisten sehingga dapat
digunakan untuk memperkirakan umur ternak berdasarkan susunan giginya secara
akurat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan ternak sapi di Pasar Hewan
Ambarawa dapat disimpulkan bahwa, sapi tersebut adalah jenis sapi simental
dengan ciri-ciri memiliki
warna cokelat muda atau kekuningan dan memiliki warna putih pada muka dan kaki. Sapi yang baik memiliki kaki
yang kuat dan kokoh.Sapi yang sehat, mulut
dan hidungnya tidak berliur atau berbusa dan matanya tampak cerah. sapi kesatu memiliki garis punggung yang
lebih melengkung dan memiliki pundak yang berotot dibandingkan dengan sapi kedua yang memiliki garis pungung
lebih datar dan pundak kurang berotot. Garis punggung terdiri dari garis
punggung melengkung dan garuis punggung datar yang berkaitan dengan bentuk
karkas. Pengamatan
pendugaan umur sapi, sapi kesatu terlihat belum berganti gigi (belum poel) maka
dapat diperkirakan bahwa sapi ini berumur kurang dari satu setengah tahun.
Sedangkan pada sapi kedua terlihat sudah berganti sepasang gigi depan (poel 1)
maka dapat diperkirakan bahwa sapi ini berumur dua sampai dua setengah tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. 2006. Pengaruh
Pengunaan Onggok dan Isi Rumen Sapi Dalam Pakan Komplit Terhadap Penampilan
Kambing Peranakan Etawah. Majalah Ilmu Peternakan. 9 (3):1-10. ISSN: 0853-8999.
Djarijah,
A.S. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kasinus,Yogyakarta.
Fikar,S dan Rusyandi. 2010. Beternak dan Bisnis
Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Frandson, R.D., W.L.
Wilke, dan A.D. Fail. 1992. Anatomy and Physiology of Farm Animal.
Wiley-Blackwell, USA.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi
Bali.Kasinius, Yogyakarta.
Neel, B.J.. 2014.
Animal Science Update. University of Tennessee Extenxion, Tennessee.
Pamungkas,
D.G. 2012. Usaha
Penggemukkan Sapi Potong dan Domba. Araska.Yogyakarta.
Parish, J.A. dan
J.D. Rhinehart. 2013. Body Condition Scoring Beef Cattle. Extension Service of
Mississippi State University, Mississippi
Parish, J.A.dan
J.D.Rhinehart. 2013. Estimating Cattle Age Using Dentition. Extension Service
of Mississippi State University, Mississippi.
Sugeng,Y.B. 1996.
Sapi Potong Penebar Swadaya. Jakarta.
Sumantri, C. 2011. Keragaan Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Kerbau Lokal di
Propinsi Banten. Fakultas Peternakan Insititut Pertanian Bogor, Bogor.
Propinsi Banten. Fakultas Peternakan Insititut Pertanian Bogor, Bogor.
Yosita, M. 2010. Persentase Karkas, Tebal Lemak
Punggung dan Indeks
Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole dan Australian Comemercial
Cross. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Perdagingan Sapi Bali Peranakan Ongole dan Australian Comemercial
Cross. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
PENGAMATAN KAMBING
1.
Pengamatan
Jarak Jauh
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
|
|
Kambing 1
|
Kambing 2
|
Gambar 1
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak,
2014.
Berdasarkan hasil pengamatan ternak
kambing di Pasar Hewan Ambarawa, diperoleh data bahwa dalam pengamatan kambing jarak jauh baik kambing 1 maupun
kambing 2 adalah seekor
kambing jenis bligon. Umumnya dikenal dengan
sebutan kambing Jawa Randu yang berumur 2 tahun dengan bobot badan 30 kg dan 35
kg dari pemilik bernama Bapak Mochairi. Kambing tersebut dijual dengan harga
Rp. 2.500.000,00 dan Rp. 2.800.000,00 dengan sistem pembayaran tunai dibayar di
tempat. Pakan yang diberikan berupa rumput-rumputan, kambing tersebut berasal
dari Magelang. Hal
ini didukung oleh pendapat
Mulyono (2011)
yang menyatakan bahwa kambing bligon merupakan salah satu kambing lokal
Indonesia selain kambing kacang. Di beberapa daerah di Jawa Timur merupakan
daerah pemelihara kambing ini, antara lain di kabupaten Malang, Kota Batu dan
Kabupaten Lumajang. Di Malang terdapat beberapa kecamatan yang merupakan daerah
padat populasi kambing tersebut yaitu Ampel Gading dan Lawang. Kambing ini memiliki
ciri-ciri telinga
yang panjang, bulu
yang lebat dengan warna hitam, putih dan kecokelatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasminati (2013) yang menyatakan bahwa
kambing bligon merupakan hasil
perkawinan silang antara kambing ettawah dengan kambing kacang yang memiliki ciri-ciri yaitu daun
telinga panjang yakni sekitar 18 - 30 cm, warna bulu yang bervariasi (coklat,
hitam, putih dan perpaduan dari ketiga warna tersebut), tinggi badan mencapai
76 - 100 cm, ukuran bobot badan sekitar 40 kg untuk jantan dewasa dan 35 kg
untuk betina dewasa, kambing jantan memiliki bulu agak panjang dan lebih tebal
yang terdapat pada bagian atas dan bawah leher serta pada bagian pundaknya
sedangkan pada betina hanya di bagian garis belakang paha.
2.
Pengamatan
Jarak Dekat
2.1
Kambing
Tampak Samping
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
|
|
Kambing 1
|
Kambing 2
|
Gambar 2
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan
hasil pengamatan pada kambing nomor 1 dan 2 memiliki perototan dan perlemakan
yang terlihat nyata. Namun kambing 2 memiliki tubuh yang lebih rendah daripada
kambing nomor 1. Selain umur, dan manajemen pakan tinggi rendah tubuh kambing
tersebut juga dipengaruhi oleh faktor genetik.
Penampilan kambing pejantan unggul dapat dilihat
dari ukuran dan bentuk tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyono (2011)
menyatakan bahwa pemilihan penampilan bibit unggul kambing pejantan melalui
kriteria tinggi gumba, panjang badan, panjang dan bentuk telinga, profil atau bentuk muka, bentuk mandibula
(rahang bawah),
tanduk dan panjang bulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosahastuti (2008) menyatakan bahwa
pemilihan penampilan bibit unggul kambing pejantan melalui kriteria tinggi
gumba, panjang badan, panjang dan bentuk telinga, profil muka, bentuk mandibula
(rahang bawah), tanduk dan panjang bulu.
2.2
Kambing
Tampak Depan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh data
sebagai berikut :
|
|
Kambing 1
|
Kambing 2
|
Gambar 3
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan
hasil pengamatan pada kambing bligon
tampak depan diperoleh hasil bahwa, baik kambing 1 maupun kambing 2 memiliki
bentuk muka cembung melengkung dengan dagu sedikit berjanggut, dan terdapat
bulu gelambir pada leher. Hal ini sesuai dengan pendapat diperkuat
oleh Sutama (2011) yang menyatakan bahwa
kambing peranakan ettawah mempunyai bentuk
muka cembung, telinga relatif panjang (18 - 30
cm) dan terkulai. Kemudian
diperkuat oleh pendapat Mulyono (2011) yang menyatakan bahwa ciri-ciri kambing bligon adalah kepala melengkung
atau cembung, dan tidak berjambul, bibir bawah lebih kedepan, telinga menempel muka dengan
lipatan kedepan sekitar 30 cm, bergelambir, dan tanduk ke belakang melingkari
telinga.
2.3.
Kambing
Tampak Belakang
Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak
yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
|
|
Kambing 1
|
Kambing 2
|
Gambar 3
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak,
2014.
Berdasarkan praktikum ilmu tilik
ternak yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kambing 1 dan 2 merupakan
kambing jenis persilangan antara kambing etawa dan kambing kacang atau jawa
randu, sehingga beberapa sifat dari kedua kambing itu menurun. Kambing ini
memiliki bulu yang lebat dan panjang di bagian kaki belakang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rasminati (2013) yang menyatakan bahwa Kambing ini berbulu di
bagian atas dan bawah leher, rambut pundak dan paha belakang lebih lebat dan
panjang. Hal ini diperkuat oleh pendapat Suparman (2007) yang menyatakan bahwa
keempat kaki lurus dan terlihat kokoh serta tumit tinggi. Kambing ini juga
mempunyai ekor atau tailhead yang
pendek. Hal ini sesuai dengan pendapat SNI 7352 (2008) yang menyatakan bahwa
kambing peranakan etawa mempunyai karakteristik khusus yaitu mempunyai ekor
yang pendek.
2.4.
Kambing
Tampak Atas
Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak
yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
|
|
Kambing
1
|
Kambing
2
|
Gambar 4
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum ilmu tilik
ternak mengamati kambing dari bagian atas diperoleh hasil bahwa kambing 1
terlihat lebih kurus dibandingkan kambing, karena tidak terdapat banyak lemak
dibagian loin atau punggung,
punggungnya juga tidak rata atau lurus dan terlihat tulang rusuknya kecil.
Sedangkan kambing 2 lebih terlihat berisi, punggung lurus, tulang rusuk tidak
terlihat, bulu bersih serta tubuhnya terlihat lebih padat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jaelani et al. (2013)
yang menyatakan bahwa ternak dinilai sangat kurus apabila tulang rusuk secara
visual terlihat jelas dan kurus tulang rusuknya tidak jelas. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Suparman (2007) yang menyatakan bahwa calon indukan kambing yang
baik adalah bentuk tubuh padat, dada dalam dan lebar, garis punggung dan
pinggang lurus, bulunya bersih dan mengkilap.
2.5.
Umur
Berdasarkan praktikum ilmu tilik ternak
yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
|
|
Kambing
1
|
Kambing
2
|
Gambar 5
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan praktikum ilmu tilik
ternak diperoleh hasil bahwa kambing 1 dan kambing 2 memiliki gigi poel/gigi
seri tetap. Letak gigi seri lebih renggang dan lebih besar. Kedua kambing tersebut diperkirakan berumur 2
tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Poespo (1965) yang menyatakan bahwa gigi seri pada kambing berjumlah 4 pasang
(2Dli, 2Dl2, 2Dl3, 2Dl4). Pada umur
1,5 – 2,5 tahun 2Dl2 digantikan oleh sepasang gigi seri permanen
lateral (2l2). Semakin tua umur, bentuk keterasahan gigi menjadi
lebar. Semakin tua umur, jarak antar gigi seri permanen semakin longgar atau
renggang. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari Taylor (1995) yang menyatakan
bahwa gigi seri berganti 2 buah (Pl2) hal itu berarti diperkirakan
berumur 1,5 – 2 tahun.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan tampak jauh dan tampak dekat
pada kambing di pasar hewan Ambarawa dapat disimpulkan bahwa kambing
tersebut adalah jenis kambing bligon yang merupakan
salah satu kambing lokal Indonesia, merupakan kambing hasil persilangan antara kambing
etawah dengan kambing kacang memiliki ciri - ciri daun telinga
panjang warna bulu yang bervariasi yakni (coklat, hitam, putih dan perpaduan
dari ketiga warna tersebut), lebat
dan panjang di bagian kaki belakang, muka cembung melengkung dengan dagu
sedikit berjanggut, dan terdapat bulu gelambir pada leher. Kambing ini memiliki gigi
poel/gigi seri tetap. Letak gigi seri lebih renggang dan lebih besar. Kambing tersebut diperkirakan berumur 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Jaelani A., M. S. Djaya dan M.
Yanti. 2013. Komparasi Pendugaan Berat Badan Sapi Bali Jantan Dengan Metode
Winter, Schoorl, Dan Penggunaan Pita Ukur Dalton. Media Sains. 5 (1) : 56 - 64.
Mulyono, S. 2011. Tekhnik
Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.
Poespo, S.1965.
Pengetahuan tentang Umur Hewan/Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan, UGM.
Yogyakarta.
Rasminati, N. 2013. Grade Kambing
Peranakan Ettawa pada Kondisi Wilayah yang Berbeda. Sains Peternakan. 11
(1) : 43 - 48.
Rosahastuti,
B. 2008. Korelasi Genetik Performans Produksi dan Statistik Vital
Pada Kambing Hasil Persilanga Pejantan Boer Murni Dengan Kambing
Lokal, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Puwokerto.
Pada Kambing Hasil Persilanga Pejantan Boer Murni Dengan Kambing
Lokal, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Puwokerto.
Standar Nasional Indonesia 7352. 2008. Bibit
kambing peranakan Ettawa (PE). Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Suparman. 2007. Beternak Kambing. Azka Pers. Jakarta.
Sutama, I. 2011. Kambing
Peranakan ettawah Sumber Daya Ternak Penuh Berkah. Sinar Tani. Badan Litbang
Pertanian. N0. 3427.
Taylor, R.
E. 1995. Scientific
Farm Animal Production
; An Introduction
to
Animal Science, Fifth Edition.
Prentice-Hall Inc., New Jersey.
PENGAMATAN DOMBA
1.
Pengamatan
Jarak jauh
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
2.
|
|
Domba 1
|
Domba 2
|
Gambar 1
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan
hasil pengamatan diperoleh
bahwa domba pertama dan kedua merupakan domba jenis ekor gemuk. Kedua domba
tersebut berasal dari Sumowono yang dimiliki oleh bapak Budi, domba tersebut
setiap harinya diberi pakan daun nangka dan rumput. Bobot badan domba pertama
sebesar 50 kg dengan harga yaitu Rp. 2.500.000,00 sedangkan berat badan
domba kedua sebesar 40 kg dengan harga Rp.
2.000.000,00.
Cara transaksi dilakukan secara langsung atau tunai dengan cara membayarkan
langsung kepada pemilik. Ukuran kaki domba menyesuaiakan bentuk atau postur
tubuhnya. Jika postur tubuh kecil maka kaki domba kecil, sedangkan jika postur
tubuh domba besar maka kaki domba juga besar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik
khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan pendek. Domba ekor
gemuk merupakan jenis domba pedaging atau domba potong. Domba jantan memilki
berat badan 40 – 60 kg. Kemudian
didukung oleh pendapat Aji (2010) yang menyatakan bahwa ukuran kaki domba
menyesuaikan bobot badannya (proporsional). Hal ini diperkuat oleh pendapat
Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa parameter utama harga hidup domba yang
dilihat oleh jagal adalah kesesuaian antara harga hidup domba dengan persentase
karkas yang dihasilkan jika domba tersebut dipotong.
2. Pengamatan
Jarak Dekat
2.1. Pengamatan Tampak Samping
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh data sebagai
berikut :
|
|
Domba 1
|
Domba 2
|
Gambar 2.
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan
data tersebut diperoleh hasil bahwa domba ekor gemuk memiliki bulu coklat,
tidak bertanduk, bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba yang tahan
terhadap panas. Bentuk kaki domba pertama lebih baik dibandingkan domba kedua.
Domba pertama memiliki kaki yang normal, sedangkan domba kedua memiliki ukuran
kaki yang tidak seimbang dengan tubuhnya. Tulang rusuk (ribs) pada domba pertama tidak teraba, sedangkan tulung rusuk (ribs) pada domba kedua teraba dan tidak
berlemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012) yang menyatakan bahwa
domba ekor gemuk memilki karakteristik yaitu bulunya berwarna coklat, tidak
mempunyai tanduk, dan bulu wolnya kasar. Dengan tekstur bulu yang kasar, domba ini
mampu bertahan dalam keadaan panas. Warna bulu pada domba tidak hanya
dipengaruhi oleh gen pembawa tetapi dipengaruhi juga oleh kualitas tekstur dari
lapisan bulu. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartika (2008) yang menyatakan bahwa
ekspresi dari warna bulu pada
domba dipengaruhi tidak hanya oleh gen - gen yang secara langsung mengontrol
distribusi dan aktivitas melanosit, tetapi
juga dipengaruhi oleh kualitas
tekstur dari lapisan bulu. Hal ini kemudian
diperkuat oleh pendapat Sudarmono dan Sugeng (2008) yang
menyatakan bahwa domba yang memilki struktur kaki yang baik akan mampu
mendukung badan dan sanggup berjalan menempuh jarak jauh dan tidak mudah lelah.
Untuk memeriksa tulang rusuk dapat menggunakan ujung jari dengan cara meraba
dari leher sampai punggung.
2.2.
Domba
Tampak Depan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
|
|
Domba 1
|
Domba 2
|
Gambar 4
|
Sumber:Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak,
2014.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa domba ekor gemuk memiliki
ciri - ciri kepala tidak bertanduk, telinga kecil dan panjang berada di samping
kepala, muka berwarna putih tidak ada sedikitpun warna hitam, serta muka
berbentuk cembung. Domba pertama lebih baik dibandingkan dengan domba kedua karena
bentuk muka domba kedua lebih cembung, sedangkan domba pertama cenderung
cekung, sehingga terlihat agak kurus. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutama dan
Budiarsa (2009) yang menyatakan bahwa Domba ekor gemuk jantan dan betina tidak
bertanduk. Daun telinga domba ekor gemuk umumnya berukuran medium atau normal
dengan posisi agak menggantung. Hal ini diperkuat dengan pendapat Purbowati
(2009) yang menyatakan bahwa ciri - ciri domba ekor gemuk antara lain kepala terlihat
besar ringan dan berbentung cembung. Bagian di sekitar mata berwarna putih dan
tidak ada noda hitam pada bibir mulut. Selain itu, telinga panjang dan kecil,
daun telinga tumbuh kearah samping dan mendatar, leher panjang dan kecil, dan
bergelambir.
2.3.
Domba
Tampak Belakang
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
|
|
Domba 1
|
Domba 2
|
Gambar 4
|
Sumber:Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak,
2014.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa domba ekor gemuk memiliki ciri - ciri ekor yang
pendek namun pada pangkal ekor memiliki ukuran yang besar karena terdapat
timbunan lemak. Domba satu lebih baik dibandingkan dengan domba dua karena tailhead (pangkal ekor) domba satu lebih
mengandung banyak lemak dibandingkan dengan domba kedua, serta domba pertama
juga memiliki round yang lebih besar
dibandingkan dengan domba kedua. Hal ini sesuai dengan pendapat Pamungkas (2012)
yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor
gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar
merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung kecil tidak berlemak. Hal ini kemudian diperkuat dengan
pendapat Purbowati (2009) yang menyatakan bahwa domba ekor gemuk tampak lebih
baik di wilayah yang lebih kering. Penimbunan lemak dibagian ekor pada domba
ekor gemuk diperkirakan untuk penyimpanan energi pada saat musim kering ketika
pakan biasanya rendah.
2.4.
Domba
Tampak Atas
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh
data sebagai berikut :
|
|
Domba
1
|
Domba
2
|
Gambar 2.
|
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak, 2014.
Berdasarkan data tersebut
diperoleh hasil bahwa domba memiliki punggung yang lurus, dengan posisi bagian
depan lebih tinggi dibandingkan posisi belakang, bentuk tubuhnya panjang dan
bulat, bagian dadanya besar, lebar, dan kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mansjoer et al. (2007) yang menyatakan bahwa
domba memiliki tubuh yang panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar, dan
kuat, punggung domba lurus dan bagian depan lebih tinggi dibandingkan posisi
belakang. Hal ini didukung oleh pendapat Rismayanti (2010) bahwa domba memiliki
garis punggung dan pinggang lurus, bulu lunak dan mengkilat. Domba pertama
telihat lebih kekar dan gemuk karena bentuk punggung lurus, rata, padat dan
punggungnya nampak lebih panjang sedangkan domba pengamatan kedua memiliki bentuk
punggung yang lurus, rata tetapi tidak padat dan punggungnya nampak pendek.
Sehingga domba kesatu telihat lebih gemuk dibanding domba kedua.
2.5. Pendugaan
Umur
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh data sebagai berikut :
|
|
Domba 1
|
Domba 2
|
Gambar 4
|
Sumber:Data Primer Praktikum Ilmu Tilik Ternak,
2014.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa cara memprediksi umur
domba dapat dilihat dari jumlah gigi seri atau gigi tetap yang sudah tumbuh.
Domba pertama lebih tua dibandingkan dengan domba kedua. Domba satu
diperkirakan memiliki umur 2 tahun, karena memilik poel 2, sedangkan umur domba
kedua diperkirakan memiliki umur 18 bulan karena memiliki poel 1. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudarmono dan Sugeng (2008) yang menyatakan bahwa
apabila peternak tidak mempunyai cacatan tanggal lahir, umur domba dapat
diketahui dengan melihat gigi susunya. Gigi susu adalah gigi yang tumbuh
terdahulu dan akan mengalami pergantian dengan gigi tetap. Hal ini diperkuat oleh pendapat Trisnawanto et al. (2012) yang menyatakan
bahwa domba poel 1 berumur sekitar
12 - 24 bulan, sedangkan
domba poel 2 berumur sekitar 24 - 36 bulan.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan tampak jauh dan tampak dekat pada domba
di Pasar Hewan Ambarawa dapat disimpulkan
bahwa domba ekor gemuk mempunyai karakteristik yang khas yaitu ekor yang besar,
lebar dan panjang, bulu
coklat, tidak bertanduk, bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba
yang tahan terhadap panas. Domba
ini memiliki punggung yang lurus, dengan
posisi bagian depan lebih tinggi dibandingkan posisi belakang, bentuk tubuhnya
panjang dan bulat, bagian dadanya besar, lebar, dan kuat. Domba ekor gemuk
memiliki ciri - ciri ekor yang pendek namun pada pangkal ekor memiliki ukuran
yang besar karena terdapat timbunan lemak.
Cara memprediksi umur domba dapat dilihat
dari jumlah gigi seri yang sudah tanggal
atau dikenal dengan istilah poel.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, I.B. 2010. Ukuran
Morfometrik Domba Lokal Jantan Pasa Tingkat Kecepatan Pertumbuhan yang Berbeda (Skripsi). IPB, Bogor.
Kartika,
L. 2008. Keragaman dan Karakteristik Warna Bulu Domba - Domba Lokal (Ekor
Gemuk, Ekor Tipis, Kisar dan Garut). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mansjoer,
S.S., T. Kertanugraha dan C. Sumantri. 2007. Estimasi jarak genetik antar domba
garut tipe tangkas dengan tipe pedaging. Media Peternakan. 30(2): 129-138.
Pamungkas, G. 2012. Usaha
Penggemukkan Sapi Potong dan Domba. Araska. Yogyakarta.
Purbowati, E. 2009. Usaha Penggemukan Domba.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rismayanti,
Y. 2010. Pengelolaan Ternak Domba. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa
Barat.
Sudarmono, A.S., dan Sugeng. 2008. Beternak Domba Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutama, K. dan IGM. Budiarsa. 2009. Panduan Lengkap Kambing dan Domba.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Trisnawanto, R. Adiwinarti dan W. S. Dilaga. 2012. Hubungan Antara
Ukuran-ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Dombos Jantan. (1) : 160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar