BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Ternak unggas merupakan sekelompok
unggas (aves) dengan memiliki tujuan
pemeliharan yang berbeda. Ternak unggas dibedakan menurut tipenya yaitu unggas
air dan unggas darat. Tujuan pemeliharaan unggas dapat dilihat dari nilai
ekonomis yang dibedakan menjadi empat tipe yaitu tipe petelur, tipe pedaging,
tipe dwiguna dan tipe fancy.
Pengenalan jenis bahan pakan dibutuhkan untuk menghindari adanya zat asing pada
bahan pakan sehingga peternak tidak mudah untuk dicurangi. Perhitungan
kebutuhan pakan ternak unggas sangat dibutuhkan untuk efisiensinitas pakan . Pengenalan
anatomi dan fisiologi unggas dibutuhkan untuk mengenali ciri dan fungsi organ
yang untuk mengidentifikasi penyakit pada unggas.
Tujuan dari praktikum adalah mampu membedakan
karakteristik unggas unggas darat, unggas air maupun unggas jantan, unggas
betina. Formulasi ransum pada ternak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
zat-zat makanan selama 24 jam. Perhitungan kebutuhan pakan per unit unggas
sangat diperlukan untuk efisiensinitas pakan. Pengenalan anatomi dan fisiologi
ternak dibutuhkan dalam penanganan dan pengidentifikasian suatu penyakit.
Manfaat yang diperoleh setelah melakukan praktikum adalah dapat membedakan
unggas darat dan air, dapat membedakan unggas jantan dan betina, dapat
mengetahui perbedaan unggas yang sakit atau tidak, dan mengetahui macam bahan
pakan yang sesuai dengan unggas untuk dijadikan ransum untuk memenuhi kebutuhan
selama 24 jam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan
Jenis dan Klasifikasi Unggas
Klasifikasi
merupakan pengelompokan jenis ternak berdasarkan persamaan dan perbedaan
karakteristik. Klasifikasi standar menurut buku The American Standar of
Perfection dikelompokkan
berdasarkan bangsa, ras, varietas dan strain. Terdapat empat kelas yang penting
pada ayam antara lain kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas
Asia (Suprijatna et al., 2005). Klasifikasi ayam dapat dibedakan menurut
asal-usul ternak unggas tersebut dan bentuk fisiknya yaitu menurut kelas,
bangsa, varietas dan strain. Menurut kelasnya terdapat empat kelas ayam yaitu
kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania, dan kelas Asia (Rahayu et
al., 2013).
2.1.1.1. Kelas Inggris, merupakan ayam yang dikembangkan di Inggris, memiliki tubuh besar,
kulit putih, apabila bertelur kerabang telurnya berwarna coklat kekuningan dan
bulunya merapat ketubuh (Suprijatna et
al., 2005). Ciri umum dari ayam kelas Inggris adalah memiliki cuping telinga
berwarna merah, kulitnya berwarna putih dan memiliki kulit telur yang berwarna
coklat
(Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Inggris berbadan besar dengan bentuk daging yang baik, kulitnya berwarna putih serta memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Inggris adalah ayam Orpington dan ayam Australorp (Yuwanta, 2014).
(Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Inggris berbadan besar dengan bentuk daging yang baik, kulitnya berwarna putih serta memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Inggris adalah ayam Orpington dan ayam Australorp (Yuwanta, 2014).
2.1.1.2.
Kelas Amerika, memiliki ciri-ciri umum kulit yang
berwarna kuning, cakar kaki yang tidak berbulu, cuping daun telinga berwarna
merah, dan kerabang telur yang biasanya berwarna coklat (Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Amerika
dikembangkan untuk tujuan produksi telur dan daging atau disebut tipe dwiguna
dengan ciri-ciri umum kerabang telur yang dihasilkan berwarna coklat, cuping
telinga berwarna merah, shank berwarna kuning dan tidak memiliki bulu.
Contoh ayam kelas Amerika adalah ayam Plymouth
Rock dan ayam Rhode Island Red
(Yuwanta, 2014).
2.1.1.3.
Kelas Asia, memiliki badan yang relatif besar, daun
telinganya berwarna merah, kulit berwarna kuning dan kerabang berwarna coklat
serta cakar yang berbulu (Rahayu et al.,
2013). Ayam kelas Asia memiliki ciri spesifik yaitu bentuk badan yang besar
dengan tulang yang besar dan kuat, cakar berbulu, cuping telinga berwarna
merah, kerabang telur berwarna coklat dan memiliki sifat mengeram. Contoh ayam
kelas Asia adalah ayam Brahma dan
ayam Cochin (Yuwanta, 2014).
2.1.1.4.
Kelas Mediterania, memiliki ukuran badan yang
relatif kecil, cuping berwarna putih, cakarnya tidak berbulu, kulit berwarna
putih dan produksi telur banyak dengan warna kerabang putih (Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Mediterania
memiliki tubuh yang langsing dengan produksi telur yang cukup tinggi, selain
itu sifat ayam kelas Mediterania yaitu tidak memiliki sifat mengeram, kerabang
telur dan cuping telinga berwarna putih. Contoh ayam kelas Mediterania adalah
ayam Leghorn dan ayam Minorca (Yuwanta, 2014).
Klasifikasi ayam
berdasarkan tujuan pemeliharan yaitu tipe ayam bibit penghasil anakan (DOC),
tipe pedaging, tipe petelur, tipe dwiguna dan tipe fancy atau kesenangan
(Rahayu et al., 2013). Tipe ayam komersial antara lain tipe petelur
yaitu ayam yang dipelihara untuk diambil telurnya, tipe pedaging yaitu ayam
yang dipelihara untuk diambil dagingnya, dan ayam tipe dwiguna atau dual
purpose yaitu ayam yang dipelihara untuk diambil daging dan telurnya
sekaligus (Yuwanta, 2014).
Ayam tipe petelur
memiliki karakteristik bersifat nervous (mudah terkejut), bentuk tubuh
ramping, cuping telinganya berwarna putih, memiliki produksi telur sekitar 200
butir/ekor/tahun, dan tidak memiliki sifat mengeram sehingga efisien penggunaan
ransumnya untuk pembentukan telur
(Suprijatna et al., 2005). Tipe ayam petelur berbadan langsing dan tegap dengan produksi telur 200 - 300 butir/tahun, dan memiliki masa rontok bulu (molting) untuk peremajaan sel-sel dalam tubuhnya (Rahayu et al., 2013).
(Suprijatna et al., 2005). Tipe ayam petelur berbadan langsing dan tegap dengan produksi telur 200 - 300 butir/tahun, dan memiliki masa rontok bulu (molting) untuk peremajaan sel-sel dalam tubuhnya (Rahayu et al., 2013).
Ayam tipe pedaging
memiliki karakteristik bentuk tubuh yang besar, bersifat tenang, pertumbuhannya
cepat, bulu merapak ke tubuh, kulit berwarna putih dan produksi telur yang
dihasilkan rendah (Suprijatna et al., 2005). Ayam tipe pedaging
dipelihara dengan tujuan utama memproduksi daging, memiliki sifat dan kualitas
daging yang baik dengan laju pertumbuhan dan bobot badan yang tinggi, daya
hidup yang tinggi mencapai 95% dengan tingkat kematian yang rendah, dan
memiliki kemampuan membentuk karkas yang tinggi
(Yuwanta, 2014).
(Yuwanta, 2014).
Ayam tipe dwiguna
bersifat tenang dengan bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang dan sifat
pertumbuhannya sedang (Suprijatna et al., 2005). Ayam tipe dwiguna
memiliki sifat tengah-tengah antara memproduksi telur dan daging dengan
produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur dan produksi
daging lebih rendah dibandingkan dengan ayam tipe pedaging (Yuwanta, 2014).
Ayam tipe fancy
adalah tipe ayam yang dipelihara untuk kesenangan karena keindahannya atau
kekuatannya. Ayam Burgo sebagai ayam buras lokal merupakan salah satu
ayam tipe fancy, ayam ini memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai penghasil telur (Putranto, 2011). Ayam yang dipelihara karena keindahan bentuknya memiliki ciri sosok
yang indah, lucu, menarik dan biasanya berbentuk mungil, contohnya ayam kate
dan ayam batik. Ayam yang dipelihara karena kekuatannya memiliki ciri badan
yang besar dan kokoh, ototnya kuat dan matanya tajam, contohnya ayam Bangkok
(Rahayu et al., 2013).
Pada unggas terdapat bagian kulit yang tidak berbulu yaitu
jengger, pial, cuping, paruh, kuku dan taji. Jengger dan pial merupakan
indikator karakteristik secundary sex
karena jengger dan pial bersifat sensitif terhadap hormone sex (Suprijatna et al., 2005).
Kaki
ayam pelung lebih panjang daripada ayam
kampung serta unggas air memilki kaki relatif lebih pendek (Nataamijaya, 2005). Bentuk
jengger ayam kampung jantan dominan tunggal (44%) dan betina berbentuk pea
(48%), hal ini disebabkan karena gen kuat terhadap gen tunggal yang sebelumnya
ayam kampung telah menerima gen fari ayam brahma yang memiliki bentuk jengger
pea (Pratama, 2006). Tembolok sebagai tempat untuk menampung pakan, sehingga
indicator ayam sudah kenyang atau belum yaitu dengan kondisi tembolok yang
membesar (Rasyaf, 2006)
Unggas darat merupakan
spesies unggas (aves) yang hidup di
darat, contoh dari dari unggas darat adalah ayam dan puyuh. Karakteristik ayam
secara umum adalah memiliki cakar dengan
tiga jari dan satu jalu, paruh pipih karena pemakan biji-bijian, berjengger dan
cuping (Susilorini et al., 2009). Salah satu contoh dari ayam yaitu ayam
kampung yang merupakan ayam asli Indonesia yang masih memiliki gen asli 50%,
ayam kampung memiliki jarak genetik yang dekat dengan ayam hutan merah Sumatera (Gallus
gallus) sehingga warna bulunya khas hitam untuk jantan dan coklat bergaris
untuk betina (Subekti dan Arlina, 2011). Puyuh jantan
dewasa berwarna hitam, sedangkan puyuh betina berwarna coklat terang dan terdapat
totol coklat di bagian dada (Wuryadi, 2011)
Jengger
merupakan daging merah yang tumbuh di kepala ayam yang bentuknya menyerupai
bunga ayam betina memiliki bentuk jengger tunggal yaitu berdiri tegak pipih dan
terbagi-bagi seperti gergaji (Untari et
al., 2013). Jengger terdapat pada bagian kepala ayam paling atas, di kepala
ayam juga terdapat paruh dan terdapat mata serta cuping yang sejajar dengan
paruh. Pada bagian dagu terdapat pial dan pada cakar umumnya tidak memiliki
bulu (Rahayu et al., 2013). Puyuh
merupakan jenis aves yang tidak dapat terbang dengan ukuran tubuh relative
kecil dan berkaki pendek. Puyuh yang sering diternakan yang itu genus turnix
seperti puyuh tegalan, puyuh kuning, dan puyuh hitam (Hanafiah, 2013). Puyuh
jepang merupakan subspesies yang berasal dari Asia. Biasanya puyuh diternakan
untuk produksi daging dan telur. Sifat kualitatif warna bulu pada puyuh liar
dan betina secara umum menunjukkan warna yang seragam pada bagian-bagian
tubuhnya. Warna bulu puyuh betina pada bagian leher dan dada bagian atas
berwarna lebih terang serta terdapat totol-totol coklat tua
(Tumbilung et al., 2014).
(Tumbilung et al., 2014).
Itik merupakan jenis unggas
yang memilki sifat aquatik yaitu menyukai air. Bulu – bulu yang tebal dan
berminyak pada itik berfungsi untuk menghalangi masuknya air. Bentuk kaki itik
lebih pendek dari tubuhnya dan terdapat selaput antar jari kaki (Martawijaya et al., 2005). Unggas darat merupakan
spesies unggas (aves) yang hidup di
air, contoh dari dari unggas darat adalah itik. Itik mempunyai karakter yang spesifik yaitu
pada bagian bawah tepatnya kaki yaitu antar jari terdapat selaput renang, bulu
– bulu dari unggas air berminyak karena untuk menghalangi air masuk ke tubuh
ketika berenang, serta kaki dari itik relatif lebih pendek (Suharno, 2006). Itik mempunyai ciri-ciri kaki relatif lebih pendek daripada
tubuhnya, pada jari kaki memilki selaput renang untuk membantu itik berjalan di
air, paruhnya ditutupi oleh selaput halus untuk menyaring pakan, bulu berbentuk
tebal dan berminyak sebagai penghalang masuknya air dalam tubuh, dan dagingnya
tergolong gelap (Septyana, 2008). Itik alabio merupakan
salah satu itik petelur asal Kalimantan yang mempunyai bentuk tubuh segitiga,
warna bulu itik jantan abu – abu kehitaman dan kuning keabu – abuan pada betina
serta warna paruh dan kaki kuning (Suharno dan Amri, 2010). Bentuk kaki itik
lebar yang antar jari terdapat selaput (Rasyaf, 2011).
2.2. Anatomi dan
Identifikasi Ternak Unggas
Saluran
pencernaan unggas terdiri dari paruh, esophagus,
crop, proventrikulus, gizzard, duodenum,
usus halus, ceca, rectum, cloaca, dan
vent (Suprijatna et al., 2005). Organ asesori terdiri dari pankreas dan hati. Sistem
pencernaan ayam dibantu oleh alat-alat pencernaan yang terdiri dari paruh,
rongga mulut, kerongkongan, tembolok, lambung dengan getah lambung, perut
besar, usus, dan kloaka (Fadilah, 2006).
2.2.1.1.
Paruh, pada paruh terdapat lidah yang runcing yang
digunakan untuk mendorong pakan menuju esophagus (Rasyaf, 2008). Makanan yang
telah masuk oleh pergerakan lidah didorong masuk ke dalam faring yang kemudiian
ditelan. Makanan yang terapung – apung di air ditelan dengan bantuan alat
penyaringan yang berupa lamella paralel (Suprijatna et al., 2005). Mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase
dan maltase, pemecahan bahan pakan di mulut sangat kecil terjadi karena mulut
hanya sebagai tempat lewatnya pakan (Yuwanta, 2014)
2.2.1.2.
Oesophagus, berbentuk pipa sebagai
tempat pakan sementara melalui saluran ini dari bagian belakang mulut ke
proventrikulus (Suprijatna et al.,
2005). Esophagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami
pemekaran apabila ada bolus yang masuk. Oesophagus
memanjang dari faring hingga proventrikulus kenudian melewati tembolok
(Yuwanta, 2014).
2.2.1.3.
Tembolok, merupakan tempat menyimpan pakan yang
sedikit atau tidak terdapat proses pencernaan namun hanya pencampuran sekresi
saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Suprijatna et al., 2005). Tembolok merupakan organ
yang bebentuk kantung dan merupakan daerah pelebaran dari esophagus. Proses
pencernaan di dalam tembolok sangat kecil terjadi. Fungsi utama dari tembolok
adalah sebagai organ penyimpan pakan (Yaman, 2010). Crop/tembolok berfungsi
sebagai penampung sementara bagi makanan
(Yuwanta, 2014).
(Yuwanta, 2014).
2.2.1.4.
Proventrikulus, pada proventrikulus tidak terjadi pencernaan material pakan namun
proventrikulus merupakan pelebaran dari kerongkongan yang memproduksi pepsin
untuk pencernaan protein dan memproduksi HCl untuk pencernaan lemak (Suprijatna
et al., 2005). Lintasan pakan pada
proventrikulus sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus
sehingga pakan belum sempat dicerna (Yuwanta, 2014).
2.2.1.5.
Gizzard, disebut
juga ventrikulus memiliki dua pasang
otot yang sangat kuat sehingga mampu berkontraksi bila pakan masuk sehingga
pakan akan digiling (Suprijatna et al.,
2005) Fungsi utama gizzard yaitu memecah dan melumatkan, pakan yang sudah dipecah dan
dilumatkan kemudian bercampur dengan air menjadi pasta yang dinamakan chymne (Yuwanta, 2014).
2.2.1.6.
Duodenum, Enzim yang masuk dalam duodenum berfungsi mempercepat dan
mengefisiensi proses pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah
proses absorbi (Suprijatna et al., 2005).
Duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari
hati (Yuwanta,2014).
2.2.1.7. Jejenum dan Illeum, jejunum dan illeum pada unggas sulit dibedakan, sepanjang permukaan jejunum dan illeum terdapat vili dan permukaannya terdapat mikrovili untuk
melakukan absorbi hasil pencernaan (Suprijatna, 2005). Pakan yang belum selesai
diserap pada duodenum kemudian dilanjutkan pada jejunum dan illeum sampai pada bahan pakan yang
tidak mampu lagi tercerna
(Yuwanta, 2014)
(Yuwanta, 2014)
2.2.1.8 . Sekum, terdiri
dari seca kanan dan seca kiri. Dalam sekum terjadi penyerapan air dalam jumlah
kecil dan karbohidrat serta protein dicerna oleh bantuan beberapa bakteri (Suprijatna
et al., 2005). Di dalam sekum terjadi digesti serat kasar yang
dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar
(Yuwanta, 2014)
(Yuwanta, 2014)
2.2.1.9.
Rektum, rektum berbentuk lebar dan terdapat pada
bagian akhir usus halus menuju kloaka (Suprijatna et al., 2005). Pada bagian rektum terjadi perombakan pakan yang
tidak tercerna oleh mikroorganisme, sehingga menjadi feses. Bagian ini juga
bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urine yang bercampur dengan feses
atau yang disebut ekskreta (Yuwanta, 2014)
2.2.1.10.
Kloaka, kloaka yang berbentuk bulat merupakan akhir
saluran pencernaan dan saluran reproduksi bermuara. Organ-organ tertentu
berkaitan erat dengan pencernaan sebagai saluran sekresi kedalam saluran
pencernaan. Fungsinya membantu dalam pemprosesan pakan. Organ tersebut yaitu
pankreas, hati, dan kantung empedu (Suprijatna, 2005). Urodeum dan koprodeum
yang berhimpitan menyebabkan kloaka berfungsi sebagai tempat keluarnya sisa
pencernaan (Yuwanta, 2014).
Sistem respirasi
(pernapasan) pada unggas terdiri dari nasal
cavitie, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi,
paru-paru, kantong udara, dan udara tertentu pada tulang (Suprijatna et al., 2005). Saluran respirasi dari
luar kedalam terdiri dari lubang hidung luar dan dalam (external dan internal nares),
glottis, larynx, trachea, syrinx (rongga suara), bronchi, dan paru-paru
(Yuwanta, 2014).
(Yuwanta, 2014).
2.2.2.1. Nares eksternal, lubang hidung merupakan organ terluar dari saluran pernapasan yang
dilewati udara pertama kali sebelum udara menuju organ lainnya (Frandson et al., 2009). Lubang hidung merupakan
bagian atas alat pernapasan pada unggas (Fadilah dan Polana, 2011).
2.2.2.2.
Larynx,
merupakan suatu saluran yang dilewati udara sebelum udara masuk ke trachea (Frandson et al., 2009). Bagian alat pernapasan bagian atas yaitu pangkal
tenggorokan atau larynx (Fadilah dan
Polana, 2011).
2.2.2.3.
Trachea,
merupakan rongga yang memanjang dari ujung ekor laring ke bronkus (Frandson et al., 2009). Trachea tersusun atas tulang rawan (cartilago) yang berbentuk menyerupai huruf C (Gillespie dan Frank, 2010).
Trachea tersusun dari cincin cartilago dan ditautkan dengan ligament yang rapat dan sempit (Prawira,
2014).
2.2.2.4.
Bronchus, bronchus memiliki percabangan disebut sebagai bronchi. Bronchus
memiliki saluran primer yang berhubungan dengan paru-paru. Bronchus merupakan saluran penghubung paru-paru dan kantong udara pada bagian perut (Frandson et al., 2009). Bronchus merupakan saluran percabangan pada sistem pernafasan yang
terdapat pada bagian caudal trachea. Bronchus terletak pada bagian akhir trachea dengan berhungan langsung pada
paru paru
(Gillespie dan Frank, 2010).
(Gillespie dan Frank, 2010).
2.2.2.5.
Broncheolus, merupakan percabangan singular
dari bronkus. Bronchus dan broncheolus memiliki fungsi yang sama. Broncheolus merupakan sub pembagian
kecil dari bronchus (Gillespie dan
Frank, 2010). Singular broncheolus memiliki fungsi yang
menghubungkan langsung dengan paru-paru dalam sistem respirasi (Frandson et al., 2009).
2.2.2.6.
Paru-paru, pada unggas paru-paru berperan sebagai
tempat berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah, paru-paru unggas tidak
memiliki diafragma sehingga tidak mengembang dan kontaraksi selama ekspirasi
dan inspirasi (Suprijatna et al.,
2005). Paru-paru terletak diantara tulang rusuk dan vertebrae dorsalis yang berfusi dengan rongga udara (Yuwanta,
2014).
2.2.2.7. Kantong
udara, pada unggas
kantong udara berperan untuk menampung
udara (Suprijatna et al., 2005).
Fungsi kantong udara adalah untuk membantu paru-paru dalam proses pernafasan
yaitu meringankan tubuh saat terbang,
membantu mengapungkan tubuh saat unggas terbang di udara, dan membantu difusi
air dari darah untuk disekresikan lewat paru-paru sebagai uap air
(Yuwanta, 2014).
(Yuwanta, 2014).
2.2.3. Sistem reproduksi unggas jantan
Sistem
reproduksi jantan terdiri dari dua testis. Testis ini tidak pernah turun
kedalam skrotum eksternal seperti mamalia. Bentuknya elipsoid berwarna kuning
terang (Suprijatna et al., 2005).
Bibit jantan berupa semen atau sering disebut sperma diproduksi oleh testis
yang akan disalurkan ke saluarn reproduksi (vasdeverentia
dan vasderens) kemudian
diteruskan menuju pappilae, dan
berakhir pada copulatory organ
(Permana, 2005). Testis terdiri dari sejumlah besar saluran kecil yang
bergulung-gulung dan dari lapisan-lapisannya dihasilkan sperma (Suprijatna et al., 2008). Dalam satu ejakulasi, unggas
jantan bisa menghasilkan semen sebanyak 0,1 - 1,0 cm3,
bergantung pada banyaknya aktifitas ayam jantan kawin. Unggas jantan mempunyai
kemampuan kawin sebanyak 10 - 30 kali setiap hari. Dalam satu kali kawin,
unggas jantan dapat menghasilkan 1,5 - 8 milyar sperma dan pH 7,0 - 7,4 unggas
jantan sehat (Permana, 2005).
2.2.3.1.
Testis, Sistem reproduksi unggas jantan terdiri
dari dua testis yang terletak pada dorsal area rongga tubuh, dekat bagian akhir
anterior ginjal. Bentuknya elipsoid dan berwarna kuning terang, namun sering
pula berwarna kemerahan yang disebabkan karena banyaknya cabang pembuluh darah
pada permukaannya (Suprijatna et al.,
2005). Testis unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang,
melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan
aorta dan vena cavar di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal (Vali dan
Abbas, 2011).
2.2.3.2.
Vas deferens, Di dalam saluran deferens
ini sperma mengalami pemasakan dan penyimpanan sperma sebelum diejakulasikan ,
pemasakan dan penyimpanan sperma terjadi pada 65% bagian distal pada saluran deferens (Permana, 2005). Saluran vas deferens dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas yang
merupakan muara sperma dari testis. Sedangkan bagian bawah yang merupakan
perpanjangan dari saluran epididimis dinamakan saluran deferens. Saluran
deferens ini akhirnya bermuara di kloaka pada daerah proktodeum yang
bersebelahan dengan urodeum dan koprodeum (Vali dan Abbas, 2011).
2.2.3.3
Alat kopulasi, Alat kopulasi pada
unggas berupa papila (penis) yang mengalami rudimenter. Sebutan organ rudimenter pada unggas tidak ada hubungannya
dengan ductus deferent dan terletak di bagian ventral median
salah satu lipatan melintang pada kloaka (Isnaeni,
2006). Penis merupakan organ
rudimenter atau prosesus jantan yang digunakan pada pembedaan jenis kelamin
pada anak ayam berdasarkan pengamatan pada kloaka. Pada papila ini juga diproduksi cairan transparan yang
bercampur dengan sperma saat terjadinya kopulasi (Soeparna
dan Lestari, 2007).
2.2.4. Sistem reproduksi unggas
betina
Sistem
reproduksi ayam betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduk. Walaupun
organ reproduksi merupakan tempat produksi sel-sel benih, organ tersebut juga
merupakan kelenjar endokrin (Suprijatna et al., 2005). Setiap organ memiliki fungsi yang
berbeda-beda, infundibulum berfungsi menangkap kuning telur dan
tempat penampungan sperma; magnum berfungsi memberi albumen; istmus berfungsi
membran sel dalam dan keluar, uterus berfungsi sebagai kalsifikasi kerabang
telur, vagina berfungsi untuk penyimpanan kutikula pada kerabang sehingga
membentuk pori-pori (Setiawan, 2006). Oviduk terbagi dalam lima
bagian, yaitu dimulai dari ujung terdekat dengan ovarium, yaitu funne atau infundibulum, magnum,
dimana albumen disekresikan, isthmus, mensekresikan material pembentuk
membran kerabang (Suprijatna et al., 2005).
Proses pembentukan telur membutuhkan waktu sekitar 23 - 26 jam dari proses
pembentukan kuning telur hingga terbentuk telur yang siap dikeluarkan.
Pembentukan telur akan terganggu jika ada gangguan pada ayam betina, seperti
stress, infeksi, penyakit, atau kuantitas dan kualitas pakan (Permana, 2005).
2.2.4.1. Ovarium,
Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga
perut pada garis punggung yang berfungsi sebagai penghasil ovum. Ovarium yang
sangat kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk (Setiawan,
2006). Letak ovarium berada diujung cranial ginjal dan agak ke kiri dari
garis tengah daerah sumblumbal cavum
dadominalisi dan menggantung pada dinding dorsal abdomen oleh
lipatan peritoneum (Soeparna dan
Lestari 2007).
2.2.4.2.
Infundibulum, Pada bagian leher infundibulum yang
merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan
antara uterus dan vagina (Soeparna dan Lestari, 2007). Infundibulum mempunyai
lubang ostium abdominal yang
berfungsi untuk menangkap ovum yang telah masak
(Vali dan Abbas, 2011).
(Vali dan Abbas, 2011).
2.2.4.3.
Magnum, Magnum tesusun
dari glandula tubuler yang sangat sensibel. Magnum merupakan bagian
terpanjang dari oviduct. Diperlukan waktu sekitar 3,5 jam bagi telur yang
sedang berkembang untuk melalui magnum (Permana, 2005). Mukosa dari magnum tesusun dari sel gobelet yang
berfungsi mensekresikan putih telur kental dan cair (Setiawan,
2006).
2.2.4.4.
Uterus, Uterus memiliki
fungsi sebagai tempat pembentukan kerabang telur dan pewarnaan kerabang. Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi
penyempurnaan telur dengan disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan
air melalui dinding uterus dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel
(Permana, 2005). Telur yang berkembang tinggal
di uterus sekitar 18 - 20 jam, lebih lama daripada dibagian lain dari
oviduk (Setiawan, 2006).
2.2.4.5.
Vagina, Didalam vagina kutikula ditimbun pada
kerabang untuk mengisi sebagian pori-pori kerabang. Secara normal, telur
tinggal dalam vagina selama beberapa menit, tetapi dalam keadaan tertentu dapat
tinggal beberapa jam (Setiawan, 2006). Vagina juga berfungsi untuk penempatan
telur sebelum dikeluarkan (ovoposition)
(Vali dan Abbas, 2011).
Sistem urinari
pada unggas terdiri dari ginjal, ureter,
dan kloaka (Suprijatna et al., 2005).
Ginjal, ureter dan kloaka berperan dalam sistem urinari yang memiliki perannya
masing-masing (Yuwanta, 2014).
2.2.5.1.
Ginjal, merupakan sepasang
ginjal sebagai organ dalam sistem urinari yang memanjang letaknya melekat pada
tulang punggung dan tulang rusuk (Suprijatna et al., 2005). Ginjal
secara selektif akan menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali
dari filtrat yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dari produk buangan plasma (Yuwanta, 2014).
2.2.5.2.
Ureter, merupakan saluran yang menghubungkan ginjal
dengan kloaka (Suprijatna et al.,
2005). Ureter adalah saluran muscular yang
mengalirkan urine dari dinding ginjal menuju ke kloaka yang akan bercampur dengan feses (Yuwanta,
2014).
2.2.5.3. Kolon, merupakan bagian dari usus besar yang terletak
paling posterior dari sistem pencernaan selain sekum dan kloaka yang berfungsi
untuk absorbsi air, natrium, dan mineral lain (Abun, 2008). Jika perkembangan
kolon tidak sempurna maka fungsi kolon tidak optimal, absorbsi terganggu dan
dapat terjadi diare serta mengurangi proktivitas ayam
pedaging (Yanungrah et al., 2012). Gentamicin adalah
salah satu aminoglikosida yang dihasilkan dari fermentasi Micromospora purpurea.
Gentamicin aktif menghambat kuman pada saluran pencernaan termasuk kolon,
seperti kuman Fowl kolera, E.coli, P.
aeroginosa, Arizona paracolon, dan infeksi Salmonella (Giguere, 2006).
2.2.5.4.
Kloaka, merupakan tempat keluarnya kotoran ternak
atau ekskreta yang merupakan hasil metabolism (Suprijatna et al.,
2005). Urine unggas tersusun dari asam urat yang bercampur dengan feses pada
kloaka dan keluar sebagai kotoran yang berwarna putih seperti pasta
(Sujionohadi dan Setiawan, 2005).
Unggas dapat
terserang berbagai penyakit, salah satu penyakit yang menyerang unggas adalah penyakit flu burung yang
disebabkan virus Avian Influenza yang sangat
merugikan bagi peternak karena mortalitasnya tinggi (Wibowo et al., 2006). Penyakit adalah wabah
yang sangat merugikan bagi para peternak unggas karena tidak sedikit ternak
yang harus dimusnahkan karena adanya wabah penyakit tersebut (Rohajawati dan
Rina Supriyati, 2010)
2.3. Formulasi Ransum Ternak Unggas
Kandungan nutrisi dalam bahan pakan harus disesuaikan dengan tahapan ayam
yang dipelihara (Fadilah, 2013). Bahan pakan yang akan
diformulasikan harus mengandung zat nutrisi dalam keadaan cukup dan seimbang
sehingga dapat menunjang pertumbuhan maksimal dan menghasilkan bobot akhir yang
tinggi (Tombuku et al., 2014).
Ransum merupakan
campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada
ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi
pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi (Suprijatna et al., 2005). Ransum digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan
ternak karena ransum disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi standar
kebutuhan zat makanan yang telah ditetapkan (Budiansyah, 2010).
Zat-zat nutrisi
yang diperlukan oleh unggas antara lain adalah karbohidrat, lemak, protein,
serat kasar, mineral dan vitamin. Karbohidrat lemak dan protein akan membentuk
energi sebagai hasil pembakarannya. Kebutuhan nutrisi pada ayam broiler fase
starter yaitu energi metabolisme 2.700 – 2.900 kkal/kg dengan kebutuhan protein
kasar 18 – 20% (Rahayu et al., 2013). Ayam mengonsumsi pakan
untuk memenuhi kebutuhan energinya, ayam broiler membutuhkan pakan yang
mengandung energi metabolisme lebih tinggi dibandingkan ayam petelur yang
sedang tumbuh. Kebutuhan energi metabolisme
pada ayam petelur yang sedang tumbuh umumnya 2.600 – 2.800 kkal/kg
sedangkan pada ayam broiler 2.900 - 3.300 kkal/kg pakan. (Suprijatna et al., 2005).
2.3.3.1. Jagung, merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan pakan. Proporsi penggunaan jagung khususnya dalam pembuatan pakan
ayam ras mencapai 51,4% dari total bahan baku yang digunakan. Jagung kuning
digunakan sebagai bahan baku penghasil energi, tetapi bukan sebagai bahan sumber
protein, karena kadar protein yang rendah (8,9%), bahkan defisien terhadap asam
amino penting, terutama lysin dan triptofan (Tangendjaja dan Wina, 2005).
Jagung merupakan salah satu komponen pakan ternak yang paling banyak
dibutuhkan, komposisi pakan yang berasal dari jagung, adalah untuk ayam
pedaging 54%, ayam petelur 47,14% dan untuk ternak babi grower sebesar 49,34%.
Fungsi jagung khususnya untuk pakan menjadi sangat penting (Umiyasih dan Wina,
2008). Jagung kuning dapat diberikan untuk ternak dalam
bentuk dipipil, dikeringkan dan digiling (Ramadhani et al., 2012). Jagung berwarna kuning terang, beraoma khas, rasanya
khas jagung kuning, dan bertekstur lebih kasar (Putri et al., 2013).
2.3.3.2. Bungkil kedelai, Bungkil kedelai merupakan
hasil sampingan dari pengolahan kedelai untuk menghasilkan minyak kedelai.
Bungkil kacang kedelai yang digunakan untuk pakan ayam yang dijual dipaaran
mengandung protein antara 42 – 50%. Kandungan protein bungkil kedelai tergolong
tinggi dibandingkan jenis-jenis pakan asal nabati lainnya. Energi metabolis
yang terkandung dalam bungkil kedelai antara 2.825 – 2.890 kkal/kg.
(Suharno dan Amri, 2007). Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan. Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin dalam bungkil kedelai (Leeson, 2008). Komposisi nutrisi bungkil kedelai sengat beragam tergantug pada jumlah serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan pada ampas kedelai sisa minyak yang masih tertinggal (Pertiwi et al., , 2013). Struktur bungkil kedelai kurang padat dan banyak rongga antar partikel (Yanto, 2011).
(Suharno dan Amri, 2007). Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan. Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin dalam bungkil kedelai (Leeson, 2008). Komposisi nutrisi bungkil kedelai sengat beragam tergantug pada jumlah serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan pada ampas kedelai sisa minyak yang masih tertinggal (Pertiwi et al., , 2013). Struktur bungkil kedelai kurang padat dan banyak rongga antar partikel (Yanto, 2011).
2.3.3.3. Bekatul, Bekatul mempunyai senyawa
fitokimia yang menyebabkan bekatul berwarna coklat (Adisarwanto,
2005).
Bekatul
merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi menjadi beras. Konsumsi
beras masyarakat Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 139.15 Kg per kapita
per tahun. Peningkatan produksi dan konsumsi padi ini berimbas pula pada
peningkatan produk samping penggilingan padi, salah satunya adalah bekatul.
Sampai saat ini pemanfaatan bekatul masih sangat terbatas, yaitu hanya sebagai
pakan ternak (Departemen Pertanian, 2007). Warna bekatul coklat karena
mengandung senyawa fitokimia dan beraroma khas karena mengandung minyak
tokofenol dan bertekstur halus (Sarbini,
2009). Bekatul
mengandung 14,9 % protein; 12,5 % lemak; 32,8 % selulosa; 42,8 % hemiselulosa;
24,4 % lignin; 2,1 % abu; dan 3,6 % air, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pakan ternak, sumber energi, sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri yang dapat menghasilkan enzim khususnya bakteri selulolitik (Saropah
et al., 2012). Rasa bekatul
adalah kurang enak dan pahit karena kandungan utamanya adalah karbohidrat dan serat,
kandungan proteinnya sangat rendah sehingga kurang menghasilkan rasa gurih
(Nataliningsih, 2009).
2.3.3.4 PMM, Poultry meat meal merupakan produk kering dari kombinasi daging ayam dan kulit
tanpa tulang yang menyertainya, yang berasal dari seluruh bangkai ayam,
termasuk bulu, kepala, kaki dan isi perut. Kandungan protein adalah 65 % dan
tingkat lemak adalah 12 %. Untuk membuat PMM, bahan ditempatkan dalam tong
besar dan dimasak. Proses rendering ini tidak hanya memisahkan lemak dan
menghilangkan air untuk membuat produk protein terkonsentrasi, juga membunuh
bakteri, virus , dan parasit (Watson, 2006). Penambahan PMM pada ternak unggas akan mencukupi kebutuhan protein
yang dibutuhkan dan berimbas pada pertumbuhan ternak dapat berlangsung dengan
baik, sehingga akan menghasilkan karkas yang baik pula. Pemberian PMM ini akan
mempercepat pertumbuhan ternak unggas, hal ini dikarenakan adanya kandungan
asam amino esensial dan asam lemak yang tinggi didalamnya. Laju pertumbuhan
ayam broiler akan menghasilkan karkas yang baik. Perolehan karkas yang baik
dapat diperoleh dengan pemberian asupan protein yang cukup untuk kelangsungan
hidupnya. Ayam broiler yang mengkonsumsi protein dan energi metabolisme yang
sama akan menghasilkan bobot karkas yang tidak berbeda (Leeson, 2008). Tepung daging unggas terbuat dari sisa – sisa proses unggas seperti
kepala, kaki dan usus, kecuali bulu (Yaman, 2010).
2.3.3.5. MBM, Meat bone meal (MBM) merupakan
bahan pakan sumber protein yang berasal dari sisa-sisa proses produksi di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH), yaitu dari hasil trimming karkas, karkas yang tidak memenuhi syarat untuk
dikonsumsi manusia, organ seperti hati dan paru-paru, bagian yang tidak dapat
dimakan (inedible offal) seperti
tulang, serta hasil rendering dari ternak yang mati. Kandungan abu MBM
yang normal yaitu 28 – 36%, kandungan abu yang sangat tinggi menunjukkan bahwa
MBM lebih banyak mengandung tulang. Kandungan asam amino MBM yaitu 5,9%
arginin, 0,7% sistin, 14,1% glisin, 1,4% histidin, 2,6% isoleusin, 6,5% leusin,
5,0% lisin, 1,4% metionin, 3,1% fenilalanin, 3,4% treonin, 1,1% triptofan, 1,7%
tirosin, dan 4,7% valin (Leeson, 2008). MBM mengandung nutrien sekitar 50%
protein, 35% abu, 8 – 12% lemak, dan 4 – 7% air. MBM memiliki tekstur agak halus, berbau khas,
berwarna agak kekuningan, dan memiliki rasa gurih (Prayitno et al., 2010). MBM terutama digunakan dalam
formulasi pakan ternak untuk meningkatkan profil asam
amino yang terkandung dalam pakan (Nogalska et al., 2014). Bau
yang muncul pada tepung tulang sangat menonjol atau menyengat karena terbuat
dari campuran tulang dan daging (Marta’ati, 2015).
2.3.3.6. Tepung Ikan, Tepung ikan umumnya terbuat dari ikan-ikan kecil
dan ikan yang tidak dimanfaatkan lagi untuk manusia. Standar kadar air tepung
ikan yaitu maksimal 13% dan kadar abunya 24%. Semakin tinggi kadar abu
menunjukkan bahwa tepung ikan bermutu rendah karena lebih banyak terbuat dari
tulang ikan. Kandungan nutrisi tepung ikan pada umumnya yaitu 62,0% PK; 10,2%
lemak; 1,0% SK; 5,0% Ca; 2.950 Kkal/kg EM; 1,8% metionin; dan 4,7% lisin
(Suprijatna et al., 2005). Tepung
ikan yang baik berasal dari jenis ikan yang kadar lemaknyarendah. Bau khusus
suatu jenis ikan kadang juga mempengaruhi daya tariknya, sehingga lebih
merangsang. Untuk meningkatkan bau yang merangsang, ikannya dapat kita
fermentasikan lebih dahulu menjadi bekasem. Ikan-ikan yang tidak bernilai
ekonomis tinggi serta sisa-sisa pengolahan biasanya merupakan bahan baku yang
penting untuk pembuatan tepung ikan. Secara umum tepung ikan mengandung protein
sebanyak 22,65% (Trilaksani et al.,
2006). Tepung ikan merupakan bahan pakan yang digunakan sebagai sumber protein
hewan dan mineral, terutama kalsium dan fosfor. Bahan pakan tersebut mengandung
protein yang memiliki kualitas jauh lebih baik karena mengandung asam amino
yang diperlukan, terutama methionin dan lisin (Sinurat, 2008). Tepung ikan merupakan sumber protein
hewani yang digunakan untuk ayam karena memiliki kualitas protein dan asam
amino yang tergolong dalam kondisi baik (Suci dan Widya, 2012). Tepung
ikan mempunyai aroma khas menyengat ikan dan berwarna coklat keemasan (Pang et al., 2013).
2.3.4. Metode penyusunan ransum
Penyusunan ransum merupakan kegiatan mencampurkan berbagai bahan
pakan yang akan diberikan pada ternak sesuai dengan kebutuhan ternak untuk
pertumbuhan dan produksinya yang telah dihitung dan diperbandingkan. Ada
beberapa metode penyusunan ransum antara lain metode coba-coba ( trial and error method), metode bujur sangkar (person square method), dan
beberapa metode yang lain dengan menggunakan sistem komputer (Suprijatna et al., 2005). Hal yang harus
diperhtikan dalam penyusunan ransum adalah bahan pakan yang tersedia, nilai
ekonomis bahan pakan, kualitas bahan pakan, umur unggas dan jenis unggas
(Rahayu et al., 2013).
Penyusunan ransum merupakan kegiatan mencampurkan berbagai bahan
pakan yang akan diberikan pada ternak sesuai dengan kebutuhan ternak untuk
pertumbuhan dan produksinya yang telah dihitung dan diperbandingkan. Ada
beberapa metode penyusunan ransum antara lain metode coba-coba (trial and error method), metode bujur sangkar (person square method), dan
beberapa metode yang lain dengan menggunakan sistem komputer (Suprijatna et al., 2005). Hal yang harus
diperhtikan dalam penyusunan ransum adalah bahan pakan yang tersedia, nilai
ekonomis bahan pakan, kualitas bahan pakan, umur unggas dan jenis unggas
(Rahayu et al., 2013).
2.3.4.1. Metode pearson
square, merupakan metode yang menentukan
jumlah bahan pakan yang dibutuhkan dan kandungan serta kualitas nutrisi pakan
campuran, sering digunakan dalam menentukan campuran yang terdiri dari empat
bahan pakan (Andi, 2010). Tahap perhitungan dengan metode pearson square adalah membuat bujur sangkar dengan diagonal, pojok
kiri atas kandungan protein konsentrat dan pojok kiri bawah kandungan protein
jagung. Kemudian menetapkan protein yang akan digunakan (Rahayu et al., 2013).
2.3.4.2.
Metode trial and error, pada prinsipnya adalah menyamakan satu hingga dua kandunagn nutrisi
utama (protein dan energi metabolisme) dengan bahan pakan yang dipilih sendiri,
penyesuaian dilakukan secara berulang–ulang sehingga kandungan nutrisi bahan
pakan menjadi sama atau mendekati kebutuhan unggas (Rianto dan Sitanggang,
2005). Perhitungan dengan cara ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik, dengan mempertimbangkan jumlah bahan baku maksimal yang bisa digunakan
(Rahayu et al., 2013).
2.3.4.3. Metode sistem computer, prinsip
yang dilakukan pada penyusuan ransum dengan metode ini yaitu komputer diisi
dengan program cara perhitungan komposisi pakan yang diinginkan sesuai dengan
kebutuhan zat–zat hidup sehingga akan diperoleh jumlah porsi pakan (Lesson,
2008). Formula ransum dengan minimasi biaya pembuatan ransum dengan bahan baku
yang ditetapkan dan mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat
ransum dengan kandungan gizi dan harga yang berlaku sehingga harga yang ransum
yang didapatkan paling murah. Metode sistem komputer merupakan metode
penyusunan ransum yang lebih mudah dan cepat dilakukan (Andi, 2010).
2.3.4.4. Metode linier programming, merupakan metode yang populer yang mampu menyeleksi bahan pakan yang
akan dipakai berdasarkan harga relatifnya sehingga diperoleh biaya termurah,
bahan makanan yang tidak layak harganya dan tidak memenuhi kualitas atas
tersingkir dengan sendirinya sehingga hasil yang keluar sudah layak dari segi
biaya dan nutrisi perbandingan harga kebutuhan nutrisi minimal sudah terpenuhi
(Andi, 2010). Informasi yang digunakan dalam penyusunan pakan dengan metode
linier programming adalah kandungan nutrisi dari setiap bahan pakan, kandungan
nutrisi yang diperlukan dari bahan pakan yang akan dibuat, pemakaian maksimal
dari bahan baku, dan harga setiap bahan baku yang digunakan (Rahayu et al., 2013).
Praktikum
Produksi Ternak Unggas dengan materi Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak
unggas serta Formulasi ransum ternak unggas dilaksanakan pada hari Kamis, 2
April 2015 pukul 07.00 – 09.00 WIB, dan praktikum dengan materi Anatomi,
fisiologi dan identifikasi penyakit ternak unggas dilaksanakan pada hari Kamis,
23 April 2015 pukul 15.00 – 17.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas,
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1. Materi
Alat
yang digunakan adalah media movie, slide power point untuk menampilkan materi
praktikum, buku dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
Alat yang
digunakan adalah alat seksio berupa gunting dan cutter, timbangan digital, pita ukur, nampan, lap dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah seekor burung puyuh betina.
Alat
yang digunakan adalah laptop untuk menghitung formulasi ransum, nampan untuk
tempat bahan pakan, timbangan untuk menimbang bahan pakan, buku dan alat tulis
untuk mencatat hasil pengamatan. Bahan yang digunakan adalah bahan pakan berupa
: jagung kuning, bekatul, MBM, PMM, premix, tepung ikan dan bungkil kedelai.
3.2. Metode
Metode
yang dilakukan adalah memperhatikan asisten menjelaskan materi praktikum,
mengamati karakteristik eksterior unggas darat dan air, mengamati perbedaan
anatara unggas darat dan unggas air, menggambar karakteristik eksterior unggas
darat dan air jantan maupun betina, menulis perbedaan antara unggas darat dan
unggas air jantan maupun betina.
3.2.2. Anatomi
dan identifikasi ternak unggas
Metode
yang dilakukan adalah dengan menimbang puyuh betina yang masih hidup,
menyembelih puyuh, mencabuti bulu, lalu menimbangnya. Melakukan pembedahan
menggunakan gunting dan cutter,
memisahkan organ-organ setiap sistem, melakukan dokumentasi sistem organ
kemudian mengukur panjang dan berat setiap organ, dan mencatat hasil praktikum.
Mengamati
organoleptik bahan pakan yang akan di formulasikan ransum, menghitung komposisi
ransum yang dibutuhkan pada ternak yang ditentukan dengan metode “trial and error”, menimbang bahan pakan
sesuai dengan perhitungan, menformulasikan bahan pakan yang akan di formulasi
ransum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengenalan
Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas
Klasifikasi
ternak unggas dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan taksonomi zoologi,
buku standar The American Standard of
Perfection dan tujuan pemeliharaan atau tipe ayam. Klasifikasi standar
pengelompokan unggas didasarkan pada kelas, bangsa, varietas dan strain.
Pengelompokan unggas berdasarkan kelas antara lain kelas Amerika, kelas
Inggris, kelas Mediterania, dan kelas Asia. Klasifikasi ini didasarkan pada
perbedaan ayam tersebut berasal. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa
terdapat empat kelas ternak unggas yang penting untuk diketahui yaitu kelas
Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia. Menurut
Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia merupakan kelas unggas penting yang dibedakan darimana unggas tersebut mula-mula berasal serta dikembangkan.
Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia merupakan kelas unggas penting yang dibedakan darimana unggas tersebut mula-mula berasal serta dikembangkan.
4.1.1.
Klasifikasi unggas
Klasifikasi
unggas berdasarkan kelasnya terbagi menjadi empat kelas antara lain kelas
Inggris, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna et al., (2005)
yang menyatakan bahwa terdapat empat kelas yang penting pada ayam antara lain kelas Amerika, kelas
Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia. Menurut Rahayu et al., (2013)
bahwa terdapat empat kelas ayam yaitu kelas Amerika, kelas Inggris, kelas
Mediterania, dan kelas Asia.
4.1.1.1.
Ayam kelas Inggris, berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Inggris merupakan ayam yang berasal dari Inggris. Ayam ini memiliki tubuh
yang berat dan besar dengan sifat yang tenang, kulitnya berwarna putih dengan
cuping berwarna merah dan merupakan tipe ayam pedaging. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna et al., (2005)
yang menyatakan bahwa ayam kelas Inggris merupakan ayam yang dikembangkan di
Inggris, memiliki tubuh besar, kulit putih, apabila bertelur kerabang telurnya
berwarna coklat kekuningan dan bulunya merapat ketubuh. Hal ini didukung oleh
pendapat Rahayu et al., (2013) yang
menyatakan bahwa ciri umum dari ayam kelas Inggris adalah memiliki cuping
telinga berwarna merah, kulitnya berwarna putih dan memiliki kulit telur yang
berwarna coklat. Menurut Yuwanta (2014) bahwa ayam kelas Inggris berbadan besar
dengan bentuk daging yang baik, kulitnya berwarna putih serta memiliki sifat
mengeram. Contoh ayam kelas Inggris adalah ayam Orpington dan ayam Australorp.
|
|
Ayam Australorp
|
Ayam Orpington
|
4.1.1.2.
Ayam kelas Amerika, berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Amerika merupakan ayam yang
berasal dari Amerika Serikat, ukuran tubuhnya sedang, bulunya mengembang,
memiliki cuping berwarna merah, kulit berwarna kuning, memiliki cakar yang tidak
berbulu, kerabang telur yang dihasilkan berwarna coklat. Ayam kelas Amerika
merupakan tipe dwiguna yaitu diantara tipe pedaging dan petelur. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rahayu et al., (2013)
yang menyatakan bahwa ayam kelas Amerika memiliki ciri-ciri umum kulit yang
berwarna kuning, cakar kaki yang tidak berbulu, cuping daun telinga berwarna
merah, dan kerabang telur yang biasanya berwarna coklat. Menurut Yuwanta (2014)
yang menyatakan bahwa ayam kelas Amerika dikembangkan untuk tujuan produksi telur
dan daging atau disebut tipe dwiguna dengan ciri-ciri umum kerabang telur yang
dihasilkan berwarna coklat, cuping telinga berwarna merah, shank berwarna kuning dan
tidak memiliki bulu. Contoh ayam kelas Amerika adalah ayam Plymouth Rock dan ayam Rhode Island
Red.
|
|
Ayam Plymouth Rock
|
Ayam Rhode Island Red.
|
4.1.1.3.
Ayam kelas Asia, berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Asia merupakan ayam yang berasal
dari Asia Selatan (India). Ciri-ciri umun dari ayam kelas Asia yaitu memiliki
bentuk tubuh yang besar, cuping telinga berwarna merah, dan kerabang telur
berwarna beragam dari coklat kekuningan hingga putih. Hal ini sesuai pendapat
Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia memiliki badan yang relatif besar, daun telinganya berwarna merah, kulit berwarna kuning dan kerabang berwarna coklat serta cakar yang berbulu. Menurut Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia memiliki ciri spesifik yaitu bentuk badan yang besar dengan tulang yang besar dan kuat, cakar berbulu, cuping telinga berwarna merah, kerabang telur berwarna coklat dan memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Asia adalah ayam Brahma dan ayam Cochin.
Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia memiliki badan yang relatif besar, daun telinganya berwarna merah, kulit berwarna kuning dan kerabang berwarna coklat serta cakar yang berbulu. Menurut Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia memiliki ciri spesifik yaitu bentuk badan yang besar dengan tulang yang besar dan kuat, cakar berbulu, cuping telinga berwarna merah, kerabang telur berwarna coklat dan memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Asia adalah ayam Brahma dan ayam Cochin.
|
|
Ayam Brahma
|
Ayam Cochin
|
4.1.1.4.
Ayam kelas Mediterania, berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan
diperoleh hasil bahwa ayam kelas Mediterania merupakan ayam yang dikembangkan
di sekitar negara dan pulau di Laut Tengah. Ayam kelas Mediterania memiliki
ciri tubuh yang ramping, warna cuping telinga, kulit, dan kerabang telur adalah
putih, bulu mengembang, bersifat nervous dan tidak memiliki sifat mengeram. Hal
ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al.,
(2013) yang menyatakan bahwa ayam kelas Mediterania memiliki ukuran badan yang
relatif kecil, cuping berwarna putih, cakarnya tidak berbulu, kulit berwarna
putih dan produksi telur banyak dengan warna kerabang telur putih. Menurut
Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Mediterania memiliki tubuh yang langsing dengan produksi telur yang cukup tinggi, selain itu sifat ayam kelas Mediterania yaitu tidak memiliki sifat mengeram, kerabang telur dan cuping telinga berwarna putih. Contoh ayam kelas Mediterania adalah ayam Leghorn dan ayam Minorca.
Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Mediterania memiliki tubuh yang langsing dengan produksi telur yang cukup tinggi, selain itu sifat ayam kelas Mediterania yaitu tidak memiliki sifat mengeram, kerabang telur dan cuping telinga berwarna putih. Contoh ayam kelas Mediterania adalah ayam Leghorn dan ayam Minorca.
|
|
Ayam Leghorn
|
Ayam Minorca
|
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan materi pengamatan
eksterior unggas darat, diperoleh hasil sebagai berikut.
|
|
||||||||||||
Ayam Jantan
|
Ayam Betina
|
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas,
2015.
Keterangan:
1.
Jengger
2. Mata
3. Paruh
4. Cuping
5. Pial
6. Cakar
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan
mengamati bagian eksterior ayam diperoleh hasil bahwa ayam memiliki
bagian-bagian antara lain jengger, mata, paruh, pial, cuping, bulu, dan ekor.
Ayam jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ayam
betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada tubuh ayam terdapat bagian
kulit yang tidak berbulu yaitu jengger, pial, cuping, paruh, kuku dan taji.
Jengger dan pial merupakan indikator karakteristik secundary sex karena bersifat sensitif terhadap hormon sex. Menurut Rahayu et al. (2013) yang menyatakan bahwa jengger terdapat pada bagian
kepala ayam paling atas, di kepala ayam juga terdapat paruh dan terdapat mata
serta cuping yang sejajar dengan paruh. Pada bagian dagu terdapat pial dan pada
cakar umumnya tidak memiliki bulu.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan
dengan materi pengamatan eksterior unggas darat, diperoleh hasil sebagai
berikut.
|
|
||||||||
Puyuh Jantan
|
Puyuh Betina
|
Sumber: Data Primer
Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Keterangan:
1.
Paruh
2.
Sayap
3.
Bulu
4.
Cakar
Berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan dengan materi pengamataneksterior unggas darat diperoleh hasil bahwa
puyuh memiliki bagian-bagian antara lain paruh, sayap, bulu, dan cakar. Puyuh
yang diamati memiliki warna bulu yang berbeda, puyuh jantan berwarna merah
coklat matang sedangkan puyuh betina memiliki warna merah coklat/sawo matang dengan
bercak coklat di bagian bulu dadanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wuryadi
(2011) bahwa umumnya puyuh jantan dewasa berwarna hitam, sedangkan puyuh betina
berwarna coklat terang dan terdapat totol coklat di bagian dada. Menurut Tumbilung
et al., (2014) menyatakan bahwa warna
bulu puyuh betina pada bagian leher dan dada bagian atas berwarna lebih terang
serta terdapat totol-totol coklat tua.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan
dengan materi pengamatan eksterior unggas air, diperoleh hasil sebagai berikut:
|
|
|
Sumber: Data Primer
Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Keterangan:
1. Paruh
2. Dada
3. Perut
4. Kaki
5. Cakar Berselaput
6.
Ekor
Berdasarkan hasil praktikum
diperoleh bahwa organ eksterior dari itik yaitu paruh, cuping, dada, perut,
kaki, cakar yang berselaput, dan ekor. Unggas air memiliki paruh yang pipih lebih
besar karena jenis pakan berbeda. Bulu pada itik berminyak tujuannya agar air
tidak masuk saat berenang. Ukuran tembolok pada unggas darat lebih besar
daripada unggas air, sehingga unggas darat lebih besar kemampuannya dalam
menyimpan makanan sementara. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suharno (2006) bahwa itik mempunyai
karakter yang spesifik yaitu pada bagian bawah tepatnya kaki yaitu antar jari
terdapat selaput renang, bulu – bulu dari unggas air berminyak karena untuk
menghalangi air masuk ke tubuh ketika berenang, serta kaki dari itik relatif
lebih pendek. Menurut
Suharno dan Amri (2010) bahwa itik alabio merupakan salah satu itik petelur asal Kalimantan yang mempunyai bentuk tubuh segitiga, warna bulu itik jantan abu – abu kehitaman dan kuning keabu – abuan pada betina serta warna paruh dan kaki kuning. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa tembolok berfungsi untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Gizzard pada unggas air lebih besar daripada unggas darat sehingga kemampuan mencerna serat pakan pada unggas air lebih tinggi.
Suharno dan Amri (2010) bahwa itik alabio merupakan salah satu itik petelur asal Kalimantan yang mempunyai bentuk tubuh segitiga, warna bulu itik jantan abu – abu kehitaman dan kuning keabu – abuan pada betina serta warna paruh dan kaki kuning. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa tembolok berfungsi untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Gizzard pada unggas air lebih besar daripada unggas darat sehingga kemampuan mencerna serat pakan pada unggas air lebih tinggi.
4.1.4. Perbedaan unggas
darat dan air
Berdasarkan praktikum dengan materi pengenalan karakteristik unggas darat
dan unggas air diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan praktikum diketahui
bahwa terdapat beberapa perbedaan antara unggas darat dan unggas air. Pada
paruh ayam bentuknya runcing karena pakan ayam pada umumnya tipe biji – bijian,
sedangkan pada ayam paruhnya pipih dan mempunyai filter yang berrfungsi untuk
menyaring pakan saat itik makan dalam air. Pada kaki ayam tidak terdapat
selaput antar jari, namun pada itik terdapat selaput tujuannya untuk membantu
itik jalan di air. Hal ini sesuai dengan pendapat Septyana (2008) yang
menyatakan bahwa itik mempunyai ciri-ciri kaki relatif
lebih pendek daripada tubuhnya, pada jari kaki memilki selaput renang untuk
membantu itik berjalan di air, paruhnya ditutupi oleh selaput halus untuk
menyaring pakan, bulu berbentuk tebal dan berminyak sebagai penghalang masuknya
air dalam tubuh.
Menurut Rasyaf (2011) bentuk kaki itik lebar yang antar jari terdapat selaput.
Perbedaan selanjutnya yaitu ayam
memiliki jengger dan itik tidak mempunyai jengger. Jengger merupakan tumbuhnya
daging di atas kepala, pada umumnya warna jengger pada ayam yaitu merah dan
mempunyai bentuk berbeda – beda seperti bentuk bilah, pea, strawberry, dan
buttercup. Hal ini sesuai dengan pendapat Ranto dan Sitanggang (2005) yang
menyatakan bahwa unggas air salah satu contohnya yaitu itik. Salah satu
karakteristik itik yaitu tidak mempunyai jengger. Menurut Untari et al. (2013) bentuk jengger merupakan daging merah yang tumbuh dibagian kepala
ayam yang bentuknya menyerupai bunga ayam betina memiliki bentuk jengger
tunggal yaitu berdiri tegak pipih dan terbagi-bagi seperti gergaji.
Kaki itik lebih pendek dari
ayam contohnya ayam kampung mempunyai kaki lebih panjang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa kaki ayam pelung lebih panjang
daripada ayam kampung serta unggas air memilki kaki relatif lebih pendek. Menurut
Martawijaya et al. (2005) bentuk kaki
itik lebih pendek dari tubuhnya dan terdapat selaput antar jari kaki.
Jenis bulu antara unggas
darat dan air berbeda, contohnya ayam bulunya tidak bermijnyak sedangkan itik
bulunya berminyak yang sifatnya tidak menyerap air. Tembolok ayam berkembang
karena ayam akan menampung pakan dalam tembolok. Hal ini sesuai dengan pendapat
Martawijaya (2005) bahwa itik merupakan jenis unggas yang memilki sifat aquatik
yaitu menyukai air. Bulu – bulu yang tebal dan berminyak pada itik berfungsi
untuk menghalangi masuknya air. Menurut Rasyaf (2006) tembolok sebagai tempat
untuk menampung pakan, sehingga indikator ayam sudah kenyang atau belum yaitu dengan
kondisi tembolok yang membesar.
4.2. Anatomi dan
Identifikasi Penyakit
Berdasarkan
praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ pencernaan sebagai
berikut:
|
|
|
||||||||||
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2015.
|
|
Sumber : Dasar, Ternak Unggas, 2005
|
Keterangan :
1. Mulut (Paruh)
2. Oesophagus
3. Tembolok (crop)
4. Proventrikulus
5. Ventrikulus
6. Duodenum
7. Jejenum dan Illeum
8. Sekum
9. Rektum
10.Kloaka
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa puyuh betina memiliki
organ pencernaan dari paruh, oesophagus,
tembolok, proventrikulus, gizzard/ventrikulus,
duodenum, jejunum, illeum, sekum, rektum dan kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) yang
menyatakan bahwa saluran pencernaan unggas terdiri dari paruh, esophagus, crop, proventrikulus, gizzard,
duodenum, usus halus, ceca, rectum, cloaca, dan vent. Organ asesori terdiri dari
pankreas dan hati. Menurut Fadilah (2006) sistem pencernaan ayam dibantu oleh
alat-alat pencernaan yang terdiri dari paruh, rongga mulut, kerongkongan,
tembolok, lambung dengan getah lambung, perut besar, usus, dan kloaka.
4.2.1.1.
Paruh, puyuh betina memiliki panjang 1 cm, paruh
berfungsi sebagai tempat masuknya makanan. Hal ini sesuai dengan Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa dua
rahang atas dan bawah yang saling berhubungan membentuk paruh untuk pengambilan
pakan dan di dalam mulut laju pakan berjalan cepat sehingga hanya sedikit
proses pencernaan di dalam mulut.
Menurut Yuwanta (2014) didalam mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase tetapi pemecahan bahan pakan di mulut sangat kecil terjadi karena mulut hanya sebagai tempat lewatnya pakan.
Menurut Yuwanta (2014) didalam mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase tetapi pemecahan bahan pakan di mulut sangat kecil terjadi karena mulut hanya sebagai tempat lewatnya pakan.
4.2.1.2.
Oesophagus, pada puyuh betina memiliki panjang 4,5 cm. Oesophagus mampu menhasilkan mukosa yang berfungsi untuk membantu
melicinkan pakan masuk ke tembolok dan organ pencernaan selanjutnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Suprijatna et al.
(2005) yang menyatakan bahwa oesophagus
berupa pipa tempat pakan yang menyalurkan pakan dari belakang mulut menuju ke
proventrikulus. Menurut Yuwanta (2014) oesophagus
merupakan saluran yang elastis memanjang dari pharynx hingga proventrikulus melewati tembolok yang mudah
mengalami pemekaran apabila terdapat pakan yang masuk.
4.2.1.3.
Tembolok, puyuh betina memiliki panjang 1,5 cm.
Tembolok merupakan tempat sementara untuk menyimpan pakan pada saat ternak
makan terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa
tembolok sebagai tempat menyimpan pakan yang sedikit atau tidak terdapat proses
pencernaan namun hanya pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan
aktivitasnya di tembolok. Menurut Yuwanta (2014) tembolok sebagai tempat
menyimpan pakan sementara memiliki saraf yang berhubungan dengan pusat
kenyang-lapar di hipotalamus sehingga banyak sedikitnya pakan yang berada di
tembolok akan memberikan respon pada saraf untuk menentukan jumlah makan yang
masuk
4.2.1.4.
Proventrikulus, pada puyuh betina memiliki panjang
1,5 cm. Fungsi dari proventrikulus yaitu mampu mensekresikan pepsinogen dan HCl
untuk mencerna protein dan lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa di
proventrikulus tidak terjadi terjadi pencernaan material pakan namu
proventrikulus merupakan pelebaran dari kerongkongan yang memproduksi pepsin
untuk pencernaan protein dan memproduksi HCl untuk pencernaan lemak. Menurut Yuwanta
(2014) lintasan pakan pada
proventrikulus sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus
sehingga pakan belum sempat dicerna.
4.2.1.5. Gizzard, atau ventrikulus
merupakan kelenjar yang memiliki otot dilapisi keratinoid tebal membetuk pola
bergaris yang sangatt kuat memecah makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) yang
menyatakan bahwa gizzard memiliki dua
pasang otot yang sangat kuat sehingga mampu berkontraksi bila pakan masuk
sehingga pakan akan digiling. Menurut Yuwanta (2014) fungsi utama gizzard yaitu memecah dan melumatkan,
pakan yang sudah dipecah dan dilumatkan kemudian bercampur dengan air menjadi
pasta yang dinamakan chymne.
4.2.1.6.
Duodenum ,
pada puyuh betina memiliki panjang 10 cm, befungsi sebagai tempat absorbsi
produk pencernaan. Pada bagian ini terjadi proses pencernaan yang paling aktif.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa berbagai enzim yang masuk dalam duodenum berfungsi mempercepat dan mengefisiensi proses pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah proses absorbi. Menurut Yuwanta (2014) duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati.
Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa berbagai enzim yang masuk dalam duodenum berfungsi mempercepat dan mengefisiensi proses pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah proses absorbi. Menurut Yuwanta (2014) duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati.
4.2.1.7.
Jejenum dan Illeum,
pada puyuh betina memiliki panjang jejunum
35,5 cm dan berat 4 gram sedangkan illeum puyuh betina memiliki panjang 7
cm. Jejenum dan illeum merupakan kelanjutan dari duodenum berfungsi untuk
penyerapan zat makanan yang belum selesai dilakukan di duodenum. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suprijatna et al.
(2005) yang menyatakan bahwa jejunum
dan illeum pada unggas sulit
dibedakan, sepanjang permukaan jejunum
dan illeum terdapat vili dan
permukaannya terdapat mikrovili untuk melakukan absorbi hasil pencernaan.
Menurut Yuwanta (2014) pakan yang belum selesai diserap pada duodenum kemudian
dilanjutkan pada jejunum dan illeum sampai pada bahan pakan yang
tidak mampu lagi tercerna.
4.2.1.8.
Sekum, terdiri dari seca kanan dan seca kiri, pada
puyuh betina seca kanan memiliki panjang 7,5 cm dan seca kiri memiliki panjang
7 cm. Sekum pada unggas berfungsi untuk penyerapan air dan keseimbangan
elektrolit. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa di dalam sekum terjadi
penyerapan air dalam jumlah kecil dan karbohidrat serta protein dicerna oleh
bantuan beberapa bakteri. Menurut Yuwanta (2014) di dalam sekum terjadi digesti
serat kasar yang dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar.
4.2.1.9.
Rektum, pada puyuh betina memiliki panjang 5 cm.
Rektum merupakan usus besar yang berfungsi juga sebagai tempat absorbsi air dan
mengatur keseimbangan air pada tubuh unggas. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa rektum berbentuk lebar dan terdapat
pada bagian akhir usus halus menuju kloaka. Menurut Yuwanta (2014) pada bagian
rektum terjadi perombakan pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme,
sehingga menjadi feses. Bagian ini juga bermuara ureter dari ginjal untuk
membuang urine yang bercampur dengan feses atau yang disebut ekskreta.
4.2.1.10.
Kloaka, pada puyuh betina memiliki panjang 1,5 cm.
Kloaka merupaka saluran pengeluaran sisa pencernaan berupa ekskreta yang
bentuknya bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa kloaka yang berbentuk bulat
merupakan akhir saluran pencernaan dan saluran reproduksi bermuara. Menurut Yuwanta
(2014) kloaka sebagai tempat keluarnya eksreta karena urodeum dan koprodeum
terletak berhimpitan.
Berdasarkan
praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ resoirasi
sebagai berikut:
|
|
|
|||||
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak
Unggas, 2015.
|
|
Sumber : Google.com
|
Keterangan :
1. Nares
eksternal
2.
Larynx
3.
Trachea
4.
Bronchus
5.
Paru-paru
Berdasarkan
hasil praktikum diketahui bahwa sistem resprirasi pada unggas puyuh betina
terdiri dari lubang hidung, larynx, trachea, paru-paru, dan kantong udara.
Hal ini sesuai pendapat Suprijatna et al.
(2005) yang menyatakan bahwa sistem respirasi (pernapasan) pada unggas terdiri
dari nasal cavitie, larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi,
paru-paru, kantong udara. Menurut Yuwanta (2014) saluran respirasi terdiri dari
luar kedalam adalah luar (lubang hidung) dan dalam (external dan internal nares),
glottis, larynx, trachea, syrinx (rongga suara), bronchi, dan paru-paru.
4.2.2.1.
Lubang hidung, merupakan organ pernapasan terluar pada
unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa nares eksternal (lubang hidung) merupakan organ terluar pada
saluran pernapasan yang dilewati udara pertama kali. Menurut pendapat Fadilah
dan Polana (2011) lubang hidung merupakan bagian atas alat pernapasan pada
unggas
4.2.2.2.
Larynx, merupakan saluran yang berperan sebagai tempat
lewatnya udara masuk ke trachea. Hal
ini sesuai dengan pendapat Frandson et
al. (2009) yang menyatakan bahwa
larynx adalah suatu saluran yang dilewati udara sebelum udara masuk ke trachea. Menurut pendapat Fadilah dan
Polana (2011) bagian alat pernapasan bagian atas yaitu pangkal tenggorokan atau
larynx.
4.2.2.3.Trachea, merupakan sebuah rongga
yang panjang dari ujung laring ke bronkus. Hal ini sesuai dengan pendapat
Frandson et al. (2009) yang
menyatakan bahwa trachea merupakan
rongga yang memanjang dari ujung ekor dari laring ke bronkus. Hal ini sesuai
dengan pendapat Gillespie dan Frank (2010) yang menyatakan bahwa trachea terususn atas tulang rawan (cartilago) yang berbentuk menyerupai
huruf C.
4.2.2.4. Bronchus, merupakan saluran
percabangan pada sistem pernafasan yang terdapat pada bagian caudal trachea. Hal ini sesuai dengan
Frandson et al. (2009) bahwa bronchus merupakan saluran penghubung
dengan paru-paru yang diteruskan dengan kantong udara pada bagian perut.
Gillespie dan Frank (2010) menyatakan bahwa bronchus
terletak pada bagian akhir trachea.
Bronchus memiliki percabangan disebut
sebagai bronchi. Bronchus memiliki saluran primer yang berhubungan dengan paru-paru.
4.2.2.5.
Broncheolus, merupakan percabangan singular
dari bronchus. Bronchus dan broncheolus memiliki fungsi yang sama berkaitan dengan percabangan.
Hal ini sesuai dengan Gillespie dan Frank (2010) yang menyatakan bahwa broncheolus merupakan sub pembagian
kecil dari bronchus. Broncheolus memiliki fungsi organ yang
berhubungan dengan paru-paru. Hal ini sesuai dengan Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa singular broncheolus memiliki fungsi yang menghubungkan langsung dengan
paru-paru dalam sistem respirasi.
4.2.2.6.
Paru-paru, pada unggas paru-parunya yang tidak
memiliki diafragma sehingga tidak berkembang dan berfungsi untuk tempat
pertukaran gas di dalam darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa
paru-paru pada unggas tidak memiliki diafragma sehingga tidak berkembang dan
kontaraksi selama proses ekspirasi dan inspirasi, berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah. Paru-paru terletak diantara
tulang rusuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan
bahwa paru-paru terletak diantara tulang rusuk dan vertebrae dorsalis yang
berfusi dengan rongga udara.
4.2.2.7.
Kantong udara, berfungsi untuk menampung udara. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et
al. (2005) yang menyatakan bahwa unggas memiliki sistem kantong udara yang
berfungsi untuk menampung udara. Menurut Yuwanta (2014) kantong udara berfungsi
untuk membantu paru-paru untuk pernapasan, meringankan dan membantu
mengapungkan tubuh saat unggas terbang di udara, dan membantu difusi air dari
darah untuk disekresikan lewat paru-paru sebagai uap air.
Berdasarkan
praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ reproduksi
unggas jantan sebagai berikut:
|
|
|
|||
Sumber : Data
Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
|
Sumber :
Google.com
|
Keterangan :
1. Testis
2. Vas deferens
3. Kloaka
|
|
Berdasarkan
praktikum diperoleh hasil bahwa organ reproduksi unggas jantan terdiri dari
sepasang testis, epididimis, ductus
deferent, dan organ kopulasi kloaka. Testis berjumlah sepasang terletak
pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada bagian anterior akhir dari
ginjal dan berwarna kuning terang. Testis berfungsi sebagai penghasil sel gamet
jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa sistem reproduksi unggas jantan
terdiri dari dua testis yang terletak pada dorsal area rongga tubuh, dekat
bagian akhir anterior ginjal. Bentuknya elipsoid dan berwarna kuning terang,
sering pula berwarna kemerahan karena banyaknya cabang-cabang pembuluh darah
pada permukaannya. Ditambahkan oleh pendapat Vali (2011) yang menyatakan bahwa
testis unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat
pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cavar, atau
di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal.
Vas
deferens atau ductus deferens mengangkut sperma dari ekor epididimis
ke uretra. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) sperma diangkut dari ekor epididimis ke ampula di bantu dengan
gerakan peristaltik vas deferens. Kelenjar-kelenjar vesikularis mengahasilkan
fruktosa dan asam sitrat. Ampula dapat diurut secara manual untuk memperoleh
semen. Soeparna (2007) meyatakan dindingnya mengandung otot-otot licin yang
penting dalam mekanisme pengangkutan semen waktu ejakulasi. Pada ayam diameternya
mencapai 2 mm dan konsistensinya seperti tali.
Alat kopulasi
pada unggas berupa papila (penis) yang mengalami rudimenter. Hal
ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) yang menyatakan bahwa sebutan organ rudimenter pada unggas tidak ada hubungannya
dengan ductus deferent dan terletak di bagian ventral median
salah satu lipatan melintang pada kloaka. Soeparna et al., (2007) menyatakan bahwa penis merupakan organ rudimenter atau
prosesus jantan yang digunakan pada pembedaan jenis kelamin pada anak ayam
berdasarkan pengamatan pada kloaka. Pada papila ini juga diproduksi cairan transparan yang bercampur dengan
sperma saat terjadinya kopulasi.
Kloaka merupakan lubang yang berfungsi sebagai satu-satunya lubang untuk
saluran pencernaan, urin dan reproduksi. Sujionohadi dan Setiawan (2007)
perbedaan yang tampak antara kloaka jantan dan betina yaitu pada jantan
memiliki satu titik kecil sedangkan betina tidak ada atau paling tidak hanya
berbentuk garis. Yaman (2012)
menyatakan bahwa kloaka memiliki fungsi ganda baik sebagai akhir dari saluran
pencernaan, maupun berguna sebagai saluran urin dan reproduksi.
4.2.4.
Sistem reproduksi unggas betina
|
|
|
|
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2015.
|
Sumber : Google.com
|
Keterangan :
1.
Ovarium
2.
Infundibulum
3.
Magnum
4.
Uterus
5.
Vagina
6.
Kloaka
Ovarium
terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada
garis punggung sebagai penghasil ovum. Hal ini sesuai dengan
pendapat Setiawan (2006) bahwa ovarium yang sangat kaya akan kuning
telur atau yang disebut yolk. Soeparna et al. (2007) menyatakan bahwa
letak ovarium berada diujung cranial ginjal dan agak ke kiri dari
garis tengah daerah sumblumbal cavum
dadominalisi dan tergantung pada dinding dorsal abdomen oleh
suatu lipatan peritoneum.
Infundibulum
mempunyai fungsi menangkap uvum dan tempat terjadinya fertilisasi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soeparna (2007) yang menyatakan bahwa pada bagian
leher infundibulum yang merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma
juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina. Vali dan Abbas
(2011) menyatakan bahwa infundibulum mempunyai lubang yang disebut ostium abdominal yang berfungsi untuk
menangkap ovum yang telah masak. Kuning telur berada pada infundibulum ini
selama 15 – 30 menit.
Magnum
merupakan saluran kelanjutan dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang
dari oviduk. Magnum tesusun dari glandula tubuler
yang sangat sensibel. Hal ini sesuai dengan pendapat Permana (2005) yang
menyatakan bahwa magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduct. Diperlukan waktu sekitar 3,5
jam bagi telur yang sedang berkembang untuk melalui magnum. Setiawan
(2006) menyatakan bahwa mukosa dari magnum tesusun
dari sel gobelet yang berfungsi mensekresikan putih telur kental dan
cair.
Uterus merupakan bagian oviduk yang
melebar dan berdinding kuat. Uterus memiliki
fungsi sebagai tempat pembentukan kerabang telur dan pewarnaan kerabang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Permana (2005) Selain
pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan
disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding uterus
dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel. Menurut Setiawan (2006) telur yang berkembang tinggal di uterus sekitar 18 - 20
jam, lebih lama daripada dibagian lain dari oviduk.
Pada vagina
telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang berguna
untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Hal
ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa didalam vagina
kutikula ditimbun pada kerabang untuk mengisi sebagian pori-pori kerabang.
Secara normal, telur tinggal dalam vagina selama beberapa menit, tetapi dalam
keadaan tertentu dapat tinggal beberapa jam. Vali dan Abbas (2011) menyatakan
bahwa selain itu, vagina juga berfungsi untuk penempatan telur sebelum
dikeluarkan (ovoposition).
Berdasarkan
praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ urinasi sebagai
berikut:
|
|
|
|
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi
Ternak Unggas, 2015.
|
Sumber : Google.com
|
Keterangan:
1.
Ginjal
2. Ureter
3.
Kloaka
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa puyuh betina memiliki
ginjal dengan panjang 1 cm dan beratnya 0 gram. Ginjal merupakan organ ekskresi pada unggas yang
relatif besar yang terletak di paru – paru tepatnya di belakang tulang punggung
dan tulang rusuk. Ginjal berperan dalam pengaturan keseimbangan osmotik cairan
tubu. Ginjal berfungsi memproduksi urin melalui proses filtrasi darah dan
reabsorbsi beberapa nutrien. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa sistem urinaria ayam terdiri atas sepasang ginjal yang memanjang letaknya
melekat pada tulang punggung dan tulang rusuk. Menurut Yuwanta (2014) ginjal
secara selektif akan menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali
dari filtrat yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dari produk buangan plasma.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa puyuh betina memiliki
ureter dengan panjang 1 cm dan beratnya 0 gram. Ureter menghubungkan ginjal
dengan kloaka. Saluran ureter
yang keluar pada puyuh betina akan menuju ke kloaka.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dengan kloaka. Ureter merupakan saluran silinder yang akan menghantarkan urine dari ginjal ke kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ureter adalah saluran muscular yang mengalirkan urine dari dinding ginjal menuju ke kloaka yang akan bercampur dengan feses.
Suprijatna et al. (2005) ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dengan kloaka. Ureter merupakan saluran silinder yang akan menghantarkan urine dari ginjal ke kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ureter adalah saluran muscular yang mengalirkan urine dari dinding ginjal menuju ke kloaka yang akan bercampur dengan feses.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa puyuh betina memiliki
ureter dengan panjang 1 cm dan beratnya 0 gram. Kolon
merupakan tempat dari berbagai bakteri yang merupakan bakteri ramah , gentamicin mampu menjaga, menghambat dan membunuh mikoflora -
mikoflora dalam saluran pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Giguere
(2006) yang menyatakan bahwa gentamicin adalah salah satu aminoglikosida yang dihasilkan
dari fermentasi Micromospora purpurea. Gentamicin aktif menghambat kuman pada
saluran pencernaan termasuk kolon, seperti kuman Fowl kolera, E.coli, P. aeroginosa, Arizona paracolon,
dan infeksi Salmonella. Kolon
merupakan bagian sari system urinari unggas yang terletak dibagian belakang
yang berfungsi sebagian besar dengan penyerapan air,
penyerapan beberapa vitamin dan elektrolit. Hal ini sesuai dengan
pendapat Abun (2008) yang meyatakan bahwa kolon merupakan salah satu bagian
dari usus besar yang terletak paling posterior dari sistem pencernaan selain
sekum dan kloaka yang berfungsi untuk absorbsi air, natrium, dan mineral lain.
Menurut Yanungrah et
al. (2012) jika perkembangan kolon tidak
sempurna maka fungsi kolon tidak optimal, absorbsi terganggu dan dapat terjadi diare serta mengurangi proktivitas ayam pedaging Kloaka adalah lubang posterior yang
berfungsi sebagai satu saluran pencernaan, urin,
dan genital pada spesies hewan
unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005)
yang menyatakan bahwa kloaka merupakan tempat keluarnya kotoran ternak atau
ekskreta yang merupakan hasil metabolisme. Menurut Sujionohadi dan Setiawan
(2005) urin unggas tersusun dari asam urat yang bercampur dengan feses pada
kloaka dan keluar sebagai kotoran yang berwarna putih seperti pasta.
Berdasarkan
praktikum produksi ternak unggas dapat diketahui bahwa burung puyuh yang
menjadi objek pengamatan tidak terjangkit penyakit apapun karena tidak terdapat
kelainan pada bagian eksterior ataupun interior burung puyuh. Hal ini menunjukan
bahwa burungpuyuh ini cocok untuk digunakan sebagai bibit dalam usaha
peternakan burung puyuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Pancaputra (2011) yang
menyatakan bahwa burung puyuh yang sesuai untuk usaha peternakan adalah jenis
burung puyuh yang tidak terdeteksi adanya penyakit dalam tubuhnya. Rahayu et al. (2013) Fowl pox adalah penyakit yang ditandai adanya benjol-benjol atau
bintik-bintik yang berisi air nanah dan kemudian mengeras menjadi kemeraha pada
bagian pial atau kaki.
4.3. Formulasi Ransum
Berdasarkan
praktikum formulasi ransum diperoleh hasil organoleptik bahan pakan sebagai
berikut :
No
|
Bahan Pakan
|
Bentuk
|
Tekstur
|
Warna
|
Bau
|
1
|
MBM
|
Tepung
|
Halus
|
Coklat Tua
|
Amis
|
2
|
Bekatul
|
Tepung
|
Halus
|
Coklat Muda
|
Khas
|
3
|
Jagung
|
Serpih Kasar
|
Kasar
|
Kuning Muda
|
Khas
|
4
|
Bungkil Kedelai
|
Serpih Kasar
|
Kasar
|
Coklat Muda
|
Khas
|
5
|
PMM
|
Tepung
|
Halus
|
Coklat Muda
|
Amis
|
6
|
Premix
|
Tepung
|
Halus
|
Putih Kekuningan
|
Khas
|
7
|
Tepung Ikan
|
Tepung
|
Halus
|
Coklat Muda
|
Amis
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
4.3.1. MBM
(Meat Bone Meal)
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa MBM berbentuk tepung,
memiliki tekstur halus, berwarna coklat tua dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Prayitno et al. (2010) yang
menyatakan bahwa MBM memiliki tekstur agak halus, berbau khas, berwarna agak
kekuningan, dan memiliki rasa gurih. Menurut Marta’ati (2015) bau yang muncul
pada tepung tulang sangat menonjol atau menyengat karena terbuat dari campuran
tulang dan daging.
4.3.2. Bekatul
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh
hasil bahwa bekatul berbentuk tepung, memiliki tekstur halus, berwarna coklat
muda dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Adisarwanto (2005) yang menyatakan bahwa bekatul
mempunyai senyawa fitokimia yang menyebabkan bekatul berwarna coklat. Sarbini
(2009) menambahkan bahwa warna bekatul coklat karena mengandung senyawa
fitokimia dan beraroma khas karena mengandung minyak tokofenol dan bertekstur halus. Nataliningsih (2009)
menyatakan bahwa rasa bekatul adalah
kurang enak dan pahit karena kandungan utamanya adalah karbohidrat dan serat,
kandungan proteinnya sangat rendah sehingga kurang menghasilkan rasa gurih.
4.3.3.
Jagung kuning
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa jagung berbentuk serpih
kasar, memiliki tekstur kasar, berwarna kuning dan berbau khas. Jagung
merupakan bahan pakan sumber energi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhani et al. (2012) bahwa jagung kuning dapat
diberikan untuk ternak dalam bentuk dipipil, dikeringkan dan digiling. Menurut Putri
et al. (2013) jagung berwarna
kuning terang, beraoma khas, rasanya khas jagung kuning, dan bertekstur lebih
kasar.
4.3.4.
Kedelai
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa
kedelai berbentuk serpih kasar, memiliki tekstur kasar, berwarna coklat muda
dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Pertiwi et al. (2010) menambahkan bahwa komposisi nutrisi bungkil kedelai
sengat beragam tergantug pada jumlah serpihan kulit ari (sekam) yang
ditambahkan pada ampas kedelai sisa minyak yang masih tertinggal. Menurut Yatno
(2011) struktur bungkil kedelai kurang padat dan terdapat banyak rongga antar
partikel.
4.3.5.
PMM (Poultry Meat Meal)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa PMM
berbentuk tepung, memiliki tekstur halus, berwarna coklat muda dan berbau amis.
Hal ini sesuai dengan pendapat Yaman (2010) yang menyatakan bahwa tepung daging
unggas terbuat dari sisa – sisa proses unggas seperti kepala, kaki dan usus,
kecuali bulu. Menurut Prayitno et al.
(2010) MBM memiliki tekstur agak halus, berbau khas, berwarna coklat muda, dan
memiliki rasa gurih.
4.3.6.
Premix
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa PMM berbentuk tepung,
memiliki tekstur halus, berwarna putih kekuningan dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hardjosworo (2006) yang menyatakan bahwa premix memilki campuran bahan pakan
telah diencerkan yang dalam pemakainnya harus dicampurkan ke dalam pakan. Menurut
Zahra et al. (2014) premix memiliki kandungan vitamin yang ada di dalam
premix cukup lengkap yaitu vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, vitamin
B1, vitamin B2 dan vitamin B6.
4.3.7.
Tepung Ikan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa tepung ikan bebrntuk
tepung, bertekstur halus, berwarna coklat muda, dan berbau khas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suci dan
Widya (2012) tepung ikan merupakan sumber protein hewani yang biasa digunakan
untuk ayam karena memiliki kualitas protein dan asam amino yang baik. Menurut Pang
et al. (2013) tepung ikan mempunyai aroma khas menyengat
ikan dan berwarna coklat keemasan.
Berdasarkan praktikum formulasi ransum untuk ayam
broiler starter dengan kebutuhan PK 20% dan kebutuhan EM 2900 kkal/kg diperoleh
hasil perhitungan formulasi ransum sebagai berikut :
No
|
Bahan Pakan
|
PK (%)
|
EM (kkal/kg)
|
Komposisi (%)
|
Harga (Rp/kg)
|
1
|
Jagung kuning
|
8,60
|
3370
|
44
|
4000
|
2
|
Bungkil
kedelai
|
48,00
|
2240
|
12
|
8100
|
3
|
Tepung ikan
|
63,60
|
2830
|
3,5
|
7200
|
4
|
PMM
|
54,75
|
2010
|
3,5
|
12200
|
5
|
MBM
|
50,40
|
2150
|
6
|
10000
|
6
|
Bekatul
|
12,00
|
2860
|
30
|
4000
|
7
|
Premix
|
0
|
0
|
1
|
8500
|
|
Total
|
20,31
|
2908
|
100
|
|
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa formulasi ransum untuk
ayam broiler fase starter menggunakan metode trial and error dengan bahan pakan jagung kuning sebanyak 44%, bungkil kedelai 12%, tepung ikan
3,5%, PMM 3,5%, MBM 6%, bekatul 6%, premix 1% telah mencukupi nutrisi
yang diperlukan ternak yaitu PK 20% dan EM 2900 kkal/g karena dari formulasi
ransum tersebut diperoleh kandungan PK 20,31% dengan EM 2908 kkal/g.
Bahan pakan yang diformulasikan tersebut mampu memenuhi kebutuhan ternak ayam
broiler fase starter. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al.
(2005) yang menyatakan bahwa ransum merupakan campuran berbagai macam bahan
organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan
zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Menurut Budiansyah
(2010) ransum digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak karena ransum
disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi standar kebutuhan zat makanan yang
telah ditetapkan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kelas
unggas terbagi menjadi kelas Asia, Amerika, Inggris dan Mediterania. Perbedaan unggas
darat dan unggas air yang diantaranya adalah pada unggas air terdapat selaput
kaki, bulu halus karena terdapat cairan minyak yang menutupinya, paruh yang
pipih yang didalamnya terdapat filter dan hal tersebut tidak terdapat pada
unggas darat. Organ pencernaan meliputi paruh, oesophagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, duodenum, jejunum, illeum, sekum, rektum
dan kloaka. Organ respirasi meliputi hidung, larynx, trachea, paru-paru, dan kantong udara. Organ reproduksi
jantan meliputi testis, epididimis, ductus
deferent, dan kloaka. Organ
reproduksi betina meliputi ovarium, infundibulum, magnum, uterus, dan vagina. Kondisi
hewan yang digunakan dalam praktikum termasuk dalam kondisi sehat. Kandungan PK
dan EM pada ransum yang telah disusun sudah sesuai dengan standar PK dan EM
yang seharusnya diberikan pada ayam bloiler periode starter sehingga ransum
sudah layak untuk diberikan.
5.2. Saran
Seharusnya
praktikan dalam melakukan formulasi ransum teliti, cermat dan akurat agar
mendapatkan ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak dan mendapatkan harga
yang seminim mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2008. Hubungan Mikroflora dengan Metabolisme
dalam Saluran Pencernaan Unggas dan Monogastrik. Universitas Padjajaran,
Bandung.
Adisarwanto. 2005. Kedelai.
Swadaya, Jakarta.
Andi, R. N. 2010. Optimalisasi
Formulasi Pakan Ternak Terhadap Ayam Pedaging Dengan Menggunakan Metode Linear
Programming. Jurnal Ilmu Peternakan. 1
(1) : 1-15.
Budiansyah, A. 2010. Performan
ayam broiler yang diberi ransum yang mengandung bungkil kelapa yang
difermentasi ragi tape sebagai pengganti sebagian ransum komersial. J. Ilmiah
Ilmu-ilmu Peternakan 13(15): 260
- 268.
Departemen Pertanian. 2007. Konsumsi padi perkapita.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Fadilah, R. 2006. Panduan Mengelola
Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Bogor.
Fadilah, R. 2013. Beternak Ayam
Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fadilah, R., dan Polana , A. 2011. Aneka Penyakit Pada
Ayam dan Cara Mengatasinya. Agro Media Pustaka, Tangerang.
Frandson, R. D., W. L. Wilke dan A.
D. Fails. 2009. Anatomy and Phsiology of Farm Animals. Wiley, Blackwell.
Giguere,Steeve. 2006. Antimicrobial
Therapy in Veterinary Medicine Fourth Edition. Blackwell Publishing.
Gillespie, J.
R. dan F. Frank. 2010. Modern Livestock & Poultry Production. 5 Maxwell
Drive. Delmar, USA.
Hanafiah, M. A. 2013. Analisis
Agribisnis Ternak Puyuh. Skripsi. Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Hardjosworo, P.
S. 2006. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Isnaeni, W., F. Abyadul dan N.
Setiati. 2006. Studi penggunaan
prekursor hormon steroid dalam pakan terhadap kualitas reproduksi Burung puyuh
jantan (coturnix coturnixJaponica). Fakultas
Peternakan UNW. Mataram.
Leeson, S. 2008. Production for commercial poultry
nutrition. Journal Applied Poultry Research 1(17): 315 – 322.
Marta’ati, M.
2015. Pengaruh penambahan tepung tulang ikan tuna (Thunnus sp) dan proporsi jenis
shortening terhadap sifat organoleptik. E-Journal Boga. 4 (1) :
153 – 161.
Martawaijaya,
E. I., Martanto, E., dan Tinaprilla N. 2005. Panduan Beternak Itik Petelur
Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Nataamijaya, A. G. 2005. Karakteristik
Penampilan Pola Warna Bulu, Kulit, Sisik Kaki, dan Paruh Ayam Pelung di Garut
dan Ayam Sentul di Ciamis. Buletin Plasma Nutfah. Vol 1 (1) : 1 – 5.
Nataliningsih.
2009. Analisis kandungan gizi dan sifat organoleptik terhadap cookies
bekatul. Fakultas Pertanian.
Nogalska. A. et al 2014. Meat and bone meal as nitrogen and phosphorus supplier
to cereals and oilseed rape. Agricultural and Food Science. Finlandia. 23 :
19-27.
Pancaputra, B. 2011. Pedoman Pembibitan Burung Puyuh Yang Baik (Good
Breeding Practice). Direktorat Perbibitan Ternak, Direktorat Jenderal
Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.
Pang, C. J., E.
Noerhartati., dan F. S. Rejeki. 2013. Optimasi prose pengolahan mi ikan tongkol (Euthynnus Affinis). Jurnal Agroindustri. 1 (1).
Permana, D. H. 2005. Performa reproduksi burung puyuh ( Coturnix
coturnix japonica) umur 8-11 minggu pada perbandingan jantan dan betina
yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Pratama, Y. 2006. Sifat-sifat
kualitatif ayam Kampung di Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto Kecamatan Koto
Tangah Kota Padang. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. [Skripsi]
Prawira, Y.A. 2014. Stuktur anatomi syrinx pada ayam ketawa. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Hasanudin, Makasar. [Skripsi]
Prayitno, A. H.,
E. Suryanto., dan Zuprizal. 2010. Kualitas
fisik dan sensoris daging ayam
broiler yang diberi pakan dengan
penambahan ampas virgin coconut oil
(VCO). Buletin Peternakan. 34 (1)
: 55 – 63.
Pertiwi,
S. F., S. Aminah., dan Nurhidajah. 2013. Aktivitas Aantioksidan, karakteristik
kimia, dan sifat organoleptil susu kecambah kedelai hitam (Glycine soja)
berdasarkan variasi waktu perkecambahan. Jurnal Pangan dan Gizi. 4 (8) : 1 8.
Putranto, H. D. 2011.
Pengaruh suplementasi daun katuk terhadap ukuran ovarium dan oviduk serta tampilan produksi
telur ayam burgo. Jurnal Sains Peternakan
Indonesia. 4 (2) : 103 – 114.
Putri, H. K., Jumirah., dan
Z. Lubis. 2013. Uji daya terima dan kandungan gizi nasi dengan penambahan
labu Kuning dan jagung manis . Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.
Rahayu, I., T. Sudaryani., dan H. Santosa.
2013. Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Ramandhani, G.
A., M. Izzati., dan S. Parman. 2012. Analisis proximat, antioksidan
dan kesukaan sereal makanan dari bahan
dasar tepung jagung (Zea mays L) dan tepung labu kuning (Cucurbita
moschata Durch). Buletin
Anatomi dan Fisiologi. 20 (2) : 32 –
39.
Ranto
dan Sitanggang, M. 2005. Panduan Lengkap Beternak Itik. PT. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Rasyaf,
M. 2006. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak
Ayam Pedaging. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf,
M. 2011. Beternak Itik Komersial. Kanisius, Yogyakarta.
Rianto dan Sitanggang. M. 2005.
Panduan lengkap beternak itik. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Rohajawati, S dan Supriyati, R. 2010.
Sistem pakar: diagnosis penyakit unggas
dengan metode certainty factor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Pakuan, Bogor. 4(1): 41-46.
Sarbini, D. , Rahmawaty, S., dan Kurnia, P. 2009.
Uji fisik, uji organoleptik, dan kandungan zat gizi biscuit tempe - bekatul dengan fortifikasi fed
an zn. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi.
10 (1) : 18 – 26.
Saropah. D., Jannah.
A, dan Maunatin. A. 2012. Kinetika reaksi
enzimatis ekstrak kasar enzim selulase bakteri selulolitik hasil isolasi dari
bekatul. Fakultas
Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 1(2) : 34 – 45.
Septyana, M. 2008. Performa Itik Petelur Lokal dengan Pemberian
Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus) dalam Ransumnya. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Setiawan, D. 2006. Performa
produksi burung puyuh (coturnix coturnix japonica) pada perbandingan
jantan danbetina yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sinurat. A. P. 2008. Penggunaan
bahan pakan lokal dalam pembuatan ransum ayam buras. Wartazoa 1(9) : 12 – 21.
Sujionohadi, K dan A. I. Setiawan.
2007. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparna. Hidajat dan T., D.
Lestari. 2007. Penampilan reproduksi tiga jenis ayam lokal Jawa barat. Fakultas
Peternakan. Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Subekti, K dan Arlina, F .2011.
Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Kampung di Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten
Solok Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 16 (2) : 74-86.
Suci, D.M dan
Widya, H. 2012. Pakan Ayam. 2012. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sufi.
S, Y. 2009. 100 Tip Pilihan Antigagal Memasak. PT. Kawah Pustaka, Jakarta.
Suharno,
B dan Amri, K. 2010. Panduan Beternak IItik Secara Intensif. Penebar Swadaya,
Depok.
Suharno,
B. 2006. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharno. B dan Amri. K. 2007.
Panduan beternak itik secara intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sujionohadi, K dan A. I. Setiawan.
2005. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan
Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susilorini,
T. E., M. E. Sawitri dan Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Susilowarno,
R. G., Hartono, R. S., Murtiningsih, E. M., dan Umiyati. 2007. Biologi.
Grasindo, Jakarta.
Tangedjaja. B dan Wina. E. 2005.
Limbah tanaman dan produk samping industri jagung untuk pakan. Balai Penelitian
Peternakan. Bogor.
Tombuku, A. T., V.
Rawung, M. Montong dan Z. Poli. 2014. Pengaruh berbagai macam ransum komersial
dengan menggunakan sistem kandang yang berbeda terhadap kualitas karkas ayam
pedaging. J. Zootek 34
(khusus) :76 -84.
Trilaksani. W., Salamah. E., dan
Nabil. M. 2006. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium
dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 1(1) : 35 – 45.
Tumbilung, W., L. Lambey.,
E.Pudjihastuti., dan E. Tangkere. 2014.
Sexing berdasarkan morfologi burung puyuh (coturnix
coturnix japonica). J. Jurnal zootek. 34(2):
170 - 184.
Umiyasih. U dan Wina. E. 2008. Pengolahan
dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia.
Wartazoa. 3 (18) : 127 – 136.
Untari, E. K.,
Ismoyowati., dan Sukardi. 2013. Perbedaan
Karakteristik Tubuh Ayam Kedu yang Dipelihara Kelompok Tani Ternak “Makukuhan
Mandiri” di Temanggung. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman,
Purwokerto.
Vali, N dan D. Abbas. 2011. Molecular
study for the sex identification in Japanese quail.African of Biotechnology 10 (80).
Watson. H. 2006. Poultry
meal vs poultry by produck meal. Dogs in Canada Magazine. Canada.
Wibowo, H. M. Asmara, W dan
Tabbu, C. R. 2006. Isolasi dan identifikasi serologis virus avian influenza
dari sampel unggas yang diperoleh di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah. Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada. 24
(1): 77-83.
Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. PT Agromedia
Pustaka, Jakarta.
Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung
Unggul 6 Minggu Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yaman. 2012. Ayam Kampung Agribisnis
Pedaging dan Petelur. Agriflo, Depok.
Yanungrah, W., P. Suastika., dam I. B. K. Ardana.
2012. Pemberian Kombinasi Tylosin dan Gentacimin Terhadap Ketebalan Struktur
HIstologis Kolon Ayam Pedaging. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (1) : 114 – 131.
Yatno. 2011.
Fraksinasi dan sifat fisiko-kimia bungkil inti sawit. Jurnal Agrinak. 1
(1) : 11 -16.
Yuwanta, T. 2014. Dasar Ternak
Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Zahra, A. A. Edjeng,
S dan Bambang, S. 2014. Pengaruh pemberian pakan sorghum dan kulit pisang
terhidrolisis dengan NaOH terhadap lemak dan kolesterol ayam broiler. Fakultas
Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 32 (1): 74-81.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perbedaan Unggas Darat dan Air
Lampiran
4. Hasil Perhitungan
Formulasi Ransum (lanjutan)
Saya SEKARANG FULFILL BERHARGA KERUGIAN DARI PINJAMAN I GOT DARI LFDS. Saya ingin membawa ini kepada notis orang ramai tentang bagaimana saya menghubungi LFDS selepas saya kehilangan pekerjaan saya dan ditolak pinjaman oleh bank saya dan kewangan lain institusi kerana skor kredit saya. Saya tidak dapat membayar yuran anak saya. Saya tertinggal di atas bil, kira-kira akan dibuang keluar rumah kerana saya tidak dapat membayar sewa saya. Pada masa ini, anak-anak saya diambil dari saya oleh penjagaan angkat. Kemudian saya berikan untuk mencari dana dalam talian di mana saya kehilangan $ 3,670 yang saya dipinjam dari rakan-rakan yang saya telah merobek oleh dua syarikat pinjaman dalam talian. Sehingga saya membaca tentang: Perkhidmatan Pembiayaan Le_Meridian (lfdsloans@outlook.com / lfdsloans@lemeridianfds.com) di suatu tempat di internet, Masih tidak meyakinkan kerana apa yang saya telah lalui sehingga saudara saya yang seorang paderi juga memberitahu saya mengenai skim pinjaman LFDS yang berterusan pada kadar faedah yang sangat rendah sebanyak 1.9 %% dan terma pembayaran balik yang indah tanpa penalti kerana gagal bayar pembayaran. Saya tidak mempunyai pilihan selain menghubungi mereka yang saya lakukan melalui teks + 1-989-394-3740 dan Encik Benjamin menjawab kembali kepada saya Hari itu adalah hari yang terbaik dan paling hebat dalam hidup saya yang tidak boleh dilupakan apabila saya menerima amaran kredit $ 400,000.00 Jumlah pinjaman kami yang dipohon. Saya menggunakan pinjaman dengan berkesan untuk membayar hutang saya dan memulakan perniagaan dan hari ini saya dan anak-anak saya sangat gembira dan memenuhi. Anda juga dapat menghubungi mereka melalui e-mel: (lfdsloans@outlook.com / lfdsloans@lemeridianfds.com) Helaian WhatsApptext: + 1-989-394-3740 Mengapa saya melakukan ini? Saya melakukan ini untuk menyelamatkan seberapa banyak yang memerlukan pinjaman tidak menjadi mangsa penipuan di internet. Terima kasih dan Tuhan memberkati anda semua, saya Oleksander Artem dari Horizon Park BC, Ukraine.
BalasHapus