Senin, 01 Juni 2015

Laporan Praktikum Produksi Ternak Unggas (PTU)

BAB I
PENDAHULUAN

            Ternak unggas merupakan sekelompok unggas (aves) dengan memiliki tujuan pemeliharan yang berbeda. Ternak unggas dibedakan menurut tipenya yaitu unggas air dan unggas darat. Tujuan pemeliharaan unggas dapat dilihat dari nilai ekonomis yang dibedakan menjadi empat tipe yaitu tipe petelur, tipe pedaging, tipe dwiguna dan tipe fancy. Pengenalan jenis bahan pakan dibutuhkan untuk menghindari adanya zat asing pada bahan pakan sehingga peternak tidak mudah untuk dicurangi. Perhitungan kebutuhan pakan ternak unggas sangat dibutuhkan untuk efisiensinitas pakan . Pengenalan anatomi dan fisiologi unggas dibutuhkan untuk mengenali ciri dan fungsi organ yang untuk mengidentifikasi penyakit pada unggas.
            Tujuan dari praktikum adalah mampu membedakan karakteristik unggas unggas darat, unggas air maupun unggas jantan, unggas betina. Formulasi ransum pada ternak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan selama 24 jam. Perhitungan kebutuhan pakan per unit unggas sangat diperlukan untuk efisiensinitas pakan. Pengenalan anatomi dan fisiologi ternak dibutuhkan dalam penanganan dan pengidentifikasian suatu penyakit. Manfaat yang diperoleh setelah melakukan praktikum adalah dapat membedakan unggas darat dan air, dapat membedakan unggas jantan dan betina, dapat mengetahui perbedaan unggas yang sakit atau tidak, dan mengetahui macam bahan pakan yang sesuai dengan unggas untuk dijadikan ransum untuk memenuhi kebutuhan selama 24 jam.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Unggas

            Klasifikasi merupakan pengelompokan jenis ternak berdasarkan persamaan dan perbedaan karakteristik. Klasifikasi standar menurut buku The American Standar of Perfection dikelompokkan berdasarkan bangsa, ras, varietas dan strain. Terdapat empat kelas yang penting pada ayam antara lain kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia (Suprijatna et al., 2005). Klasifikasi ayam dapat dibedakan menurut asal-usul ternak unggas tersebut dan bentuk fisiknya yaitu menurut kelas, bangsa, varietas dan strain. Menurut kelasnya terdapat empat kelas ayam yaitu kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania, dan kelas Asia (Rahayu et al., 2013).

2.1.1.1. Kelas Inggris, merupakan ayam yang dikembangkan di Inggris, memiliki tubuh besar, kulit putih, apabila bertelur kerabang telurnya berwarna coklat kekuningan dan bulunya merapat ketubuh (Suprijatna et al., 2005). Ciri umum dari ayam kelas Inggris adalah memiliki cuping telinga berwarna merah, kulitnya berwarna putih dan memiliki kulit telur yang berwarna coklat
(Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Inggris berbadan besar dengan bentuk daging yang baik, kulitnya berwarna putih serta memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Inggris adalah ayam Orpington dan ayam Australorp (Yuwanta, 2014).
2.1.1.2. Kelas Amerika, memiliki ciri-ciri umum kulit yang berwarna kuning, cakar kaki yang tidak berbulu, cuping daun telinga berwarna merah, dan kerabang telur yang biasanya berwarna coklat (Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Amerika dikembangkan untuk tujuan produksi telur dan daging atau disebut tipe dwiguna dengan ciri-ciri umum kerabang telur yang dihasilkan berwarna coklat, cuping telinga berwarna merah, shank  berwarna kuning dan tidak memiliki bulu. Contoh ayam kelas Amerika adalah ayam Plymouth Rock dan ayam Rhode Island Red (Yuwanta, 2014).

2.1.1.3. Kelas Asia, memiliki badan yang relatif besar, daun telinganya berwarna merah, kulit berwarna kuning dan kerabang berwarna coklat serta cakar yang berbulu (Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Asia memiliki ciri spesifik yaitu bentuk badan yang besar dengan tulang yang besar dan kuat, cakar berbulu, cuping telinga berwarna merah, kerabang telur berwarna coklat dan memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Asia adalah ayam Brahma dan ayam Cochin (Yuwanta, 2014).

2.1.1.4. Kelas Mediterania, memiliki ukuran badan yang relatif kecil, cuping berwarna putih, cakarnya tidak berbulu, kulit berwarna putih dan produksi telur banyak dengan warna kerabang putih (Rahayu et al., 2013). Ayam kelas Mediterania memiliki tubuh yang langsing dengan produksi telur yang cukup tinggi, selain itu sifat ayam kelas Mediterania yaitu tidak memiliki sifat mengeram, kerabang telur dan cuping telinga berwarna putih. Contoh ayam kelas Mediterania adalah ayam Leghorn dan ayam Minorca (Yuwanta, 2014).
            Klasifikasi ayam berdasarkan tujuan pemeliharan yaitu tipe ayam bibit penghasil anakan (DOC), tipe pedaging, tipe petelur, tipe dwiguna dan tipe fancy atau kesenangan (Rahayu et al., 2013). Tipe ayam komersial antara lain tipe petelur yaitu ayam yang dipelihara untuk diambil telurnya, tipe pedaging yaitu ayam yang dipelihara untuk diambil dagingnya, dan ayam tipe dwiguna atau dual purpose yaitu ayam yang dipelihara untuk diambil daging dan telurnya sekaligus (Yuwanta, 2014).
            Ayam tipe petelur memiliki karakteristik bersifat nervous (mudah terkejut), bentuk tubuh ramping, cuping telinganya berwarna putih, memiliki produksi telur sekitar 200 butir/ekor/tahun, dan tidak memiliki sifat mengeram sehingga efisien penggunaan ransumnya untuk pembentukan telur
(Suprijatna et al., 2005). Tipe ayam petelur berbadan langsing dan tegap dengan produksi telur 200 - 300 butir/tahun, dan memiliki masa rontok bulu (molting) untuk peremajaan sel-sel dalam tubuhnya (Rahayu et al., 2013).
            Ayam tipe pedaging memiliki karakteristik bentuk tubuh yang besar, bersifat tenang, pertumbuhannya cepat, bulu merapak ke tubuh, kulit berwarna putih dan produksi telur yang dihasilkan rendah (Suprijatna et al., 2005). Ayam tipe pedaging dipelihara dengan tujuan utama memproduksi daging, memiliki sifat dan kualitas daging yang baik dengan laju pertumbuhan dan bobot badan yang tinggi, daya hidup yang tinggi mencapai 95% dengan tingkat kematian yang rendah, dan memiliki kemampuan membentuk karkas yang tinggi
(Yuwanta, 2014).
            Ayam tipe dwiguna bersifat tenang dengan bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang dan sifat pertumbuhannya sedang (Suprijatna et al., 2005). Ayam tipe dwiguna memiliki sifat tengah-tengah antara memproduksi telur dan daging dengan produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur dan produksi daging lebih rendah dibandingkan dengan ayam tipe pedaging (Yuwanta, 2014).
            Ayam tipe fancy adalah tipe ayam yang dipelihara untuk kesenangan karena keindahannya atau kekuatannya. Ayam Burgo sebagai ayam buras lokal merupakan salah satu ayam tipe fancy, ayam ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil telur (Putranto, 2011). Ayam yang dipelihara karena keindahan bentuknya memiliki ciri sosok yang indah, lucu, menarik dan biasanya berbentuk mungil, contohnya ayam kate dan ayam batik. Ayam yang dipelihara karena kekuatannya memiliki ciri badan yang besar dan kokoh, ototnya kuat dan matanya tajam, contohnya ayam Bangkok (Rahayu et al., 2013).

Pada unggas  terdapat bagian kulit yang tidak berbulu yaitu jengger, pial, cuping, paruh, kuku dan taji. Jengger dan pial merupakan indikator karakteristik secundary sex karena jengger dan pial bersifat sensitif terhadap hormone sex (Suprijatna et al., 2005). Kaki ayam pelung  lebih panjang daripada ayam kampung serta unggas air memilki kaki relatif lebih pendek (Nataamijaya, 2005). Bentuk jengger ayam kampung jantan dominan tunggal (44%) dan betina berbentuk pea (48%), hal ini disebabkan karena gen kuat terhadap gen tunggal yang sebelumnya ayam kampung telah menerima gen fari ayam brahma yang memiliki bentuk jengger pea (Pratama, 2006). Tembolok sebagai tempat untuk menampung pakan, sehingga indicator ayam sudah kenyang atau belum yaitu dengan kondisi tembolok yang membesar (Rasyaf, 2006)
Unggas darat merupakan spesies unggas (aves) yang hidup di darat, contoh dari dari unggas darat adalah ayam dan puyuh. Karakteristik ayam secara umum adalah memiliki cakar  dengan tiga jari dan satu jalu, paruh pipih karena pemakan biji-bijian, berjengger dan cuping (Susilorini et al., 2009). Salah satu contoh dari ayam yaitu ayam kampung yang merupakan ayam asli Indonesia yang masih memiliki gen asli 50%, ayam kampung memiliki jarak genetik yang dekat dengan ayam hutan merah  Sumatera (Gallus gallus) sehingga warna bulunya khas hitam untuk jantan dan coklat bergaris untuk betina (Subekti dan Arlina, 2011). Puyuh jantan dewasa berwarna hitam, sedangkan puyuh betina berwarna coklat terang dan terdapat totol coklat di bagian dada (Wuryadi, 2011)
            Jengger merupakan daging merah yang tumbuh di kepala ayam yang bentuknya menyerupai bunga ayam betina memiliki bentuk jengger tunggal yaitu berdiri tegak pipih dan terbagi-bagi seperti gergaji (Untari et al., 2013). Jengger terdapat pada bagian kepala ayam paling atas, di kepala ayam juga terdapat paruh dan terdapat mata serta cuping yang sejajar dengan paruh. Pada bagian dagu terdapat pial dan pada cakar umumnya tidak memiliki bulu (Rahayu et al., 2013). Puyuh merupakan jenis aves yang tidak dapat terbang dengan ukuran tubuh relative kecil dan berkaki pendek. Puyuh yang sering diternakan yang itu genus turnix seperti puyuh tegalan, puyuh kuning, dan puyuh hitam (Hanafiah, 2013). Puyuh jepang merupakan subspesies yang berasal dari Asia. Biasanya puyuh diternakan untuk produksi daging dan telur. Sifat kualitatif warna bulu pada puyuh liar dan betina secara umum menunjukkan warna yang seragam pada bagian-bagian tubuhnya. Warna bulu puyuh betina pada bagian leher dan dada bagian atas berwarna lebih terang serta terdapat totol-totol coklat tua
(Tumbilung et al., 2014).

Itik merupakan jenis unggas yang memilki sifat aquatik yaitu menyukai air. Bulu – bulu yang tebal dan berminyak pada itik berfungsi untuk menghalangi masuknya air. Bentuk kaki itik lebih pendek dari tubuhnya dan terdapat selaput antar jari kaki (Martawijaya et al., 2005). Unggas darat merupakan spesies unggas (aves) yang hidup di air, contoh dari dari unggas darat adalah itik. Itik mempunyai karakter yang spesifik yaitu pada bagian bawah tepatnya kaki yaitu antar jari terdapat selaput renang, bulu – bulu dari unggas air berminyak karena untuk menghalangi air masuk ke tubuh ketika berenang, serta kaki dari itik relatif lebih pendek (Suharno, 2006). Itik mempunyai ciri-ciri kaki relatif lebih pendek daripada tubuhnya, pada jari kaki memilki selaput renang untuk membantu itik berjalan di air, paruhnya ditutupi oleh selaput halus untuk menyaring pakan, bulu berbentuk tebal dan berminyak sebagai penghalang masuknya air dalam tubuh, dan dagingnya tergolong gelap (Septyana, 2008).  Itik alabio merupakan salah satu itik petelur asal Kalimantan yang mempunyai bentuk tubuh segitiga, warna bulu itik jantan abu – abu kehitaman dan kuning keabu – abuan pada betina serta warna paruh dan kaki kuning (Suharno dan Amri, 2010). Bentuk kaki itik lebar yang antar jari terdapat selaput (Rasyaf, 2011).

2.2.      Anatomi dan Identifikasi Ternak Unggas

            Saluran pencernaan unggas terdiri dari paruh, esophagus, crop, proventrikulus, gizzard, duodenum, usus halus, ceca, rectum, cloaca, dan vent (Suprijatna et al., 2005). Organ asesori terdiri dari pankreas dan hati. Sistem pencernaan ayam dibantu oleh alat-alat pencernaan yang terdiri dari paruh, rongga mulut, kerongkongan, tembolok, lambung dengan getah lambung, perut besar, usus, dan kloaka (Fadilah, 2006).

2.2.1.1. Paruh, pada paruh terdapat lidah yang runcing yang digunakan untuk mendorong pakan menuju esophagus (Rasyaf, 2008). Makanan yang telah masuk oleh pergerakan lidah didorong masuk ke dalam faring yang kemudiian ditelan. Makanan yang terapung – apung di air ditelan dengan bantuan alat penyaringan yang berupa lamella paralel (Suprijatna et al., 2005). Mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase, pemecahan bahan pakan di mulut sangat kecil terjadi karena mulut hanya sebagai tempat lewatnya pakan (Yuwanta, 2014)

2.2.1.2. Oesophagus,  berbentuk pipa sebagai tempat pakan sementara melalui saluran ini dari bagian belakang mulut ke proventrikulus (Suprijatna et al., 2005). Esophagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada bolus yang masuk. Oesophagus memanjang dari faring hingga proventrikulus kenudian melewati tembolok (Yuwanta, 2014).

2.2.1.3. Tembolok, merupakan tempat menyimpan pakan yang sedikit atau tidak terdapat proses pencernaan namun hanya pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok (Suprijatna et al., 2005). Tembolok merupakan organ yang bebentuk kantung dan merupakan daerah pelebaran dari esophagus. Proses pencernaan di dalam tembolok sangat kecil terjadi. Fungsi utama dari tembolok adalah sebagai organ penyimpan pakan (Yaman, 2010). Crop/tembolok berfungsi sebagai penampung sementara bagi makanan
(Yuwanta, 2014).

2.2.1.4. Proventrikulus, pada proventrikulus tidak  terjadi pencernaan material pakan namun proventrikulus merupakan pelebaran dari kerongkongan yang memproduksi pepsin untuk pencernaan protein dan memproduksi HCl untuk pencernaan lemak (Suprijatna et al., 2005). Lintasan pakan pada proventrikulus sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus sehingga pakan belum sempat dicerna (Yuwanta, 2014).

2.2.1.5. Gizzard, disebut juga ventrikulus memiliki dua pasang otot yang sangat kuat sehingga mampu berkontraksi bila pakan masuk sehingga pakan akan digiling (Suprijatna et al., 2005)  Fungsi utama gizzard yaitu memecah dan melumatkan, pakan yang sudah dipecah dan dilumatkan kemudian bercampur dengan air menjadi pasta yang dinamakan chymne (Yuwanta, 2014).
2.2.1.6. Duodenum, Enzim yang masuk dalam duodenum berfungsi mempercepat dan mengefisiensi proses pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah proses absorbi (Suprijatna et al., 2005). Duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati (Yuwanta,2014).

2.2.1.7. Jejenum dan Illeum, jejunum dan illeum pada unggas sulit dibedakan, sepanjang permukaan jejunum dan illeum terdapat vili dan permukaannya terdapat mikrovili untuk melakukan absorbi hasil pencernaan (Suprijatna, 2005). Pakan yang belum selesai diserap pada duodenum kemudian dilanjutkan pada jejunum dan illeum sampai pada bahan pakan yang tidak mampu lagi tercerna
(Yuwanta, 2014)

2.2.1.8 . Sekum, terdiri dari seca kanan dan seca kiri. Dalam sekum terjadi penyerapan air dalam jumlah kecil dan karbohidrat serta protein dicerna oleh bantuan beberapa bakteri (Suprijatna et al., 2005).  Di  dalam sekum terjadi digesti serat kasar yang dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar
(Yuwanta, 2014)

2.2.1.9. Rektum, rektum berbentuk lebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus menuju kloaka (Suprijatna et al., 2005). Pada bagian rektum terjadi perombakan pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme, sehingga menjadi feses. Bagian ini juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urine yang bercampur dengan feses atau yang disebut ekskreta (Yuwanta, 2014)

2.2.1.10. Kloaka, kloaka yang berbentuk bulat merupakan akhir saluran pencernaan dan saluran reproduksi bermuara. Organ-organ tertentu berkaitan erat dengan pencernaan sebagai saluran sekresi kedalam saluran pencernaan. Fungsinya membantu dalam pemprosesan pakan. Organ tersebut yaitu pankreas, hati, dan kantung empedu (Suprijatna, 2005). Urodeum dan koprodeum yang berhimpitan menyebabkan kloaka berfungsi sebagai tempat keluarnya sisa pencernaan (Yuwanta, 2014).

Sistem respirasi (pernapasan) pada unggas terdiri dari nasal cavitie,  larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, paru-paru, kantong udara, dan udara tertentu pada tulang (Suprijatna et al., 2005). Saluran respirasi dari luar kedalam terdiri dari lubang hidung luar dan dalam (external dan internal nares), glottis, larynx, trachea, syrinx (rongga suara), bronchi, dan paru-paru
(Yuwanta, 2014).

2.2.2.1. Nares eksternal, lubang hidung merupakan organ terluar dari saluran pernapasan yang dilewati udara pertama kali sebelum udara menuju organ lainnya (Frandson et al., 2009). Lubang hidung merupakan bagian atas alat pernapasan pada unggas (Fadilah dan Polana, 2011).

2.2.2.2. Larynx, merupakan suatu saluran yang dilewati udara sebelum udara masuk ke trachea (Frandson et al., 2009). Bagian alat pernapasan bagian atas yaitu pangkal tenggorokan atau larynx (Fadilah dan Polana, 2011).
2.2.2.3. Trachea, merupakan rongga yang memanjang dari ujung ekor laring ke bronkus (Frandson et al., 2009). Trachea tersusun atas tulang rawan (cartilago) yang berbentuk menyerupai huruf C (Gillespie dan Frank, 2010). Trachea tersusun dari cincin cartilago dan ditautkan dengan ligament yang rapat dan sempit (Prawira, 2014).

2.2.2.4. Bronchus, bronchus memiliki percabangan disebut sebagai bronchi. Bronchus memiliki saluran primer yang berhubungan dengan paru-paru. Bronchus merupakan saluran penghubung paru-paru dan  kantong udara pada bagian perut (Frandson et al., 2009). Bronchus merupakan saluran percabangan pada sistem pernafasan yang terdapat pada bagian caudal trachea. Bronchus terletak pada bagian akhir trachea dengan berhungan langsung pada paru paru
(Gillespie dan Frank, 2010).

2.2.2.5. Broncheolus, merupakan percabangan singular dari bronkus. Bronchus dan broncheolus memiliki fungsi yang sama. Broncheolus merupakan sub pembagian kecil dari bronchus (Gillespie dan Frank, 2010). Singular broncheolus memiliki fungsi yang menghubungkan langsung dengan paru-paru dalam sistem respirasi (Frandson et al., 2009).

2.2.2.6. Paru-paru, pada unggas paru-paru berperan sebagai tempat berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah, paru-paru unggas tidak memiliki diafragma sehingga tidak mengembang dan kontaraksi selama ekspirasi dan inspirasi (Suprijatna et al., 2005). Paru-paru terletak diantara tulang rusuk dan vertebrae dorsalis yang berfusi dengan rongga udara (Yuwanta, 2014).
2.2.2.7. Kantong udara,  pada unggas kantong udara berperan untuk menampung udara (Suprijatna et al., 2005). Fungsi kantong udara adalah untuk membantu paru-paru dalam proses pernafasan yaitu meringankan tubuh saat terbang, membantu mengapungkan tubuh saat unggas terbang di udara, dan membantu difusi air dari darah untuk disekresikan lewat paru-paru sebagai uap air
(Yuwanta, 2014).

2.2.3.   Sistem reproduksi unggas jantan
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testis. Testis ini tidak pernah turun kedalam skrotum eksternal seperti mamalia. Bentuknya elipsoid berwarna kuning terang (Suprijatna et al., 2005). Bibit jantan berupa semen atau sering disebut sperma diproduksi oleh testis yang akan disalurkan ke saluarn reproduksi (vasdeverentia dan vasderens) kemudian diteruskan menuju pappilae, dan berakhir pada copulatory organ (Permana, 2005). Testis terdiri dari sejumlah besar saluran kecil yang bergulung-gulung dan dari lapisan-lapisannya dihasilkan sperma (Suprijatna et al., 2008). Dalam satu ejakulasi, unggas jantan bisa menghasilkan semen sebanyak 0,1 - 1,0 cm3, bergantung pada banyaknya aktifitas ayam jantan kawin. Unggas jantan mempunyai kemampuan kawin sebanyak 10 - 30 kali setiap hari. Dalam satu kali kawin, unggas jantan dapat menghasilkan 1,5 - 8 milyar sperma dan pH 7,0 - 7,4 unggas jantan sehat (Permana, 2005).

2.2.3.1. Testis, Sistem reproduksi unggas jantan terdiri dari dua testis yang terletak pada dorsal area rongga tubuh, dekat bagian akhir anterior ginjal. Bentuknya elipsoid dan berwarna kuning terang, namun sering pula berwarna kemerahan yang disebabkan karena banyaknya cabang pembuluh darah pada permukaannya (Suprijatna et al., 2005). Testis unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cavar di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal (Vali dan Abbas, 2011).

2.2.3.2. Vas deferens, Di dalam saluran deferens ini sperma mengalami pemasakan dan penyimpanan sperma sebelum diejakulasikan , pemasakan dan penyimpanan sperma terjadi pada 65% bagian distal pada saluran deferens (Permana, 2005). Saluran vas deferens dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas yang merupakan muara sperma dari testis. Sedangkan bagian bawah yang merupakan perpanjangan dari saluran epididimis dinamakan saluran deferens. Saluran deferens ini akhirnya bermuara di kloaka pada daerah proktodeum yang bersebelahan dengan urodeum dan koprodeum (Vali dan Abbas, 2011).

2.2.3.3 Alat kopulasi, Alat kopulasi pada unggas berupa papila (penis) yang mengalami rudimenter. Sebutan organ rudimenter pada unggas tidak ada hubungannya dengan ductus deferent dan terletak di bagian ventral median salah satu lipatan melintang pada kloaka (Isnaeni, 2006). Penis  merupakan organ rudimenter atau prosesus jantan yang digunakan pada pembedaan jenis kelamin pada anak ayam berdasarkan pengamatan pada kloaka. Pada papila ini juga diproduksi cairan transparan yang bercampur dengan sperma saat terjadinya kopulasi (Soeparna dan Lestari, 2007).
2.2.4.   Sistem reproduksi unggas betina
Sistem reproduksi ayam betina terdiri dari satu ovarium dan satu oviduk. Walaupun organ reproduksi merupakan tempat produksi sel-sel benih, organ tersebut juga merupakan kelenjar endokrin (Suprijatna et al., 2005). Setiap organ memiliki fungsi yang berbeda-beda, infundibulum berfungsi menangkap kuning telur dan tempat penampungan sperma; magnum berfungsi memberi albumen; istmus berfungsi membran sel dalam dan keluar, uterus berfungsi sebagai kalsifikasi kerabang telur, vagina berfungsi untuk penyimpanan kutikula pada kerabang sehingga membentuk pori-pori (Setiawan, 2006). Oviduk terbagi dalam lima bagian, yaitu dimulai dari ujung terdekat dengan ovarium, yaitu funne atau infundibulum, magnum, dimana albumen disekresikan,  isthmus, mensekresikan material pembentuk membran kerabang (Suprijatna et al., 2005). Proses pembentukan telur membutuhkan waktu sekitar 23 - 26 jam dari proses pembentukan kuning telur hingga terbentuk telur yang siap dikeluarkan. Pembentukan telur akan terganggu jika ada gangguan pada ayam betina, seperti stress, infeksi, penyakit, atau kuantitas dan kualitas pakan (Permana, 2005).

2.2.4.1. Ovarium, Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada garis punggung yang berfungsi sebagai penghasil ovum. Ovarium yang sangat kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk (Setiawan, 2006). Letak ovarium berada diujung cranial ginjal dan agak ke kiri dari garis tengah daerah sumblumbal cavum dadominalisi dan menggantung pada dinding dorsal abdomen oleh lipatan peritoneum (Soeparna dan Lestari 2007).
2.2.4.2. Infundibulum, Pada bagian leher infundibulum yang merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina (Soeparna dan Lestari, 2007). Infundibulum mempunyai lubang ostium abdominal yang berfungsi untuk menangkap ovum yang telah masak
(Vali dan Abbas, 2011).

2.2.4.3. Magnum, Magnum tesusun dari glandula tubuler yang sangat sensibel. Magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduct. Diperlukan waktu sekitar 3,5 jam bagi telur yang sedang berkembang  untuk melalui magnum (Permana, 2005). Mukosa dari magnum tesusun dari sel gobelet yang berfungsi mensekresikan putih telur kental dan cair (Setiawan, 2006).

2.2.4.4. Uterus, Uterus memiliki fungsi sebagai tempat pembentukan kerabang telur dan pewarnaan kerabang. Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding uterus dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel (Permana, 2005). Telur yang berkembang tinggal di uterus sekitar 18 - 20 jam, lebih lama daripada dibagian lain dari oviduk (Setiawan, 2006).
2.2.4.5. Vagina, Didalam vagina kutikula ditimbun pada kerabang untuk mengisi sebagian pori-pori kerabang. Secara normal, telur tinggal dalam vagina selama beberapa menit, tetapi dalam keadaan tertentu dapat tinggal beberapa jam (Setiawan, 2006). Vagina juga berfungsi untuk penempatan telur sebelum dikeluarkan (ovoposition) (Vali dan Abbas, 2011).


2.2.5.   Sistem urinari
            Sistem urinari pada unggas terdiri dari ginjal,  ureter, dan kloaka (Suprijatna et al., 2005). Ginjal, ureter dan kloaka berperan dalam sistem urinari yang memiliki perannya masing-masing (Yuwanta, 2014).

2.2.5.1. Ginjal, merupakan sepasang ginjal sebagai organ dalam sistem urinari yang memanjang letaknya melekat pada tulang punggung dan tulang rusuk (Suprijatna et al., 2005). Ginjal secara selektif akan menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali dari filtrat yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dari produk buangan plasma (Yuwanta, 2014).

2.2.5.2. Ureter, merupakan saluran yang menghubungkan ginjal dengan kloaka (Suprijatna et al., 2005).  Ureter adalah saluran muscular yang mengalirkan urine dari dinding ginjal menuju ke kloaka yang akan bercampur dengan feses (Yuwanta, 2014).

2.2.5.3. Kolon,  merupakan bagian dari usus besar yang terletak paling posterior dari sistem pencernaan selain sekum dan kloaka yang berfungsi untuk absorbsi air, natrium, dan mineral lain (Abun, 2008). Jika perkembangan kolon tidak sempurna maka fungsi kolon tidak optimal, absorbsi terganggu dan dapat terjadi diare serta mengurangi proktivitas ayam pedaging (Yanungrah et al., 2012). Gentamicin adalah salah satu aminoglikosida yang dihasilkan dari fermentasi Micromospora purpurea. Gentamicin aktif menghambat kuman pada saluran pencernaan termasuk kolon, seperti kuman Fowl kolera, E.coli, P. aeroginosa, Arizona paracolon, dan infeksi Salmonella (Giguere, 2006).

2.2.5.4. Kloaka, merupakan tempat keluarnya kotoran ternak atau ekskreta yang merupakan hasil metabolism (Suprijatna et al., 2005). Urine unggas tersusun dari asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan keluar sebagai kotoran yang berwarna putih seperti pasta (Sujionohadi dan Setiawan, 2005).

2.2.6.   Identifikasi penyakit ternak unggas
Unggas dapat terserang berbagai penyakit, salah satu penyakit yang menyerang  unggas adalah penyakit flu burung yang disebabkan virus Avian Influenza yang  sangat merugikan bagi peternak karena mortalitasnya tinggi (Wibowo et al., 2006). Penyakit adalah wabah yang sangat merugikan bagi para peternak unggas karena tidak sedikit ternak yang harus dimusnahkan karena adanya wabah penyakit tersebut (Rohajawati dan Rina Supriyati, 2010)

2.3.      Formulasi Ransum Ternak Unggas

Kandungan nutrisi dalam bahan pakan harus disesuaikan dengan tahapan ayam yang dipelihara (Fadilah, 2013). Bahan pakan yang akan diformulasikan harus mengandung zat nutrisi dalam keadaan cukup dan seimbang sehingga dapat menunjang pertumbuhan maksimal dan menghasilkan bobot akhir yang tinggi (Tombuku et al., 2014).


            Ransum merupakan campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi (Suprijatna et al., 2005). Ransum digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak karena ransum disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi standar kebutuhan zat makanan yang telah ditetapkan (Budiansyah, 2010).

            Zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh unggas antara lain adalah karbohidrat, lemak, protein, serat kasar, mineral dan vitamin. Karbohidrat lemak dan protein akan membentuk energi sebagai hasil pembakarannya. Kebutuhan nutrisi pada ayam broiler fase starter yaitu energi metabolisme 2.700 – 2.900 kkal/kg dengan kebutuhan protein kasar 18 – 20%  (Rahayu et al., 2013). Ayam mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energinya, ayam broiler membutuhkan pakan yang mengandung energi metabolisme lebih tinggi dibandingkan ayam petelur yang sedang tumbuh. Kebutuhan energi metabolisme  pada ayam petelur yang sedang tumbuh umumnya 2.600 – 2.800 kkal/kg sedangkan pada ayam broiler 2.900 - 3.300 kkal/kg pakan.  (Suprijatna et al., 2005).


2.3.3.1.  Jagung, merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan. Proporsi penggunaan jagung khususnya dalam pembuatan pakan ayam ras mencapai 51,4% dari total bahan baku yang digunakan. Jagung kuning digunakan sebagai bahan baku penghasil energi, tetapi bukan sebagai bahan sumber protein, karena kadar protein yang rendah (8,9%), bahkan defisien terhadap asam amino penting, terutama lysin dan triptofan (Tangendjaja dan Wina, 2005). Jagung merupakan salah satu komponen pakan ternak yang paling banyak dibutuhkan, komposisi pakan yang berasal dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54%, ayam petelur 47,14% dan untuk ternak babi grower sebesar 49,34%. Fungsi jagung khususnya untuk pakan menjadi sangat penting (Umiyasih dan Wina, 2008). Jagung kuning dapat diberikan untuk ternak dalam bentuk dipipil, dikeringkan dan digiling (Ramadhani et al., 2012). Jagung berwarna kuning terang, beraoma khas, rasanya khas jagung kuning, dan bertekstur lebih kasar (Putri et  al., 2013).

2.3.3.2. Bungkil kedelai, Bungkil kedelai merupakan hasil sampingan dari pengolahan kedelai untuk menghasilkan minyak kedelai. Bungkil kacang kedelai yang digunakan untuk pakan ayam yang dijual dipaaran mengandung protein antara 42 – 50%. Kandungan protein bungkil kedelai tergolong tinggi dibandingkan jenis-jenis pakan asal nabati lainnya. Energi metabolis yang terkandung dalam bungkil kedelai antara 2.825 – 2.890 kkal/kg.
(Suharno dan Amri, 2007). Kedelai mentah mengandung beberapa penghambat tripsin. Penghambat tripsin ini (antitripsin) tidak tahan panas, sehingga bungkil kedelai yang mengalami proses pemanasan terlebih dahulu tidak menjadi masalah dalam penyusunan ransum untuk unggas. Kualitas bungkil kedelai ditentukan oleh cara pengolahan. Pemanasan yang terlalu lama dapat merusak kadar lisin dalam bungkil kedelai (Leeson, 2008). Komposisi nutrisi bungkil kedelai sengat beragam tergantug pada jumlah serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan pada ampas kedelai sisa minyak yang masih tertinggal (Pertiwi et al., , 2013). Struktur bungkil kedelai kurang padat dan banyak rongga antar partikel (Yanto, 2011).

2.3.3.3.  Bekatul, Bekatul mempunyai senyawa fitokimia yang menyebabkan bekatul berwarna coklat (Adisarwanto, 2005). Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi menjadi beras. Konsumsi beras masyarakat Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 139.15 Kg per kapita per tahun. Peningkatan produksi dan konsumsi padi ini berimbas pula pada peningkatan produk samping penggilingan padi, salah satunya adalah bekatul. Sampai saat ini pemanfaatan bekatul masih sangat terbatas, yaitu hanya sebagai pakan ternak (Departemen Pertanian, 2007). Warna bekatul coklat karena mengandung senyawa fitokimia dan beraroma khas karena mengandung minyak tokofenol  dan bertekstur halus (Sarbini, 2009). Bekatul mengandung 14,9 % protein; 12,5 % lemak; 32,8 % selulosa; 42,8 % hemiselulosa; 24,4 % lignin; 2,1 % abu; dan 3,6 % air, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak, sumber energi, sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri yang dapat menghasilkan enzim khususnya bakteri selulolitik (Saropah et al., 2012). Rasa bekatul adalah kurang enak dan pahit karena kandungan utamanya adalah karbohidrat dan serat, kandungan proteinnya sangat rendah sehingga kurang menghasilkan rasa gurih (Nataliningsih, 2009).

2.3.3.4 PMM, Poultry meat meal merupakan produk kering dari kombinasi daging ayam  dan kulit  tanpa tulang yang menyertainya, yang berasal dari seluruh bangkai ayam, termasuk bulu, kepala, kaki dan isi perut. Kandungan protein adalah 65 % dan tingkat lemak adalah 12 %. Untuk membuat PMM, bahan ditempatkan dalam tong besar dan dimasak. Proses rendering ini tidak hanya memisahkan lemak dan menghilangkan air untuk membuat produk protein terkonsentrasi, juga membunuh bakteri, virus , dan parasit (Watson, 2006). Penambahan PMM pada ternak unggas akan mencukupi kebutuhan protein yang dibutuhkan dan berimbas pada pertumbuhan ternak dapat berlangsung dengan baik, sehingga akan menghasilkan karkas yang baik pula. Pemberian PMM ini akan mempercepat pertumbuhan ternak unggas, hal ini dikarenakan adanya kandungan asam amino esensial dan asam lemak yang tinggi didalamnya. Laju pertumbuhan ayam broiler akan menghasilkan karkas yang baik. Perolehan karkas yang baik dapat diperoleh dengan pemberian asupan protein yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Ayam broiler yang mengkonsumsi protein dan energi metabolisme yang sama akan menghasilkan bobot karkas yang tidak berbeda (Leeson, 2008). Tepung daging unggas terbuat dari sisa – sisa proses unggas seperti kepala, kaki dan usus, kecuali bulu (Yaman, 2010).

2.3.3.5.  MBM, Meat bone meal (MBM) merupakan bahan pakan sumber protein yang berasal dari sisa-sisa proses produksi di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), yaitu dari hasil trimming karkas, karkas yang tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi manusia, organ seperti hati dan paru-paru, bagian yang tidak dapat dimakan (inedible offal) seperti tulang, serta hasil rendering dari ternak yang mati. Kandungan abu MBM yang normal yaitu 28 – 36%, kandungan abu yang sangat tinggi menunjukkan bahwa MBM lebih banyak mengandung tulang. Kandungan asam amino MBM yaitu 5,9% arginin, 0,7% sistin, 14,1% glisin, 1,4% histidin, 2,6% isoleusin, 6,5% leusin, 5,0% lisin, 1,4% metionin, 3,1% fenilalanin, 3,4% treonin, 1,1% triptofan, 1,7% tirosin, dan 4,7% valin (Leeson, 2008). MBM mengandung nutrien sekitar 50% protein, 35% abu, 8 – 12% lemak, dan 4 – 7% air. MBM memiliki tekstur agak halus, berbau khas, berwarna agak kekuningan, dan memiliki rasa gurih (Prayitno et al., 2010). MBM terutama digunakan dalam formulasi pakan ternak untuk meningkatkan profil asam amino yang terkandung dalam pakan (Nogalska et al., 2014). Bau yang muncul pada tepung tulang sangat menonjol atau menyengat karena terbuat dari campuran tulang dan daging (Marta’ati, 2015).

2.3.3.6.  Tepung Ikan, Tepung ikan umumnya terbuat dari ikan-ikan kecil dan ikan yang tidak dimanfaatkan lagi untuk manusia. Standar kadar air tepung ikan yaitu maksimal 13% dan kadar abunya 24%. Semakin tinggi kadar abu menunjukkan bahwa tepung ikan bermutu rendah karena lebih banyak terbuat dari tulang ikan. Kandungan nutrisi tepung ikan pada umumnya yaitu 62,0% PK; 10,2% lemak; 1,0% SK; 5,0% Ca; 2.950 Kkal/kg EM; 1,8% metionin; dan 4,7% lisin (Suprijatna et al., 2005). Tepung ikan yang baik berasal dari jenis ikan yang kadar lemaknyarendah. Bau khusus suatu jenis ikan kadang juga mempengaruhi daya tariknya, sehingga lebih merangsang. Untuk meningkatkan bau yang merangsang, ikannya dapat kita fermentasikan lebih dahulu menjadi bekasem. Ikan-ikan yang tidak bernilai ekonomis tinggi serta sisa-sisa pengolahan biasanya merupakan bahan baku yang penting untuk pembuatan tepung ikan. Secara umum tepung ikan mengandung protein sebanyak 22,65% (Trilaksani et al., 2006). Tepung ikan merupakan bahan pakan yang digunakan sebagai sumber protein hewan dan mineral, terutama kalsium dan fosfor. Bahan pakan tersebut mengandung protein yang memiliki kualitas jauh lebih baik karena mengandung asam amino yang diperlukan, terutama methionin dan lisin (Sinurat, 2008). Tepung ikan merupakan sumber protein hewani yang digunakan untuk ayam karena memiliki kualitas protein dan asam amino yang tergolong dalam kondisi baik (Suci dan Widya, 2012). Tepung ikan mempunyai aroma khas menyengat ikan dan berwarna coklat keemasan (Pang et al., 2013).

2.3.4.   Metode penyusunan ransum
Penyusunan ransum merupakan kegiatan mencampurkan berbagai bahan pakan yang akan diberikan pada ternak sesuai dengan kebutuhan ternak untuk pertumbuhan dan produksinya yang telah dihitung dan diperbandingkan. Ada beberapa metode penyusunan ransum antara lain metode coba-coba ( trial and error method), metode bujur sangkar (person square method), dan beberapa metode yang lain dengan menggunakan sistem komputer (Suprijatna et al., 2005). Hal yang harus diperhtikan dalam penyusunan ransum adalah bahan pakan yang tersedia, nilai ekonomis bahan pakan, kualitas bahan pakan, umur unggas dan jenis unggas (Rahayu et al., 2013).

Penyusunan ransum merupakan kegiatan mencampurkan berbagai bahan pakan yang akan diberikan pada ternak sesuai dengan kebutuhan ternak untuk pertumbuhan dan produksinya yang telah dihitung dan diperbandingkan. Ada beberapa metode penyusunan ransum antara lain metode coba-coba (trial and error method), metode bujur sangkar (person square method), dan beberapa metode yang lain dengan menggunakan sistem komputer (Suprijatna et al., 2005). Hal yang harus diperhtikan dalam penyusunan ransum adalah bahan pakan yang tersedia, nilai ekonomis bahan pakan, kualitas bahan pakan, umur unggas dan jenis unggas (Rahayu et al., 2013).

2.3.4.1. Metode pearson square, merupakan metode yang menentukan jumlah bahan pakan yang dibutuhkan dan kandungan serta kualitas nutrisi pakan campuran, sering digunakan dalam menentukan campuran yang terdiri dari empat bahan pakan (Andi, 2010). Tahap perhitungan dengan metode pearson square adalah membuat bujur sangkar dengan diagonal, pojok kiri atas kandungan protein konsentrat dan pojok kiri bawah kandungan protein jagung. Kemudian menetapkan protein yang akan digunakan (Rahayu et al., 2013).

2.3.4.2. Metode trial and error, pada prinsipnya adalah menyamakan satu hingga dua kandunagn nutrisi utama (protein dan energi metabolisme) dengan bahan pakan yang dipilih sendiri, penyesuaian dilakukan secara berulang–ulang sehingga kandungan nutrisi bahan pakan menjadi sama atau mendekati kebutuhan unggas (Rianto dan Sitanggang, 2005). Perhitungan dengan cara ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dengan mempertimbangkan jumlah bahan baku maksimal yang bisa digunakan (Rahayu et al., 2013).

2.3.4.3. Metode sistem computer, prinsip yang dilakukan pada penyusuan ransum dengan metode ini yaitu komputer diisi dengan program cara perhitungan komposisi pakan yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan zat–zat hidup sehingga akan diperoleh jumlah porsi pakan (Lesson, 2008). Formula ransum dengan minimasi biaya pembuatan ransum dengan bahan baku yang ditetapkan dan mengetahui biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat ransum dengan kandungan gizi dan harga yang berlaku sehingga harga yang ransum yang didapatkan paling murah. Metode sistem komputer merupakan metode penyusunan ransum yang lebih mudah dan cepat dilakukan (Andi, 2010).

2.3.4.4. Metode linier programming, merupakan metode yang populer yang mampu menyeleksi bahan pakan yang akan dipakai berdasarkan harga relatifnya sehingga diperoleh biaya termurah, bahan makanan yang tidak layak harganya dan tidak memenuhi kualitas atas tersingkir dengan sendirinya sehingga hasil yang keluar sudah layak dari segi biaya dan nutrisi perbandingan harga kebutuhan nutrisi minimal sudah terpenuhi (Andi, 2010). Informasi yang digunakan dalam penyusunan pakan dengan metode linier programming adalah kandungan nutrisi dari setiap bahan pakan, kandungan nutrisi yang diperlukan dari bahan pakan yang akan dibuat, pemakaian maksimal dari bahan baku, dan harga setiap bahan baku yang digunakan (Rahayu et al., 2013).


            Praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas serta Formulasi ransum ternak unggas dilaksanakan pada hari Kamis, 2 April 2015 pukul 07.00 – 09.00 WIB, dan praktikum dengan materi Anatomi, fisiologi dan identifikasi penyakit ternak unggas dilaksanakan pada hari Kamis, 23 April 2015 pukul 15.00 – 17.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1.      Materi

            Alat yang digunakan adalah media movie, slide power point untuk menampilkan materi praktikum, buku dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.

            Alat yang digunakan adalah alat seksio berupa gunting dan cutter, timbangan digital, pita ukur, nampan, lap dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah seekor burung puyuh betina.


            Alat yang digunakan adalah laptop untuk menghitung formulasi ransum, nampan untuk tempat bahan pakan, timbangan untuk menimbang bahan pakan, buku dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Bahan yang digunakan adalah bahan pakan berupa : jagung kuning, bekatul, MBM, PMM, premix, tepung ikan dan bungkil kedelai.

3.2.      Metode

            Metode yang dilakukan adalah memperhatikan asisten menjelaskan materi praktikum, mengamati karakteristik eksterior unggas darat dan air, mengamati perbedaan anatara unggas darat dan unggas air, menggambar karakteristik eksterior unggas darat dan air jantan maupun betina, menulis perbedaan antara unggas darat dan unggas air jantan maupun betina.

3.2.2.   Anatomi dan identifikasi ternak unggas
            Metode yang dilakukan adalah dengan menimbang puyuh betina yang masih hidup, menyembelih puyuh, mencabuti bulu, lalu menimbangnya. Melakukan pembedahan menggunakan gunting dan cutter, memisahkan organ-organ setiap sistem, melakukan dokumentasi sistem organ kemudian mengukur panjang dan berat setiap organ, dan mencatat hasil praktikum.


            Mengamati organoleptik bahan pakan yang akan di formulasikan ransum, menghitung komposisi ransum yang dibutuhkan pada ternak yang ditentukan dengan metode “trial and error”, menimbang bahan pakan sesuai dengan perhitungan, menformulasikan bahan pakan yang akan di formulasi ransum.
           



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Pengenalan Jenis dan Klasifikasi Ternak Unggas

            Klasifikasi ternak unggas dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan taksonomi zoologi, buku standar The American Standard of Perfection dan tujuan pemeliharaan atau tipe ayam. Klasifikasi standar pengelompokan unggas didasarkan pada kelas, bangsa, varietas dan strain. Pengelompokan unggas berdasarkan kelas antara lain kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania, dan kelas Asia. Klasifikasi ini didasarkan pada perbedaan ayam tersebut berasal. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa terdapat empat kelas ternak unggas yang penting untuk diketahui yaitu kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia. Menurut
Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia merupakan kelas unggas penting yang dibedakan darimana unggas tersebut mula-mula berasal serta dikembangkan.

4.1.1.   Klasifikasi unggas

            Klasifikasi unggas berdasarkan kelasnya terbagi menjadi empat kelas antara lain kelas Inggris, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa terdapat empat kelas yang penting pada ayam antara lain kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania dan kelas Asia. Menurut Rahayu et al., (2013) bahwa terdapat empat kelas ayam yaitu kelas Amerika, kelas Inggris, kelas Mediterania, dan kelas Asia.

4.1.1.1. Ayam kelas Inggris, berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Inggris merupakan ayam yang berasal dari Inggris. Ayam ini memiliki tubuh yang berat dan besar dengan sifat yang tenang, kulitnya berwarna putih dengan cuping berwarna merah dan merupakan tipe ayam pedaging. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) yang menyatakan bahwa ayam kelas Inggris merupakan ayam yang dikembangkan di Inggris, memiliki tubuh besar, kulit putih, apabila bertelur kerabang telurnya berwarna coklat kekuningan dan bulunya merapat ketubuh. Hal ini didukung oleh pendapat Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa ciri umum dari ayam kelas Inggris adalah memiliki cuping telinga berwarna merah, kulitnya berwarna putih dan memiliki kulit telur yang berwarna coklat. Menurut Yuwanta (2014) bahwa ayam kelas Inggris berbadan besar dengan bentuk daging yang baik, kulitnya berwarna putih serta memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Inggris adalah ayam Orpington dan ayam Australorp.

Ayam Australorp
Ayam Orpington
Ilustrasi 1. Ayam Kelas Inggris


4.1.1.2. Ayam kelas Amerika, berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Amerika merupakan ayam yang berasal dari Amerika Serikat, ukuran tubuhnya sedang, bulunya mengembang, memiliki cuping berwarna merah, kulit berwarna kuning, memiliki cakar yang tidak berbulu, kerabang telur yang dihasilkan berwarna coklat. Ayam kelas Amerika merupakan tipe dwiguna yaitu diantara tipe pedaging dan petelur. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa ayam kelas Amerika memiliki ciri-ciri umum kulit yang berwarna kuning, cakar kaki yang tidak berbulu, cuping daun telinga berwarna merah, dan kerabang telur yang biasanya berwarna coklat. Menurut Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Amerika dikembangkan untuk tujuan produksi telur dan daging atau disebut tipe dwiguna dengan ciri-ciri umum kerabang telur yang dihasilkan berwarna coklat, cuping telinga berwarna merah, shank  berwarna kuning dan tidak memiliki bulu. Contoh ayam kelas Amerika adalah ayam Plymouth Rock dan ayam Rhode Island Red.

Ayam Plymouth Rock
Ayam Rhode Island Red.
Ilustrasi 2. Ayam Kelas Amerika


4.1.1.3. Ayam kelas Asia, berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Asia merupakan ayam yang berasal dari Asia Selatan (India). Ciri-ciri umun dari ayam kelas Asia yaitu memiliki bentuk tubuh yang besar, cuping telinga berwarna merah, dan kerabang telur berwarna beragam dari coklat kekuningan hingga putih. Hal ini sesuai pendapat
Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia memiliki badan yang relatif besar, daun telinganya berwarna merah, kulit berwarna kuning dan kerabang berwarna coklat serta cakar yang berbulu. Menurut Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Asia memiliki ciri spesifik yaitu bentuk badan yang besar dengan tulang yang besar dan kuat, cakar berbulu, cuping telinga berwarna merah, kerabang telur berwarna coklat dan memiliki sifat mengeram. Contoh ayam kelas Asia adalah ayam Brahma dan ayam Cochin.

Ayam Brahma
Ayam Cochin
Ilustrasi 3. Ayam Kelas Asia
4.1.1.4. Ayam kelas Mediterania,  berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa ayam kelas Mediterania merupakan ayam yang dikembangkan di sekitar negara dan pulau di Laut Tengah. Ayam kelas Mediterania memiliki ciri tubuh yang ramping, warna cuping telinga, kulit, dan kerabang telur adalah putih, bulu mengembang, bersifat nervous dan tidak memiliki sifat mengeram. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu et al., (2013) yang menyatakan bahwa ayam kelas Mediterania memiliki ukuran badan yang relatif kecil, cuping berwarna putih, cakarnya tidak berbulu, kulit berwarna putih dan produksi telur banyak dengan warna kerabang telur putih. Menurut
Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa ayam kelas Mediterania memiliki tubuh yang langsing dengan produksi telur yang cukup tinggi, selain itu sifat ayam kelas Mediterania yaitu tidak memiliki sifat mengeram, kerabang telur dan cuping telinga berwarna putih. Contoh ayam kelas Mediterania adalah ayam Leghorn dan ayam Minorca.

Ayam Leghorn
Ayam Minorca
Ilustrasi 4. Ayam Kelas Mediterania


            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan materi pengamatan eksterior unggas darat, diperoleh hasil sebagai berikut.
1
 

6
5
4
3
2

1
6
5
4
3
2
Ayam Jantan
Ayam Betina
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Ilustrasi 5. Eksterior Ayam Jantan dan Betina

Keterangan:
1.      Jengger
2.      Mata
3.      Paruh
4.      Cuping
5.      Pial
6.      Cakar


            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan mengamati bagian eksterior ayam diperoleh hasil bahwa ayam memiliki bagian-bagian antara lain jengger, mata, paruh, pial, cuping, bulu, dan ekor. Ayam jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ayam betina. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada tubuh ayam terdapat bagian kulit yang tidak berbulu yaitu jengger, pial, cuping, paruh, kuku dan taji. Jengger dan pial merupakan indikator karakteristik secundary sex karena bersifat sensitif terhadap hormon sex. Menurut Rahayu et al. (2013) yang menyatakan bahwa jengger terdapat pada bagian kepala ayam paling atas, di kepala ayam juga terdapat paruh dan terdapat mata serta cuping yang sejajar dengan paruh. Pada bagian dagu terdapat pial dan pada cakar umumnya tidak memiliki bulu.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan materi pengamatan eksterior unggas darat, diperoleh hasil sebagai berikut.

4
3
2
1


4
3
2
1
Puyuh Jantan
Puyuh Betina
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Ilustrasi 6. Eksterior Puyuh Jantan dan Betina

Keterangan:
1.                  Paruh
2.                  Sayap
3.                  Bulu
4.                  Cakar


Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan materi pengamataneksterior unggas darat diperoleh hasil bahwa puyuh memiliki bagian-bagian antara lain paruh, sayap, bulu, dan cakar. Puyuh yang diamati memiliki warna bulu yang berbeda, puyuh jantan berwarna merah coklat matang sedangkan puyuh betina memiliki warna merah coklat/sawo matang dengan bercak coklat di bagian bulu dadanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wuryadi (2011) bahwa umumnya puyuh jantan dewasa berwarna hitam, sedangkan puyuh betina berwarna coklat terang dan terdapat totol coklat di bagian dada. Menurut Tumbilung et al., (2014) menyatakan bahwa warna bulu puyuh betina pada bagian leher dan dada bagian atas berwarna lebih terang serta terdapat totol-totol coklat tua.

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dengan materi pengamatan eksterior unggas air, diperoleh hasil sebagai berikut:
6
5
4
3
2
1
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Ilustrasi 7. Eksterior Itik Jantan dan Betina

Keterangan:


1.      Paruh
2.      Dada
3.      Perut
4.      Kaki
5.      Cakar Berselaput
6.      Ekor



Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa organ eksterior dari itik yaitu paruh, cuping, dada, perut, kaki, cakar yang berselaput, dan ekor. Unggas air memiliki paruh yang pipih lebih besar karena jenis pakan berbeda. Bulu pada itik berminyak tujuannya agar air tidak masuk saat berenang. Ukuran tembolok pada unggas darat lebih besar daripada unggas air, sehingga unggas darat lebih besar kemampuannya dalam menyimpan makanan sementara. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharno (2006) bahwa itik mempunyai karakter yang spesifik yaitu pada bagian bawah tepatnya kaki yaitu antar jari terdapat selaput renang, bulu – bulu dari unggas air berminyak karena untuk menghalangi air masuk ke tubuh ketika berenang, serta kaki dari itik relatif lebih pendek. Menurut
Suharno dan Amri (2010) bahwa itik alabio merupakan salah satu itik petelur asal Kalimantan yang mempunyai bentuk tubuh segitiga, warna bulu itik jantan abu – abu kehitaman dan kuning keabu – abuan pada betina serta warna paruh dan kaki kuning. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa tembolok berfungsi untuk menyimpan pakan sementara, terutama pada saat ayam makan dalam jumlah banyak. Gizzard pada unggas air lebih besar daripada unggas darat sehingga kemampuan mencerna serat pakan pada unggas air lebih tinggi.

4.1.4.   Perbedaan unggas darat dan air
Berdasarkan praktikum dengan materi pengenalan karakteristik unggas darat dan unggas air diperoleh hasil sebagai berikut:



Tabel 1. Perbedaan Unggas Darat dan Air
            Berdasarkan praktikum diketahui bahwa terdapat beberapa perbedaan antara unggas darat dan unggas air. Pada paruh ayam bentuknya runcing karena pakan ayam pada umumnya tipe biji – bijian, sedangkan pada ayam paruhnya pipih dan mempunyai filter yang berrfungsi untuk menyaring pakan saat itik makan dalam air. Pada kaki ayam tidak terdapat selaput antar jari, namun pada itik terdapat selaput tujuannya untuk membantu itik jalan di air. Hal ini sesuai dengan pendapat Septyana (2008) yang menyatakan bahwa itik mempunyai ciri-ciri kaki relatif lebih pendek daripada tubuhnya, pada jari kaki memilki selaput renang untuk membantu itik berjalan di air, paruhnya ditutupi oleh selaput halus untuk menyaring pakan, bulu berbentuk tebal dan berminyak sebagai penghalang masuknya air dalam tubuh. Menurut Rasyaf (2011) bentuk kaki itik lebar yang antar jari terdapat selaput.
            Perbedaan selanjutnya yaitu ayam memiliki jengger dan itik tidak mempunyai jengger. Jengger merupakan tumbuhnya daging di atas kepala, pada umumnya warna jengger pada ayam yaitu merah dan mempunyai bentuk berbeda – beda seperti bentuk bilah, pea, strawberry, dan buttercup. Hal ini sesuai dengan pendapat Ranto dan Sitanggang (2005) yang menyatakan bahwa unggas air salah satu contohnya yaitu itik. Salah satu karakteristik itik yaitu tidak mempunyai jengger. Menurut Untari et al. (2013) bentuk jengger merupakan daging merah yang tumbuh dibagian kepala ayam yang bentuknya menyerupai bunga ayam betina memiliki bentuk jengger tunggal yaitu berdiri tegak pipih dan terbagi-bagi seperti gergaji.
Kaki itik lebih pendek dari ayam contohnya ayam kampung mempunyai kaki lebih panjang. Hal ini sesuai dengan pendapat Nataamijaya (2005) menyatakan bahwa kaki ayam pelung lebih panjang daripada ayam kampung serta unggas air memilki kaki relatif lebih pendek. Menurut Martawijaya et al. (2005) bentuk kaki itik lebih pendek dari tubuhnya dan terdapat selaput antar jari kaki.
Jenis bulu antara unggas darat dan air berbeda, contohnya ayam bulunya tidak bermijnyak sedangkan itik bulunya berminyak yang sifatnya tidak menyerap air. Tembolok ayam berkembang karena ayam akan menampung pakan dalam tembolok. Hal ini sesuai dengan pendapat Martawijaya (2005) bahwa itik merupakan jenis unggas yang memilki sifat aquatik yaitu menyukai air. Bulu – bulu yang tebal dan berminyak pada itik berfungsi untuk menghalangi masuknya air. Menurut Rasyaf (2006) tembolok sebagai tempat untuk menampung pakan, sehingga indikator ayam sudah kenyang atau belum yaitu dengan kondisi tembolok yang membesar.





4.2.      Anatomi dan Identifikasi Penyakit
            Berdasarkan praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ pencernaan sebagai berikut:
10
9
8
7
4
6
5
3
2

1
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.

Sumber : Dasar, Ternak Unggas, 2005
Ilustrasi 8. Anatomi Sistem Pencernaan

Keterangan :


1. Mulut (Paruh)
2. Oesophagus
3. Tembolok (crop)
4. Proventrikulus
5. Ventrikulus

6. Duodenum
7. Jejenum dan Illeum
8. Sekum
9. Rektum
10.Kloaka




            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa puyuh betina memiliki organ pencernaan dari paruh, oesophagus, tembolok, proventrikulus, gizzard/ventrikulus, duodenum, jejunum, illeum, sekum, rektum dan kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa saluran pencernaan unggas terdiri dari paruh, esophagus, crop, proventrikulus, gizzard, duodenum, usus halus, ceca, rectum, cloaca, dan vent. Organ asesori terdiri dari pankreas dan hati. Menurut Fadilah (2006) sistem pencernaan ayam dibantu oleh alat-alat pencernaan yang terdiri dari paruh, rongga mulut, kerongkongan, tembolok, lambung dengan getah lambung, perut besar, usus, dan kloaka.


4.2.1.1. Paruh, puyuh betina memiliki panjang 1 cm, paruh berfungsi sebagai tempat masuknya makanan. Hal ini sesuai dengan Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa dua rahang atas dan bawah yang saling berhubungan membentuk paruh untuk pengambilan pakan dan di dalam mulut laju pakan berjalan cepat sehingga hanya sedikit proses pencernaan di dalam mulut.
Menurut Yuwanta (2014) didalam mulut menghasilkan saliva yang mengandung amilase dan maltase tetapi pemecahan bahan pakan di mulut sangat kecil terjadi karena mulut hanya sebagai tempat lewatnya pakan.

4.2.1.2. Oesophagus, pada puyuh betina memiliki panjang 4,5 cm. Oesophagus mampu menhasilkan mukosa yang berfungsi untuk membantu melicinkan pakan masuk ke tembolok dan organ pencernaan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa oesophagus berupa pipa tempat pakan yang menyalurkan pakan dari belakang mulut menuju ke proventrikulus. Menurut Yuwanta (2014) oesophagus merupakan saluran yang elastis memanjang dari pharynx hingga proventrikulus melewati tembolok yang mudah mengalami pemekaran apabila terdapat pakan yang masuk.
4.2.1.3. Tembolok, puyuh betina memiliki panjang 1,5 cm. Tembolok merupakan tempat sementara untuk menyimpan pakan pada saat ternak makan terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa tembolok sebagai tempat menyimpan pakan yang sedikit atau tidak terdapat proses pencernaan namun hanya pencampuran sekresi saliva dari mulut yang dilanjutkan aktivitasnya di tembolok. Menurut Yuwanta (2014) tembolok sebagai tempat menyimpan pakan sementara memiliki saraf yang berhubungan dengan pusat kenyang-lapar di hipotalamus sehingga banyak sedikitnya pakan yang berada di tembolok akan memberikan respon pada saraf untuk menentukan jumlah makan yang masuk

4.2.1.4. Proventrikulus, pada puyuh betina memiliki panjang 1,5 cm. Fungsi dari proventrikulus yaitu mampu mensekresikan pepsinogen dan HCl untuk mencerna protein dan lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa di proventrikulus tidak terjadi terjadi pencernaan material pakan namu proventrikulus merupakan pelebaran dari kerongkongan yang memproduksi pepsin untuk pencernaan protein dan memproduksi HCl untuk pencernaan lemak. Menurut Yuwanta (2014)  lintasan pakan pada proventrikulus sangat cepat masuk ke empedal melalui isthmus proventrikulus sehingga pakan belum sempat dicerna.

4.2.1.5. Gizzard, atau ventrikulus merupakan kelenjar yang memiliki otot dilapisi keratinoid tebal membetuk pola bergaris yang sangatt kuat memecah makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa gizzard memiliki dua pasang otot yang sangat kuat sehingga mampu berkontraksi bila pakan masuk sehingga pakan akan digiling. Menurut Yuwanta (2014) fungsi utama gizzard yaitu memecah dan melumatkan, pakan yang sudah dipecah dan dilumatkan kemudian bercampur dengan air menjadi pasta yang dinamakan chymne.

4.2.1.6. Duodenum , pada puyuh betina memiliki panjang 10 cm, befungsi sebagai tempat absorbsi produk pencernaan. Pada bagian ini terjadi proses pencernaan yang paling aktif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa berbagai enzim yang masuk dalam duodenum berfungsi mempercepat dan mengefisiensi proses pemecahan karbohidrat, protein dan lemak untuk mempermudah proses absorbi. Menurut Yuwanta (2014) duodenum merupakan tempat sekresi enzim dari pankreas dan getah empedu dari hati.
           
4.2.1.7. Jejenum dan Illeum, pada puyuh betina memiliki panjang jejunum 35,5 cm dan berat 4 gram sedangkan illeum puyuh betina memiliki panjang 7 cm. Jejenum dan illeum merupakan kelanjutan dari duodenum berfungsi untuk penyerapan zat makanan yang belum selesai dilakukan di duodenum. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa jejunum dan illeum pada unggas sulit dibedakan, sepanjang permukaan jejunum dan illeum terdapat vili dan permukaannya terdapat mikrovili untuk melakukan absorbi hasil pencernaan. Menurut Yuwanta (2014) pakan yang belum selesai diserap pada duodenum kemudian dilanjutkan pada jejunum dan illeum sampai pada bahan pakan yang tidak mampu lagi tercerna.

4.2.1.8. Sekum, terdiri dari seca kanan dan seca kiri, pada puyuh betina seca kanan memiliki panjang 7,5 cm dan seca kiri memiliki panjang 7 cm. Sekum pada unggas berfungsi untuk penyerapan air dan keseimbangan elektrolit. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa di dalam sekum terjadi penyerapan air dalam jumlah kecil dan karbohidrat serta protein dicerna oleh bantuan beberapa bakteri. Menurut Yuwanta (2014) di dalam sekum terjadi digesti serat kasar yang dilakukan oleh bakteri pencerna serat kasar.

4.2.1.9. Rektum, pada puyuh betina memiliki panjang 5 cm. Rektum merupakan usus besar yang berfungsi juga sebagai tempat absorbsi air dan mengatur keseimbangan air pada tubuh unggas. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa rektum berbentuk lebar dan terdapat pada bagian akhir usus halus menuju kloaka. Menurut Yuwanta (2014) pada bagian rektum terjadi perombakan pakan yang tidak tercerna oleh mikroorganisme, sehingga menjadi feses. Bagian ini juga bermuara ureter dari ginjal untuk membuang urine yang bercampur dengan feses atau yang disebut ekskreta.         

4.2.1.10. Kloaka, pada puyuh betina memiliki panjang 1,5 cm. Kloaka merupaka saluran pengeluaran sisa pencernaan berupa ekskreta yang bentuknya bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa kloaka yang berbentuk bulat merupakan akhir saluran pencernaan dan saluran reproduksi bermuara. Menurut Yuwanta (2014) kloaka sebagai tempat keluarnya eksreta karena urodeum dan koprodeum terletak berhimpitan.

            Berdasarkan praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ resoirasi sebagai berikut:


5
4
3
2
1
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.

Sumber : Google.com
Ilustrasi 9. Anatomi Sistem Respirasi

Keterangan :
1.      Nares eksternal
2.      Larynx
3.      Trachea
4.      Bronchus
5.      Paru-paru


Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa sistem resprirasi pada unggas puyuh betina terdiri dari lubang hidung, larynx, trachea, paru-paru, dan kantong udara. Hal ini sesuai pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa sistem respirasi (pernapasan) pada unggas terdiri dari nasal cavitie,  larynx, trachea (windpipe), syrinx (voice box), bronchi, paru-paru, kantong udara. Menurut Yuwanta (2014) saluran respirasi terdiri dari luar kedalam adalah luar (lubang hidung) dan dalam (external dan internal nares), glottis, larynx, trachea, syrinx (rongga suara), bronchi, dan paru-paru.

4.2.2.1. Lubang hidung,  merupakan organ pernapasan terluar pada unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa nares eksternal (lubang hidung) merupakan organ terluar pada saluran pernapasan yang dilewati udara pertama kali. Menurut pendapat Fadilah dan Polana (2011) lubang hidung merupakan bagian atas alat pernapasan pada unggas

4.2.2.2. Larynx,  merupakan saluran yang berperan sebagai tempat lewatnya udara masuk ke trachea. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa larynx adalah suatu saluran yang dilewati udara sebelum udara masuk ke trachea. Menurut pendapat Fadilah dan Polana (2011) bagian alat pernapasan bagian atas yaitu pangkal tenggorokan atau larynx.

4.2.2.3.Trachea, merupakan sebuah rongga yang panjang dari ujung laring ke bronkus. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa trachea merupakan rongga yang memanjang dari ujung ekor dari laring ke bronkus. Hal ini sesuai dengan pendapat Gillespie dan Frank (2010) yang menyatakan bahwa trachea terususn atas tulang rawan (cartilago) yang berbentuk menyerupai huruf C.

4.2.2.4. Bronchus,  merupakan saluran percabangan pada sistem pernafasan yang terdapat pada bagian caudal trachea. Hal ini sesuai dengan Frandson et al. (2009) bahwa bronchus merupakan saluran penghubung dengan paru-paru yang diteruskan dengan kantong udara pada bagian perut. Gillespie dan Frank (2010) menyatakan bahwa bronchus terletak pada bagian akhir trachea. Bronchus memiliki percabangan disebut sebagai bronchi. Bronchus memiliki saluran primer yang berhubungan dengan paru-paru.

4.2.2.5. Broncheolus, merupakan percabangan singular dari bronchus. Bronchus dan broncheolus memiliki fungsi yang sama berkaitan dengan percabangan. Hal ini sesuai dengan Gillespie dan Frank (2010) yang menyatakan bahwa broncheolus merupakan sub pembagian kecil dari bronchus. Broncheolus memiliki fungsi organ yang berhubungan dengan paru-paru. Hal ini sesuai dengan Frandson et al. (2009) yang menyatakan bahwa singular broncheolus memiliki fungsi yang menghubungkan langsung dengan paru-paru dalam sistem respirasi.

4.2.2.6. Paru-paru, pada unggas paru-parunya yang tidak memiliki diafragma sehingga tidak berkembang dan berfungsi untuk tempat pertukaran gas di dalam darah. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa paru-paru pada unggas tidak memiliki diafragma sehingga tidak berkembang dan kontaraksi selama proses ekspirasi dan inspirasi, berfungsi sebagai tempat berlangsungnya pertukaran gas di dalam darah. Paru-paru terletak diantara tulang rusuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa paru-paru terletak diantara tulang rusuk dan vertebrae dorsalis yang berfusi dengan rongga udara.

4.2.2.7. Kantong udara, berfungsi untuk menampung udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa unggas memiliki sistem kantong udara yang berfungsi untuk menampung udara. Menurut Yuwanta (2014) kantong udara berfungsi untuk membantu paru-paru untuk pernapasan, meringankan dan membantu mengapungkan tubuh saat unggas terbang di udara, dan membantu difusi air dari darah untuk disekresikan lewat paru-paru sebagai uap air.

            Berdasarkan praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ reproduksi unggas jantan sebagai berikut:
2
1
3

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Sumber : Google.com
Ilustrasi 10. Anatomi Sistem Reproduksi Unggas Jantan
Keterangan :
1. Testis
2. Vas deferens
3. Kloaka


Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa organ reproduksi unggas jantan terdiri dari sepasang testis, epididimis, ductus deferent, dan organ kopulasi kloaka. Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Testis berfungsi sebagai penghasil sel gamet jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa sistem reproduksi unggas jantan terdiri dari dua testis yang terletak pada dorsal area rongga tubuh, dekat bagian akhir anterior ginjal. Bentuknya elipsoid dan berwarna kuning terang, sering pula berwarna kemerahan karena banyaknya cabang-cabang pembuluh darah pada permukaannya. Ditambahkan oleh pendapat Vali (2011) yang menyatakan bahwa testis unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cavar, atau di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal.
Vas deferens atau ductus deferens mengangkut sperma dari ekor epididimis ke uretra. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) sperma diangkut dari ekor epididimis ke ampula di bantu dengan gerakan peristaltik vas deferens. Kelenjar-kelenjar vesikularis mengahasilkan fruktosa dan asam sitrat. Ampula dapat diurut secara manual untuk memperoleh semen. Soeparna (2007) meyatakan dindingnya mengandung otot-otot licin yang penting dalam mekanisme pengangkutan semen waktu ejakulasi. Pada ayam diameternya mencapai 2 mm dan konsistensinya seperti tali.
Alat kopulasi pada unggas berupa papila (penis) yang mengalami rudimenter. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni (2006) yang menyatakan bahwa sebutan organ rudimenter pada unggas tidak ada hubungannya dengan ductus deferent dan terletak di bagian ventral median salah satu lipatan melintang pada kloaka. Soeparna et al., (2007) menyatakan bahwa penis  merupakan organ rudimenter atau prosesus jantan yang digunakan pada pembedaan jenis kelamin pada anak ayam berdasarkan pengamatan pada kloaka. Pada papila ini juga diproduksi cairan transparan yang bercampur dengan sperma saat terjadinya kopulasi.
Kloaka merupakan lubang yang berfungsi sebagai satu-satunya lubang untuk saluran pencernaan, urin dan reproduksi. Sujionohadi dan Setiawan (2007) perbedaan yang tampak antara kloaka jantan dan betina yaitu pada jantan memiliki satu titik kecil sedangkan betina tidak ada atau paling tidak hanya berbentuk garis. Yaman (2012) menyatakan bahwa kloaka memiliki fungsi ganda baik sebagai akhir dari saluran pencernaan, maupun berguna sebagai saluran urin dan reproduksi.





4.2.4. Sistem reproduksi unggas betina

1
2
 3
4

5
6


Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Sumber : Google.com
Ilustrasi 11. Anatomi Sistem Reproduksi Unggas Betina

Keterangan :

1.      Ovarium
2.      Infundibulum
3.      Magnum
4.      Uterus
5.      Vagina
6.      Kloaka


Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada garis punggung sebagai penghasil ovum. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2006) bahwa ovarium yang sangat kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk. Soeparna et al. (2007) menyatakan bahwa letak ovarium berada diujung cranial ginjal dan agak ke kiri dari garis tengah daerah sumblumbal cavum dadominalisi dan tergantung pada dinding dorsal abdomen oleh suatu lipatan peritoneum.
Infundibulum mempunyai fungsi menangkap uvum dan tempat terjadinya fertilisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparna (2007) yang menyatakan bahwa pada bagian leher infundibulum yang merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina. Vali dan Abbas (2011) menyatakan bahwa infundibulum mempunyai lubang yang disebut ostium abdominal yang berfungsi untuk menangkap ovum yang telah masak. Kuning telur berada pada infundibulum ini selama 15 – 30 menit.
Magnum merupakan saluran kelanjutan  dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang dari oviduk. Magnum tesusun dari glandula tubuler yang sangat sensibel. Hal ini sesuai dengan pendapat Permana (2005) yang menyatakan bahwa magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduct. Diperlukan waktu sekitar 3,5 jam bagi telur yang sedang berkembang  untuk melalui magnum. Setiawan (2006) menyatakan bahwa mukosa dari magnum tesusun dari sel gobelet yang berfungsi mensekresikan putih telur kental dan cair. 
 Uterus merupakan bagian oviduk yang melebar dan berdinding kuat. Uterus memiliki fungsi sebagai tempat pembentukan kerabang telur dan pewarnaan kerabang. Hal ini sesuai dengan pendapat Permana (2005) Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding uterus dan secara osmosis masuk ke dalam membran sel. Menurut Setiawan (2006) telur yang berkembang tinggal di uterus sekitar 18 - 20 jam, lebih lama daripada dibagian lain dari oviduk. 
Pada vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa didalam vagina kutikula ditimbun pada kerabang untuk mengisi sebagian pori-pori kerabang. Secara normal, telur tinggal dalam vagina selama beberapa menit, tetapi dalam keadaan tertentu dapat tinggal beberapa jam. Vali dan Abbas (2011) menyatakan bahwa selain itu, vagina juga berfungsi untuk penempatan telur sebelum dikeluarkan (ovoposition). 

            Berdasarkan praktikum anatomi dan fisiologi ternak unggas diperoleh hasil organ urinasi sebagai berikut:

1

2


3


Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.
Sumber : Google.com
Ilustrasi 12. Anatomi Sistem Urinasi

Keterangan:

1.      Ginjal
2.      Ureter
3.      Kloaka

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa puyuh betina memiliki ginjal dengan panjang 1 cm dan beratnya 0 gram. Ginjal  merupakan organ ekskresi pada unggas yang relatif besar yang terletak di paru – paru tepatnya di belakang tulang punggung dan tulang rusuk. Ginjal berperan dalam pengaturan keseimbangan osmotik cairan tubu. Ginjal berfungsi memproduksi urin melalui proses filtrasi darah dan reabsorbsi beberapa nutrien. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa sistem urinaria ayam terdiri atas sepasang ginjal yang memanjang letaknya melekat pada tulang punggung dan tulang rusuk. Menurut Yuwanta (2014) ginjal secara selektif akan menyerap kembali air dan unsur-unsur berguna yang kembali dari filtrat yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dari produk buangan plasma.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa puyuh betina memiliki ureter dengan panjang 1 cm dan beratnya 0 gram. Ureter menghubungkan ginjal dengan kloaka. Saluran ureter yang keluar pada puyuh betina akan menuju ke kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Suprijatna et al. (2005) ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dengan kloaka. Ureter merupakan saluran silinder yang akan menghantarkan urine dari ginjal ke kloaka. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2014) yang menyatakan bahwa u
reter adalah saluran muscular yang mengalirkan urine dari dinding ginjal menuju ke kloaka yang akan bercampur dengan feses.
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa puyuh betina memiliki ureter dengan panjang 1 cm dan beratnya 0 gram. Kolon merupakan tempat dari berbagai bakteri yang merupakan bakteri ramah , gentamicin mampu menjaga, menghambat dan membunuh mikoflora - mikoflora dalam saluran pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Giguere (2006) yang menyatakan bahwa gentamicin adalah salah satu aminoglikosida yang dihasilkan dari fermentasi Micromospora purpurea. Gentamicin aktif menghambat kuman pada saluran pencernaan termasuk kolon, seperti kuman Fowl kolera, E.coli, P. aeroginosa, Arizona paracolon, dan infeksi Salmonella. Kolon merupakan bagian sari system urinari unggas yang terletak dibagian belakang yang berfungsi sebagian besar dengan penyerapan air, penyerapan beberapa vitamin dan elektrolit. Hal ini sesuai dengan pendapat Abun (2008) yang meyatakan bahwa kolon merupakan salah satu bagian dari usus besar yang terletak paling posterior dari sistem pencernaan selain sekum dan kloaka yang berfungsi untuk absorbsi air, natrium, dan mineral lain. Menurut Yanungrah et al. (2012)  jika perkembangan kolon tidak sempurna maka fungsi kolon tidak optimal, absorbsi terganggu dan dapat terjadi diare serta mengurangi proktivitas ayam pedaging       Kloaka adalah lubang posterior yang berfungsi sebagai satu saluran pencernaan, urin, dan genital pada spesies hewan unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa kloaka merupakan tempat keluarnya kotoran ternak atau ekskreta yang merupakan hasil metabolisme. Menurut Sujionohadi dan Setiawan (2005) urin unggas tersusun dari asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan keluar sebagai kotoran yang berwarna putih seperti pasta.


Berdasarkan praktikum produksi ternak unggas dapat diketahui bahwa burung puyuh yang menjadi objek pengamatan tidak terjangkit penyakit apapun karena tidak terdapat kelainan pada bagian eksterior ataupun interior burung puyuh. Hal ini menunjukan bahwa burungpuyuh ini cocok untuk digunakan sebagai bibit dalam usaha peternakan burung puyuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Pancaputra (2011) yang menyatakan bahwa burung puyuh yang sesuai untuk usaha peternakan adalah jenis burung puyuh yang tidak terdeteksi adanya penyakit dalam tubuhnya. Rahayu et al. (2013) Fowl pox adalah penyakit yang ditandai adanya benjol-benjol atau bintik-bintik yang berisi air nanah dan kemudian mengeras menjadi kemeraha pada bagian pial atau kaki.


4.3.      Formulasi Ransum

            Berdasarkan praktikum formulasi ransum diperoleh hasil organoleptik bahan pakan sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Organoleptik Bahan Pakan
No
Bahan Pakan
Bentuk
Tekstur
Warna
Bau
1
MBM
Tepung
Halus
Coklat Tua
Amis
2
Bekatul
Tepung
Halus
Coklat Muda
Khas
3
Jagung
Serpih Kasar
Kasar
Kuning Muda
Khas
4
Bungkil Kedelai
Serpih Kasar
Kasar
Coklat Muda
Khas
5
PMM
Tepung
Halus
Coklat Muda
Amis
6
Premix
Tepung
Halus
Putih Kekuningan
Khas
7
Tepung Ikan
Tepung
Halus
Coklat Muda
Amis
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2015.    

4.3.1.   MBM (Meat Bone Meal) 
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa MBM berbentuk tepung, memiliki tekstur halus, berwarna coklat tua dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno et al. (2010) yang menyatakan bahwa MBM memiliki tekstur agak halus, berbau khas, berwarna agak kekuningan, dan memiliki rasa gurih. Menurut Marta’ati (2015) bau yang muncul pada tepung tulang sangat menonjol atau menyengat karena terbuat dari campuran tulang dan daging.

4.3.2.   Bekatul
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa bekatul berbentuk tepung, memiliki tekstur halus, berwarna coklat muda dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat  Adisarwanto (2005) yang menyatakan bahwa bekatul mempunyai senyawa fitokimia yang menyebabkan bekatul berwarna coklat. Sarbini (2009) menambahkan bahwa warna bekatul coklat karena mengandung senyawa fitokimia dan beraroma khas karena mengandung minyak tokofenol  dan bertekstur halus. Nataliningsih (2009) menyatakan  bahwa rasa bekatul adalah kurang enak dan pahit karena kandungan utamanya adalah karbohidrat dan serat, kandungan proteinnya sangat rendah sehingga kurang menghasilkan rasa gurih.

4.3.3.      Jagung kuning
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa jagung berbentuk serpih kasar, memiliki tekstur kasar, berwarna kuning dan berbau khas. Jagung merupakan bahan pakan sumber energi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhani et al. (2012) bahwa jagung kuning dapat diberikan untuk ternak dalam bentuk dipipil, dikeringkan dan digiling. Menurut Putri et  al. (2013) jagung berwarna kuning terang, beraoma khas, rasanya khas jagung kuning, dan bertekstur lebih kasar.

4.3.4.      Kedelai
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kedelai berbentuk serpih kasar, memiliki tekstur kasar, berwarna coklat muda dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Pertiwi et al. (2010) menambahkan bahwa komposisi nutrisi bungkil kedelai sengat beragam tergantug pada jumlah serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan pada ampas kedelai sisa minyak yang masih tertinggal. Menurut Yatno (2011) struktur bungkil kedelai kurang padat dan terdapat banyak rongga antar partikel.

4.3.5.      PMM (Poultry Meat Meal)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa PMM berbentuk tepung, memiliki tekstur halus, berwarna coklat muda dan berbau amis. Hal ini sesuai dengan pendapat Yaman (2010) yang menyatakan bahwa tepung daging unggas terbuat dari sisa – sisa proses unggas seperti kepala, kaki dan usus, kecuali bulu. Menurut Prayitno et al. (2010) MBM memiliki tekstur agak halus, berbau khas, berwarna coklat muda, dan memiliki rasa gurih.

4.3.6.      Premix
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa PMM berbentuk tepung, memiliki tekstur halus, berwarna putih kekuningan dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjosworo (2006) yang menyatakan bahwa premix memilki campuran bahan pakan telah diencerkan yang dalam pemakainnya harus dicampurkan ke dalam pakan. Menurut Zahra et al. (2014) premix memiliki kandungan vitamin yang ada di dalam premix cukup lengkap yaitu vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, vitamin B1, vitamin B2 dan vitamin B6.


4.3.7.      Tepung Ikan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa tepung ikan bebrntuk tepung, bertekstur halus, berwarna coklat muda, dan berbau khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Suci dan Widya (2012) tepung ikan merupakan sumber protein hewani yang biasa digunakan untuk ayam karena memiliki kualitas protein dan asam amino yang baik. Menurut Pang et al. (2013)  tepung ikan mempunyai aroma khas menyengat ikan dan berwarna coklat keemasan.
Berdasarkan praktikum formulasi ransum untuk ayam broiler starter dengan kebutuhan PK 20% dan kebutuhan EM 2900 kkal/kg diperoleh hasil perhitungan formulasi ransum sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Perhitungan Formulasi Ransum
No
Bahan Pakan
PK (%)
EM (kkal/kg)
Komposisi (%)
Harga (Rp/kg)
1
Jagung kuning
8,60
3370
44
4000
2
Bungkil kedelai
48,00
2240
12
8100
3
Tepung ikan
63,60
2830
3,5
7200
4
PMM
54,75
2010
3,5
12200
5
MBM
50,40
2150
6
10000
6
Bekatul
12,00
2860
30
4000
7
Premix
0
0
1
8500

Total
20,31
2908
100


Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa formulasi ransum untuk ayam broiler fase starter menggunakan metode trial and error dengan bahan pakan jagung kuning sebanyak 44%, bungkil kedelai 12%, tepung ikan 3,5%, PMM 3,5%, MBM 6%, bekatul 6%, premix 1% telah mencukupi nutrisi yang diperlukan ternak yaitu PK 20% dan EM 2900 kkal/g karena dari formulasi ransum tersebut diperoleh kandungan PK 20,31% dengan EM 2908 kkal/g. Bahan pakan yang diformulasikan tersebut mampu memenuhi kebutuhan ternak ayam broiler fase starter. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ransum merupakan campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi. Menurut Budiansyah (2010) ransum digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak karena ransum disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi standar kebutuhan zat makanan yang telah ditetapkan.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1.      Kesimpulan

            Kelas unggas terbagi menjadi kelas Asia, Amerika, Inggris dan Mediterania. Perbedaan unggas darat dan unggas air yang diantaranya adalah pada unggas air terdapat selaput kaki, bulu halus karena terdapat cairan minyak yang menutupinya, paruh yang pipih yang didalamnya terdapat filter dan hal tersebut tidak terdapat pada unggas darat. Organ pencernaan meliputi paruh, oesophagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, duodenum, jejunum, illeum, sekum, rektum dan kloaka. Organ respirasi meliputi hidung, larynx, trachea, paru-paru, dan kantong udara. Organ reproduksi jantan meliputi testis, epididimis, ductus deferent, dan kloaka. Organ reproduksi betina meliputi ovarium, infundibulum, magnum, uterus, dan vagina. Kondisi hewan yang digunakan dalam praktikum termasuk dalam kondisi sehat. Kandungan PK dan EM pada ransum yang telah disusun sudah sesuai dengan standar PK dan EM yang seharusnya diberikan pada ayam bloiler periode starter sehingga ransum sudah layak untuk diberikan.

5.2.      Saran

            Seharusnya praktikan dalam melakukan formulasi ransum teliti, cermat dan akurat agar mendapatkan ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak dan mendapatkan harga yang seminim mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2008. Hubungan Mikroflora dengan Metabolisme dalam Saluran Pencernaan Unggas dan Monogastrik. Universitas Padjajaran, Bandung.

Adisarwanto. 2005. Kedelai. Swadaya, Jakarta.
Andi, R. N. 2010. Optimalisasi Formulasi Pakan Ternak Terhadap Ayam Pedaging Dengan Menggunakan Metode Linear Programming. Jurnal Ilmu Peternakan. 1 (1) : 1-15.
Budiansyah, A. 2010. Performan ayam broiler yang diberi ransum yang mengandung bungkil kelapa yang difermentasi ragi tape sebagai pengganti sebagian ransum komersial. J. Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan  13(15): 260 - 268.
Departemen Pertanian. 2007. Konsumsi padi perkapita. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Fadilah, R. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Bogor.
Fadilah, R. 2013. Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fadilah, R., dan Polana , A. 2011. Aneka Penyakit Pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agro Media Pustaka, Tangerang.
Frandson, R. D., W. L. Wilke dan A. D. Fails. 2009. Anatomy and Phsiology of Farm Animals. Wiley, Blackwell.
Giguere,Steeve. 2006. Antimicrobial Therapy in Veterinary Medicine Fourth Edition. Blackwell Publishing.

Gillespie, J. R. dan F. Frank. 2010. Modern Livestock & Poultry Production. 5 Maxwell Drive. Delmar, USA.
Hanafiah, M. A. 2013. Analisis Agribisnis Ternak Puyuh. Skripsi. Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Hardjosworo, P. S. 2006. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar            Swadaya, Jakarta.
Isnaeni, W., F. Abyadul dan N. Setiati. 2006.  Studi penggunaan prekursor hormon steroid dalam pakan terhadap kualitas reproduksi Burung puyuh jantan (coturnix coturnixJaponica). Fakultas Peternakan UNW. Mataram.
Leeson, S. 2008. Production for commercial poultry nutrition. Journal Applied Poultry Research  1(17): 315 – 322.
Marta’ati, M. 2015. Pengaruh penambahan tepung tulang ikan tuna (Thunnus sp)   dan proporsi    jenis shortening terhadap sifat organoleptik. E-Journal            Boga. 4 (1) : 153 – 161.
Martawaijaya, E. I., Martanto, E., dan Tinaprilla N. 2005. Panduan Beternak Itik Petelur Secara Intensif. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Nataamijaya, A. G. 2005. Karakteristik Penampilan Pola Warna Bulu, Kulit, Sisik Kaki, dan Paruh Ayam Pelung di Garut dan Ayam Sentul di Ciamis. Buletin Plasma Nutfah. Vol 1 (1) : 1 – 5.

Nataliningsih. 2009. Analisis kandungan gizi dan sifat organoleptik terhadap          cookies bekatul. Fakultas Pertanian.
Nogalska. A. et al 2014. Meat and bone meal as nitrogen and phosphorus supplier to cereals and oilseed rape. Agricultural and Food Science. Finlandia. 23 : 19-27.

Pancaputra, B. 2011. Pedoman Pembibitan Burung Puyuh Yang Baik (Good Breeding Practice). Direktorat Perbibitan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

Pang, C. J., E. Noerhartati., dan F. S. Rejeki. 2013. Optimasi prose pengolahan mi             ikan tongkol    (Euthynnus Affinis). Jurnal Agroindustri. 1 (1).
Permana, D. H. 2005. Performa reproduksi burung puyuh ( Coturnix coturnix japonica) umur 8-11 minggu pada perbandingan jantan dan betina yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pratama, Y. 2006. Sifat-sifat kualitatif ayam Kampung di Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. [Skripsi]
Prawira, Y.A. 2014. Stuktur anatomi syrinx pada ayam ketawa. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Hasanudin, Makasar. [Skripsi]

Prayitno, A. H., E. Suryanto., dan Zuprizal. 2010. Kualitas fisik dan sensoris          daging ayam broiler    yang diberi pakan dengan penambahan ampas virgin        coconut oil (VCO). Buletin Peternakan. 34    (1) : 55 – 63.

Pertiwi, S. F., S. Aminah., dan Nurhidajah. 2013. Aktivitas Aantioksidan, karakteristik kimia, dan sifat organoleptil susu kecambah kedelai hitam (Glycine soja) berdasarkan variasi waktu perkecambahan. Jurnal Pangan dan Gizi. 4 (8) : 1 8.

Putranto, H. D. 2011. Pengaruh suplementasi daun katuk terhadap ukuran ovarium            dan oviduk serta tampilan produksi telur ayam burgo. Jurnal Sains         Peternakan Indonesia. 4 (2) : 103 – 114.

Putri, H. K., Jumirah., dan Z. Lubis. 2013. Uji daya terima dan kandungan gizi      nasi dengan     penambahan labu Kuning dan jagung manis . Fakultas   Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.
Rahayu, I., T. Sudaryani., dan H. Santosa. 2013. Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ramandhani, G. A., M. Izzati., dan S. Parman. 2012. Analisis proximat,     antioksidan dan  kesukaan sereal makanan dari bahan dasar tepung       jagung             (Zea mays L) dan tepung labu kuning (Cucurbita moschata Durch).            Buletin Anatomi dan Fisiologi. 20 (2) : 32 – 39.
Ranto dan Sitanggang, M. 2005. Panduan Lengkap Beternak Itik. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Rasyaf, M. 2006. Seputar Makanan Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2011. Beternak Itik Komersial. Kanisius, Yogyakarta.
Rianto dan Sitanggang. M. 2005. Panduan lengkap beternak itik. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Rohajawati, S dan Supriyati, R. 2010. Sistem pakar: diagnosis penyakit unggas  dengan metode certainty factor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan, Bogor. 4(1): 41-46.

Sarbini, D. , Rahmawaty, S., dan Kurnia, P.  2009.  Uji fisik, uji organoleptik, dan kandungan zat                 gizi biscuit tempe - bekatul dengan fortifikasi fed an zn. Jurnal Penelitian Sains dan            Teknologi. 10 (1) : 18 – 26.
Saropah. D., Jannah. A, dan Maunatin. A. 2012. Kinetika reaksi enzimatis ekstrak kasar enzim selulase bakteri selulolitik hasil isolasi dari bekatul. Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 1(2) : 34 – 45.
Septyana, M. 2008. Performa Itik Petelur Lokal dengan Pemberian Tepung Daun Katuk (Sauropus androgynus) dalam Ransumnya. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bandung.
Setiawan, D. 2006. Performa produksi burung puyuh (coturnix coturnix japonica) pada perbandingan jantan danbetina yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sinurat. A. P. 2008. Penggunaan bahan pakan lokal dalam pembuatan ransum ayam buras. Wartazoa 1(9) : 12 – 21.
Sujionohadi, K dan A. I. Setiawan. 2007. Ayam Kampung Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparna. Hidajat dan T., D. Lestari. 2007. Penampilan reproduksi tiga jenis ayam lokal Jawa barat. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Subekti, K dan Arlina, F .2011. Karakteristik Genetik Eksternal Ayam Kampung di Kecamatan Sungai Pagu Kabupaten Solok Selatan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 16 (2) : 74-86.

Suci, D.M dan Widya, H. 2012. Pakan Ayam. 2012. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sufi. S, Y. 2009. 100 Tip Pilihan Antigagal Memasak. PT. Kawah Pustaka, Jakarta.
Suharno, B dan Amri, K. 2010. Panduan Beternak IItik Secara Intensif. Penebar Swadaya, Depok.
Suharno, B. 2006. Beternak Itik Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharno. B dan Amri. K. 2007. Panduan beternak itik secara intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sujionohadi, K dan A. I. Setiawan. 2005. Ayam Kampung Petelur. Penebar           Swadaya, Jakarta.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak    Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susilorini, T. E., M. E. Sawitri dan Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susilowarno, R. G., Hartono, R. S., Murtiningsih, E. M., dan Umiyati. 2007. Biologi. Grasindo, Jakarta.
Tangedjaja. B dan Wina. E. 2005. Limbah tanaman dan produk samping industri jagung untuk pakan. Balai Penelitian Peternakan. Bogor.
Tombuku, A. T., V. Rawung, M. Montong dan Z. Poli. 2014. Pengaruh berbagai macam ransum komersial dengan menggunakan sistem kandang yang berbeda terhadap kualitas karkas ayam pedaging. J. Zootek  34 (khusus) :76 -84.
Trilaksani. W., Salamah. E., dan Nabil. M. 2006. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 1(1) : 35 – 45.
Tumbilung, W.,  L. Lambey., E.Pudjihastuti.,  dan E. Tangkere. 2014. Sexing berdasarkan morfologi burung puyuh (coturnix coturnix japonica). J. Jurnal zootek. 34(2): 170 - 184.
Umiyasih. U dan Wina. E. 2008. Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 3 (18) : 127 – 136.
Untari, E. K., Ismoyowati., dan Sukardi. 2013. Perbedaan Karakteristik Tubuh Ayam Kedu yang Dipelihara Kelompok Tani Ternak “Makukuhan Mandiri” di Temanggung. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.
Vali, N dan D. Abbas. 2011. Molecular study for the sex identification in Japanese quail.African of Biotechnology 10 (80).
Watson. H. 2006. Poultry meal vs poultry by produck meal. Dogs in Canada Magazine. Canada.
Wibowo, H. M. Asmara, W dan Tabbu, C. R. 2006. Isolasi dan identifikasi serologis virus avian influenza dari sampel unggas yang diperoleh di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada. 24 (1): 77-83.
Wuryadi, S. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Puyuh. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.
Yaman, M. Aman. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.
Yaman. 2012. Ayam Kampung Agribisnis Pedaging dan Petelur. Agriflo, Depok.
Yanungrah, W., P. Suastika., dam I. B. K. Ardana. 2012. Pemberian Kombinasi Tylosin dan Gentacimin Terhadap Ketebalan Struktur HIstologis Kolon Ayam Pedaging. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (1) : 114 – 131.
Yatno. 2011. Fraksinasi dan sifat fisiko-kimia bungkil inti sawit. Jurnal Agrinak.    1 (1) : 11 -16.
Yuwanta, T. 2014. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Zahra, A. A. Edjeng, S dan Bambang, S. 2014. Pengaruh pemberian pakan sorghum dan kulit pisang terhidrolisis dengan NaOH terhadap lemak dan kolesterol ayam broiler. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 32 (1): 74-81.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perbedaan Unggas Darat dan Air





Lampiran 2. Hasil Organoleptik Bahan Pakan



Lampiran 3. Hasil Perhitungan Formulasi Ransum














Lampiran 4. Hasil Perhitungan Formulasi Ransum (lanjutan)


1 komentar:

  1. Saya SEKARANG FULFILL BERHARGA KERUGIAN DARI PINJAMAN I GOT DARI LFDS. Saya ingin membawa ini kepada notis orang ramai tentang bagaimana saya menghubungi LFDS selepas saya kehilangan pekerjaan saya dan ditolak pinjaman oleh bank saya dan kewangan lain institusi kerana skor kredit saya. Saya tidak dapat membayar yuran anak saya. Saya tertinggal di atas bil, kira-kira akan dibuang keluar rumah kerana saya tidak dapat membayar sewa saya. Pada masa ini, anak-anak saya diambil dari saya oleh penjagaan angkat. Kemudian saya berikan untuk mencari dana dalam talian di mana saya kehilangan $ 3,670 yang saya dipinjam dari rakan-rakan yang saya telah merobek oleh dua syarikat pinjaman dalam talian. Sehingga saya membaca tentang: Perkhidmatan Pembiayaan Le_Meridian (lfdsloans@outlook.com / lfdsloans@lemeridianfds.com) di suatu tempat di internet, Masih tidak meyakinkan kerana apa yang saya telah lalui sehingga saudara saya yang seorang paderi juga memberitahu saya mengenai skim pinjaman LFDS yang berterusan pada kadar faedah yang sangat rendah sebanyak 1.9 %% dan terma pembayaran balik yang indah tanpa penalti kerana gagal bayar pembayaran. Saya tidak mempunyai pilihan selain menghubungi mereka yang saya lakukan melalui teks + 1-989-394-3740 dan Encik Benjamin menjawab kembali kepada saya Hari itu adalah hari yang terbaik dan paling hebat dalam hidup saya yang tidak boleh dilupakan apabila saya menerima amaran kredit $ 400,000.00 Jumlah pinjaman kami yang dipohon. Saya menggunakan pinjaman dengan berkesan untuk membayar hutang saya dan memulakan perniagaan dan hari ini saya dan anak-anak saya sangat gembira dan memenuhi. Anda juga dapat menghubungi mereka melalui e-mel: (lfdsloans@outlook.com / lfdsloans@lemeridianfds.com) Helaian WhatsApptext: + 1-989-394-3740 Mengapa saya melakukan ini? Saya melakukan ini untuk menyelamatkan seberapa banyak yang memerlukan pinjaman tidak menjadi mangsa penipuan di internet. Terima kasih dan Tuhan memberkati anda semua, saya Oleksander Artem dari Horizon Park BC, Ukraine.

    BalasHapus